🎑 p r o l o g

3.2K 127 3
                                    

Seorang gadis yang menangis tersedu-sedu terlihat menggenggam kedua pergelangan tangan dari dua orang mayat yang berbeda gender. Dua mayat itu tergeletak begitu saja di samping kanan kirinya dengan luka tembakan dibagian dada dan kepala. Darah segar mengalir dari luka tersebut. Cahaya dari lampu ruangan seolah padam oleh pemandangan mengerikan.

Sementara ada tiga orang dengan masker hitam yang berdiri menyaksikannya tanpa tatapan iba sekalipun.

Gadis tadi kemudian berdiri dan menatap pria seumuran dengannya yang beberapa menit lalu melakukan tindakan illegal.

"Kau.. Kalian semua brengsek! Mengapa kalian melakukan ini padaku?! Apa salah mereka?!" ketiga pria tadi terdiam. Sampai tawa menjengkelkan datang dari pemuda dihadapannya.

Mendengar itu perempuan tadi semakin mengepalkan kedua tangannya.

"Haha! Aku melakukan hal ini bukan tanpa alasan."

"Katakan alasannya!"

"Cih, tidak akan ada yang terjadi bila aku mengatakan alasannya. Palingan kau hanya bisa menangis lalu membentakku seperti tadi. Membuang waktu saja." Pemuda itu mendecih kemudian disusul isyarat kepada kedua rekannya untuk segera pergi dari tempat itu. Mereka bertiga pun berjalan sedikit berlari meninggalkan gadis tadi.

"Mau kemana kalian?!" Gadis itu berlari mengejar dan menarik tangan dari pemuda yang tadi sempat berbincang dengannya. Mencengkram lengan itu dengan erat. "Kalian harus mempertanggung-jawabkan semua ini, terutama kau!" pemuda itu tak peduli, kemudian melepas kasar lengannya dan berjalan kembali bersama yang lain. Seakan tak menyerah, gadis itu berlari lagi dan mencengkram lengan pemuda dihadapannya. Iris kedua mata hazel darinya dan kedua permata obsidian gelap dari laki-laki didepannya pun bertemu. Tanpa takut dia melemparkan tatapan penuh kebencian padanya. "Aku tidak membutuhkan apapun darimu. Aku hanya ingin tanggungjawabmu. Atau akan kulaporkan kau bersama kedua sampahmu dengan motif pembunuhan terencana." detik kemudian laki-laki itu melepas lengannya dan berbalik menghadapnya. Angin seketika tak berhembus. Tatapan pembunuh dan dingin seakan menyergap sukmanya. Tubuh gadis itu terpaku karena sorot mata yang menyiratkan sebuah pesan singkat. Sang Gadis mencoba untuk menangkap arti dari sorot mata pria dihadapannya. Ada sebuah keseriusan, tapi juga permainan busuk yang mengajaknya. Suara berat itupun keluar. Membuat seluruh tubuhnya semakin membeku saat mendengar ucapan yang keluar.

"Jika begitu, menikahlah denganku."

- o -

Disinilah aku. Disuatu tempat yang awalnya terasa asing tapi kemudian aku sudah terbiasa dengan semuanya.

Terbiasa dengan bangun lebih pagi. Terbiasa pulang lebih awal. Terbiasa mengurus dua orang yang sejak empat bulan yang lalu telah menjadi bagian dari tanggung jawabku. Terbiasa melihat pola hidup dari kalangan atas. Terbiasa melakukan seluruh pekerjaan rumah. Terbiasa memanggil beberapa majikan dengan 'tuan' ataupun 'nyonya'. Terbiasa setiap malam merasakan nakalnya kehidupan remaja ketika orang tua mereka lengah. Terbiasa dengan bentakan, cacian, bahkan siksaan ketika aku sedikit saja melakukan kesalahan. Tapi itu hanya berlaku padanya.

Ya. Putera bungsu dari keluarga Faeyza.

Fairel Fahar Faeyza.

Sejak peristiwa pembunuhan ayah dan ibuku. Aku bekerja menjadi pelayan dikeluarga Faeyza karena sebagai ganti aku tidak ingin menikah dengannya, Fairel. Kupikir itu mudah, tapi rupanya tidak.

Awal aku bekerja disini, aku tidak bisa membedakan mana hidangan pagi, siang, ataupun malam. Aku juga sering salah memanggil Fairel atau kakaknya -Fizar Fahar Faeyza- karena mereka berdua sedikit mirip, yang membedakannya hanyalah guratan kecil di pipi kiri bawah sang kakak. Aku juga terkadang tidak mengetahui jadwal sehari-hari kedua adik kakak tersebut, sehingga membuat kesalahan kemudian aku mendapat balasannya. Tapi kakaknya tidak pernah berbuat kasar padaku, dia memperlakukanku sebagaimana dia memperlakukan ibunya, sangatlah lembut. Bahkan aku selalu lupa bila dia adalah atasanku. Berbeda seratus delapan puluh derajat dengan adiknya.

Seminggu sejak aku tinggal, aku pernah memecahkan salah satu benda kesayangannya, dan dia sangat marah yang kemudian pipi kiriku menjadi lampiasannya. Meskipun rasanya sakit, aku selalu patuh padanya. Bila aku menentangnya, mungkin saja hukuman itu akan dua kali lipat ia berikan.

Namaku

Feyla Felicia Feranda

Inilah kehidupanku.

------

Hallo.. Saya author baru disini :D ini cerita pertama Zalfia yang di publikasikan di wattpad. Zalfia harap kalian menyukainya. Jangan lupa votenya yaaw, hehe

senja setelah fatamorgana 。[✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang