🎑 k e d e l a p a n b e l a s

611 40 0
                                    

Sebuah Bayangan

.


Calista membuka matanya perlahan. Ia merasa asing pada apa yang dilihatnya. Pandangannya mengedar kesekeliling lalu menemukan seorang perempuan familiar disampingnya sedang terlelap tidur. Calista bangun dari tidurnya. Kepalanya pusing dan mencoba mencari tahu apa yang terjadi padanya sebelumnya.

"Fey, bangun." Calista menggoyangkan pundak Feyla, kemudian Feyla mengerjapkan matanya. Saat pandangannya sempurna, Feyla memeluk Calista erat. "Eh? Feyla-"

"Calista bodoh! Tetaplah berada disampingku dan tinggalkan Chand si pengecut itu!" Calista pun teringat apa yang terjadi padanya, matanya berkaca-kaca mengingat hal itu dan melihat Feyla yang begitu menghawatirkannya. "Kau tidak mendengarnya? Aku minta kau tinggalkan dia! Aku tidak mau dia menghancurkanmu lebih jauh!"

"Iya aku akan meninggalkannya, Feyla." Calista menyeka air matanya, ia melonggarkan pelukan Feyla. Dia melihat Feyla matanya telah sedikit sembab. "Aku akan mencoba menjauhinya. Meski aku tak mau, tapi jika tidak, aku tak akan menemukan titik senyum 'kan?"

"Dasar kau bodoh!" Feyla menjitak kepala Calista pelan. Kedua perempuan itu tertawa pelan.

Feyla dan Calista berjalan dengan berjinjit keluar kamar. Feyla sudah menceritakan semuanya, tentang kebenaran ayah ibunya, tentang Fairel dan Fizar, tentang kehidupannya, dan tentu saja tentang Chand. Calista menanggapinya dengan perasaan yang campur aduk. Sedih karena Feyla rupanya sudah tak mempunyai kedua orang tua lagi, senang karena Feyla terbilang tinggal dikeluarga yang berkecukupan, dan sakit saat Feyla selama ini menjadi bulan-bulanan tuan mudanya. Tapi setidaknya kali ini Fairel tak memperlakukan Feyla kasar lagi.

Hari ini minggu. Calista sedikit lega karena ia tidak perlu berangkat ke sekolah, namun juga sedikit khawatir karena ia tidak memberitahu kedua orang tuanya bahwa dia sedang berada di rumah orang lain. Gadis berambut sebahu itu memutuskan untuk terlebih dahulu membantu Feyla dalam urusan pekerjaan rumah tangga. Saat menuruni tangga, mereka berdua berpapasan dengan Fairel yang cukup membuat Feyla terkejut karena ia sudah bangun sangat pagi.

"Tuan Fairel sudah bangun! Apa ada yang anda inginkan untuk sarapan, tuan?" tanya Feyla, Fairel melewati mereka berdua seraya bergumam menjawab pertanyaan Feyla.

"Yang ada saja." jawab Fairel. Feyla dan Calista sejenak terdiam melihat kepergian pemuda itu, tapi pandangan mereka terbalas oleh Fairel yang berbalik melihat mereka berdua secara bergantian dan berdiri tak jauh. "Gadis bodoh, aku harap aku tak menurunkan tanganku lagi karena kebodohan kalian berdua." Fairel membalikan tubuhnya lagi kedepan lalu melanjutkan jalannya. Feyla dan Calista saling melempar pandangan seolah mengatakan dia-sama-sekali-bukan-seorang-pangeran.

Feyla mengenalkan Calista pada Nenek yang langsung saja disambut dengan hangat oleh wanita paruh baya itu. Mereka menyiapkan sarapan bersama-sama dan terkadang Calista ceroboh dalam pekerjaannya karena tidak terbiasa.

Sampailah pada acara sarapan pagi. Tuan besar, nyonya, Fairel, Fizar, Feyla, Nenek, dan Calista yang sedari tadi merasa gugup, telah berada di ruang makan.

"Jadi um Calista, adikku menjadi seorang pahlawan karena kau dan Feyla hampir saja diculik oleh seseorang tak dikenal?" tanya Fizar. Calista terlebih dahulu menelan makanannya.

"Jangan mengejekku." Fairel melempar tatapan tajam pada kakaknya.

"I-iya, kak. Sebenarnya saya dan Feyla kemarin sedang lengah jadi itu hampir saja." jawab Calista pelan.

senja setelah fatamorgana 。[✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang