P.23

3.3K 171 1
                                    

Hentah untuk keberapa kalinya tangan kasar zia menyeka kasar air matanya. Tubuh yang bergetar menahan tangis. Rintihan kecil yang hanya bisa ia dengar sendiri.

Gedoran dan ketukan kecil terdengar di pintu toilet yang mengurung dirinya. Ia menulikan seluruh pendengarannya. Berharap jika waktu yang ia temukan adalah waktu yang tepat.

Samar samar terdengar suara khawatir milik ica dan nanda. Gedoran paksa karna ica tak mendapatkan jawaban dari ku.

"stop!!!. Don't distrub me righ now!!". Pekikku dengan nada yang sedikit bergetar.

"hey! C'mon, you are stronger. Nothing for you cry now!. Don't stupid girl zia!!!". Balas nanda dengan suara lengkingnya.

"keluar atau gue dobrak". Timpal ica.

"give me time a five minutes. Please guys".  Balas zia.

Tak ada lagi gedoran kasar. Ga ada lagi suara berisik. Sepi. Seperti hidup di antara dentuman garis jam berjalan.

Kenapa sesakit ini?. Apa hanya dengan menangis hatiku bakalan lega?. Tidak tidak, aku tidak boleh lemah. Ini memang menyakitkan. Akan lebih menyakitkan, jika nanti aku akan mengulang di orang yang baru. Aku harus bangkit. Harus~.

Ku raih knop pintu sebagai bahan yang membuat tubuhku tak berhadapan dengan ke dua sahabat ku. Klek!.

Dua gadis yang menatap tubuhku dengan tatapan iba. Tatapan aneh, dan tatapan menyakitkan. Mengapa?. Apa aku seburuk itu?.

"gue ga papa ellah. Gue kuat kok". Ujarku spontan mendapatkan tatapan aneh mereka. "biasa aja woi biasa aja. Tu mata pengen gue colok apa?. Mumpung tangan gue nganggur".

"sumpah demi giel, ini pertama kalinya gue liat lo kaya mayat hidup!".

"Dan nangis sadis kaya iklan mie sedap".

"B aja si. Tau kan?. Ini pertama kalinya gue suka cowok. Dan cowok bejat bangsad ga punya perasaan yang berhasil menenpati ruang gue".

"Bangsat tapi suka".

"bejat tapi cinta".

Celoteh kedua curut itu dengan nada sindiran. Mata yang di mainkan dan alis yang di naik turunkan.

"gue ga mau tau. Lu ga boleh nangis kaya gini lagi. Bodoh banget si zi. Tu cowo aja gq liat lo nangis. Apalagi nangisin lo. Dan dengan mudahnya dia buat lo nangis kaya bayi yang gak dapet susu tau nggak".

"yaya, gue tau ca. Dan gue cuma ngerasa pengen nangis aja. Dan gue juga sadar. Kalau gue Bodohnya Pake banget".

"nah tu tau!. Pinter banget si buuk". Ujar nanda sambil menerjang kedua pipi tembem zia.

"aw!. Sakiit on sakiit". Pekik ku. Ku raba panas kedua pipi ku. Rona merah bercetak ria di kedua pipi tembem ku. "mata gue bengkak ga?". Tanyaku sambil melihat diri yang begitu kacau di cermin toilet.

"kaya kodok ". Celetuk ica.

Senyuman tipis terukir di kedua sudut bibirku. Dengan cepat ku basuh wajah ku. Berharap bekas air mata menghilang di bawa air westafel.

Ku tata kembali rambut yang mulai kusut. Menjepit bagian tepi hingga bertemu di bagian belakang kepalaku.

Ku langkahkan kakiku, meninggalkan sisa sisa air mata yang mungkin terjatuh di toilet :'v.

💧

Author boleh minta vote+comentnya?. Kalau mau ngasi follownya juga ga papa hehe :D

Zia [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang