P.22

3.5K 144 1
                                    

Seorang gadis mungil berjalan dengan bekal di tangannya. Senyum yang selalu ia lihatkan terus terukir di bibirnya. Manik mata hitam membuat siapapun yang memandang akan merasakan kehangatnya. Siapa lagi kalau bukan zia?.

Zia memasuki kelas most wanted yang telah berani mengurung di hatinya. Tak henti hentinya pujian kaum adam terdengar ria di telinganya.

"buat lo". Ujar zia sambil menyerahkan bekal nya ke arah zio.

Alis tebal milik remaja tampan itu bersatu, membentuk kerutan kerutan tipis di dahinya. " ga trima penolakan". Lanjut zia meletakkan bekal tersebut. Karna belum dapat sambutan tangan dari zio.

Zio menepikan bekal ke sisi kanannya. Kembali menatap ponsel pintar di tangannya. "kalau kalian mau kalian bisa makan punya gue". Nada dingin seolah merembes ke otak zia. Membuat mata yang tadi tenang seakan membulat dengan paksa. "gue kasi buat lo, bukan buat mereka". Sergah zia.

Zio menantang tatapan tajam zia. "gue udah terima. Dan hak gue buat ngasi kesiapapun".

Seolah hantaman beton memukul wajah zia. Malu.

Zia memutar tubuhnya menghadap pintu utama. Pintu yang seolah memanggilnya untuk keluar. Persetan dengan detik ini! Ck!.

Zia melangkah dengan hati yang masi ia sabarkan. Bagaimana pun ia tak boleh nyerah. Menaklukan seorang pria bukan hal yang tak lazim bagi zia. Karna dengan senyuman semua pria mampu bertekuk lutut di hadapannya.  Masi ada 24 hari lagi.~

📎

"gimana lo sama zio? Ada kemajuan?". Tanya ica dengan penuh kesikap kekepoannya.

Zia hanya menaikkan kedua bahunya, serempak dengan bibir bawah maju dan alis bersatu. *jangan di coba readers :v.

"sumpah demi apapun. Ini tantangan buat lo zi. Jika dulu lo di kejar, sekarang giliran lo mengejar". Timpal nanda.

"tumben bijak?". Ucap zia dan ica bersamaan.

Nanda mendengus kesal dengan jawaban dua curutnya.

Tak jauh dari tempat zia duduk. 3 remaja yang ia kenal memantulkan bola basket di tengah lapangan. Jangan tanya jika berapa jumlah penonton. Dan jumlah nya di dominan oleh CEWEK. Tak heran bukan?.

Kerumunam cewek cewek meneriakki nama jagoannya masing masing . Cukup sakit jika harus mendengar mereka meneriaki nama zio.

"aaaaaaa zioo". Teriak mereka histeris.

"kikyyy".

"gielll".

Zia masi duduk mendengarkan teriakan teriakan histeris siswi sekolah ini. "gue mau beli minumam buat zio. Ada yg mau ikut?". Ujar zia dengan wajah yang di tenang tenangkan.

Kedua curutnya hanya mengangguk dan berdiri dari tempat yang mampu menahan mereka.

Berjalan menuju kantin tak membutuhkan waktu lama bagi mereka. Karna jarak lapangan basket dan kantin bisa di hitung dari beberapa bangunan.

Tiga remaja berparas cantik berdiri di belakang kerumunan siswi sekolah ini. Membawa tiga air yang uap dinginnya menjalar di luar kemasan. Ketika matahari berada tepat di atas kepala. Siapa yang tidak tergiur dengan air dingin?.

"lo yakin bakalan ngasi mereka ini?". Ujar ica.

"giel si pasti nerima dari gue. Tapi gue kurang yakin kalau zio zi". Timpal nanda yang seolah mengetahui kejadian selanjutnya.

"gue yakin. Dan kalau dia ga nerima gak papa. Namanya juga berusaha". Balas zia memantapkan keyakinannya.

Kedua curutnya hanya mengangguk dan mengikuti langkahnya menuju tepi lapangan basket. Dimana tas dan barang barang ketiga most wanted itu di letakan.

Ketiga remaja yang di nobatkan sebagai the prince di sekolah ini berjalan mendekati mereka. Tangan kekar yang bergantian menyapu kasar keringat di sekitar dahi dan pelipis. It's a cool man~.

Senyum giel merekah setelah melihat nanda yang berdiri di hadapannya. "lo ngapain di sini?".

"ni buat lo". Balas nanda dengan senyum yang eergh hentahlah.

Ica melempar minuman yang ia genggam. Melempar ke arah remaja yang siap menangkap minuman darinya. "buat lo". Ujarnya setelah melihat minumannya berhasil di tangkap oleh remaja yang tak lain asalah kiky.

"thank's sweety". Balas kiky.

"kondisikan bahasa sweety lo. Jiji gue dengarnya". Ketus ica

"yaellah beb. Jangan ketus ketus ae. Cewek ngantri noh nungguin gue".

" ngomong sekali lagi gue tendang!".

Kiky dan yang lainnya terkekeh mendengar ucapan melting ica. Dan hei, zio pun tertawa?.

Zia mendekatkan tubuhnya ke arah zio. Mengarahkan botol minuman yang sedari tadi ia genggam.

Kerut kening zio lagi lagi terlukis di hadapan zia. Tatapan tawa yang tadi seakan tenggelam oleh kedinginannya. Siapapun tenggelamkan aku!.

"ga usah. Makasi". Tiga kata yang mampu membuat zia menelan saliva nya. Tak sengaja minuman yang zia peggang terlepas dari genggamannya. Penolakan lagi. Namun kali ini cukup membuatnya teriris.

Tatapan dingin berlalu meninggalkan tubuh zia yang masi mematung. Mencerna kembali kata kata yang baru saja merembes paksa di telinganya. Ga usah, makasi

Zia [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang