Sudah katakan cinta
Sudah kubilang sayang
Namun kau hanya diam
Tersenyum kepadaku
~Afgan, Panah Asmara***
Kabut pagi menyambut mentari yang sedang bertugas menyinari bumi. Acara pagi ini adalah hiking. Acara yang memacu adrenalin. Siapa yang mempunyai penyakit khusus dan daya tubuh yang lemah tidak diperbolehkan untuk mengikuti acara ini.
Semua murid terlihat sedang memanggul tasnya masing-masing. Mereka sudah berbaris sesuai dengan kelompoknya seperti saat melakukan jelajah. Darrel yang notabenenya ketua dari kelompok tiga, mengatur teman sekelompoknya untuk segera berbaris agar acara segera dimulai.
"Cepet baris woy! Lo Rey, jangan godain Kania terus!" perintah Darrel kesal karena sedaritadi Rey selalu menggoda Kania dengan kata-kata yang menurutnya ew... Menjijikkan.
"Aelah, Rel! Lo gangguin aja!" Rey mendengus kesal.
"Udah, cepet baris!" Semua anggota dari kelompok 3 sudah berbaris dengan rapi. Tinggal menunggu perintah saja untuk berangkat.
"Semua sudah siap?" tanya Pak Dino.
"Sudah, Pak!" jawab anak-anak dengan antusias.
"Ayo kita mulai hikingnya! Dimulai dari kelompok satu dilanjutkan kelompok dua begitu juga selanjutnya."
Kelompok satu mulai berangkat dengan dipimpin ketua kelompok di depannya. Nanti di setiap tikungan ada satu atau dua orang guru untuk memberitahu arah perjalanannya.
Satu persatu kelompok mulai berangkat. Sekarang giliran kelompok tiga. Darrel memimpin kelompok di depan dengan Raissa di belakangnya, lalu Agatha, Rachel, Kania, Rey, dan Rio.
Jalan di sini sangat terjal, sehingga kita harus berhati-hati agar tidak terjatuh atau terpeleset. Suasana di sekitar pegunungan sangat sejuk. Meninggalkan kabut yang menghalangi terbitnya mentari. Burung-burung berkicau melengkapi suasana yang tenang dan damai seakan tidak ada yang mengusik.
Dapat dilihat dari sisi tebing, di bagian bawah ada sungai yang mengalir dengan arus deras. Airnya begitu bening dilengkapi dengan batu-batu besar di beberapa sisi. Suara gemericik air menjadi melodi yang indah bagi indra pendengar. Air terjun turun dengan bebas seakan tidak takut terluka. Menabrak batu seakan batu adalah kasur yang sangat empuk.
Agatha merasakan suasana di sekitar pegunungan sambil sesekali memejamkan matanya. Dia sangat nyaman dengan suasana yang damai dan tenang ini. Sudut bibirnya terangkat mengukir sebuah senyuman.
"Aww!" Tiba-tiba ada suara yang menarik perhatian satu kelompok. Raissa tengah terduduk sambil memegangi kakinya yang sakit karena terpeleset. Darrel yang notabenenya ketua kelompok memeriksa kaki Raissa. Dilihatnya warna biru memar.
"Sa, kaki lo terkilir," ujarnya, "dan gue nggak bisa mijet," lanjutnya.
"Gapapa kok! Udah nggak sakit. Lanjut aja!" Raissa tersenyum. Dia tidak mau merepotkan kelompoknya karena kecerobohannya sendiri. Raissa mencoba berdiri dengan segala kekuatannya. Ringisan kembali terdengar, "Aduh!"
"Ck... Lo naik punggung gue aja! Gue gendong," celetuk Darrel saat melihat Raissa tidak bisa berdiri, apalagi berjalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Conversa
Teen Fiction[COMPLETE] [DI PRIVAT BEBERAPA PART] [Highest rank #83 in teenfiction, 30-6-17] Agatha tidak tahu harus menerima atau mengutuk takdir yang mempertemukannya dengan cowok seperti Darrel. Satu-persatu masalah mulai muncul, menguji sebuah jalinan yang...