🎑 p e r t a m a

2K 76 1
                                    

Perempuan berambut panjang berponi yang menutupi seluruh dahinya, terbangun dari tidur oleh jam weker kecil disamping ranjangnya. Ia mematikan jam tersebut dan menguap kemudian meregangkan otot-ototnya yang selama delapan jam tidak bergerak. Meskipun rasa kantuk masih menyerbu pikirannya, tapi ia segera menepis itu demi kewajibannya.

Feyla berdiri dari ranjangnya kemudian keluar kamar.

Hari masihlah gelap. Feyla berjalan menuju dua pintu yang bersebelahan. Salah satunya ia ketuk perlahan.

"Tuan. Tuan Fizar, anda telah bangun?" Feyla bersuara sedikit keras.

Tak lama pintu pun terbuka, menampilkan sosok figur bertubuh tinggi dengan rambut yang masih acak-acskan, dia tersenyum sayu.

"Aku sudah bangun. Pergilah bangunkan Fairel." Feyla bersemu merah bila diberikan senyuman oleh pria dihadapannya.

"Baiklah." ucap Feyla singkat. Pintu itu tertutup kembali. Feyla melangkah kesamping pintu lain dan mengetuknya. "Tuan Fairel, anda telah bangun?"

Tidak ada respon. Feyla mengetuknya kembali tapi masih tidak ada respon.

"Tuan, jika begitu saya masuk." dengan perlahan Feyla membuka pintu kamar dan yang ia lihat yaitu gelap. Lampu kamar masih mati yang kemudian Feyla nyalakan dan ia menangkap sosok terkelungkup dibalik selimut tebal.

Ya, tuan muda nya.

Feyla menggoyangkan tubuh Fairel pelan. "Tuan, bangunlah. Ini sudah pagi." pemuda itu merespon, ia menarik selimutnya lebih tinggi sampai telinga nya tertutup. Feyla kembali menggoyangkan tubuh lelaki tersebut. "Tuan, ini sudah pagi. Nanti terlambat pergi-"

"Berisik! Pergilah dari kamarku!" Fairel berteriak keras dalam diamnya. Feyla tersentak. Jantungnya memang selalu berdebar kencang bila dia sedang berada tak jauh dari tuan mudanya. Itu bukan cinta. Melainkan rasa takut.

Dengan tubuh bergetar, Feyla segera menjauh dari posisi Fairel dan meninggalkan kamar. Kaki mungilnya melangkah kearah dapur. Terdapat seorang wanita tua yang sedang berkutat di ruangan tersebut.

"Selamat pagi, nek." ucap Feyla, menghampiri wanita itu.

"Ah, selamat pagi, nak. Kemarilah." Feyla segera mengambil alih sayuran-sayuran yang sedang dipotong. Sementara nenek itu mengurus yang lain.

"Apa hari ini menu-nya sup?" tanya Feyla karena melihat beberapa kuah yang telah mendidih didalam panci. Harumnya juga jelas berbeda dengan makanan lain.

"Ya. Nyonya dan tuan besar mengatakan bila tenggorokan mereka selalu kering, jadi memintanya dibuatkan sup untuk sarapan."

"Aneh juga pagi-pagi sarapan sup." gumam Feyla.

"Begitulah mereka. Kita sebagai pelayan disini cuma bisa menuruti perintahnya." gadis itu hanya mengangguk mengerti.

"Lalu bagaimana dengan putera mereka? Tidak apa-apa kah bila sarapannya tidak sesuai?"

"Nenek pikir mereka akan menyesuaikannya. Jadi tidak apa-apa." meskipun Nenek mengatakan akan baik-baik saja, tapi Feyla mempunyai firasat bila tuan mudanya itu akan menolak makanan hari ini. Tak ambil pusing, dia pun membuatkan omelette untuk satu porsi.

Ya satu porsi. Karena yang selalu menolak hanyalah Fairel.

Dalam waktu sepuluh menit pun omelette itu telah siap dengan ditemani segelas susu putih. Tidak lupa mereka berdua juga menyiapkan bekal untuk kedua tuan mudanya. Tigapuluh menit disana, nenek menyuruh Feyla untuk segera mandi agar tidak kesiangan. Gadis itu pun kembali menuju kamarnya. Beberapa kamar dirumah memang telah dilengkapi kamar mandi yang lengkap, jadi Feyla maupun yang lain tidak harus mengantri.

senja setelah fatamorgana 。[✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang