Bagian 7
Satu semester berlalu, Mara menjalani hari-harinya disekolah seperti biasa. Begitu juga dengan Nathan, tetap melakoni rutinitasnya dengan baik disekolah, meski satusama lain memiliki masalah dengan keadaan rumah, tapi mereka berusaha fokus dengan masalah disekolah. Baginya, atau bagi keduanya, masalah dirumah adalah dirumah, tidak patut dibawa-bawa dalam keseharian mereka sebagai murid. Pula dengan ketika peran mereka menjadi murid, mereka tidak akan mencampur adukkan masalah sekolah dirumah.
Keadaan rumah Nathan tidak semakin membaik setiap harinya, hanya sekarang ayahnya lebih sering tidak pulang. Ibunya sudah membuka praktek dokter dirumah demi menafkahi dirinya sendiri dan anak tunggalnya. Mara juga seperti biasa, pulang ke rumah neneknya setiap minggu demi membantu bibinya merawat neneknya yang sakit dimensia. Setiap Mara pulang, Ia lebih sering menghabiskan waktunya mengajak neneknya berbincang-bincang, juga bercerita segala hal yang Ia lalui selama seminggu berlalu, demi membantu ingatan neneknya.
Mara sangat menyayangi neneknya karena sedari kecil yang merawatnya sampai sekolah dasar adalah neneknya, orangtuanya selalu tinggal jauh darinya, hingga sampai saat ini, Mara lebih suka tinggal berdekatan dengan neneknya. Sampai neneknya divonis menderita penyakit dimensia, awal mendengarnya, Mara sangat terpukul, orang tua yang baik itu sakit dan bisa jadi suatu ketika tidak ingat lagi dengannya, dan akhirnya yang Mara bisa lakukan adalah dengan merawat neneknya setiap minggu saat Ia pulang kerumah neneknya.
Antara Mara dan Nathan, masih belum ada cerita pengalaman mereka, karena memang satu sama lainnya hanya saling mengetahui dari jauh. Sering Mara melihat ketika istirahat, Nathan bermain bola dengan teman-temannya. Nathan pula sering melihat Mara, mondar-mandir didepannya, entah itu ketika Mara ingin pergi ke toilet, atau kantin, atau pun sepulangnya dari tempat lain menuju kelas.
Memasuki semester kedua dikelas dua sekolah menengah ini, Nathan dan Mara masih sama mengerjakan tugas ekskul mereka. Sampai suatu ketika, datang kesempatan untuk bertemu lagi antara Nathan dengan Mara. Awal mulanya juga sama, ketika mereka bekerja sama mengerjakan layout majalah sekolah. Namun, kali ini Mara mencoba terbuka demi membangun karakter partner yang baik satu sama lain, meski mereka tidak saling berkesepakatan.
"Loh, ketemu Kamu lagi, memang, dibagian kerjasama sama ekskul lain itu kamu sama Nuha ya?" Pembicaraan yang dibuka oleh Mara.
"Iya, dan kayaknya juga sama, semester kemarin juga kamu yang tanggung jawab dibagian finishing sampai ke tangan penerbit," Balas Nathan acuh.
"Eee, Iya, Kamu satu kelas sama Nuha?"
"Iya, sama Sinta juga," Jawabnya sambil tetap menghadapkan mata pada layar laptopnya.
"Oh ya? Sinta kok nggak pernah cerita ya? Aku tahunya cuma Si Nuha aja, ternyata Kamu juga,"
Nathan yang sedari tadi berkutat dengan laptopnya, akhirnya tersenyum simpul dengan wajah yang dipaksakan menoleh kearah Mara, yang bersemangat dengan perkenalan pertama mereka.
"Dari pada bahas tentang teman sekelas, mending bantuin edit data yang mau dimasukin halaman ya, biar cepat selesai," ujar Nathan, sembari menyerahkan flashdisknya pada Mara.
"Tapi, dari Kami sudah diedit file yang mau dimasukin apa aja, sekalian juga udah di benerin tulisannya."
"Tapi ini majalah, kalo mau diterbitkan 50 halaman, jadi satu artikel kalo bisa jangan ngehabisin 4 halaman sendiri, kasihan artikel yang lain nggak kebagian,"
Mara hanya bisa mengerutkan dahi, diam dan menuruti perintah Nathan saat itu, dengan banyak duga sangka yang memenuhi pikirannya. 'Huh, santai aja nggak bisa ya, kok Sinta minta tolongnya sama anak ini sih?' gumamnya sendiri.
Selang beberapa jam kemudian semua pekerjaan hari itu selesai, dan satu sama lain saling menghela nafas lega.
"Huft, akhirnya selesai juga" sela Mara.
"Bisa santai habis ini, btw, nama kamu Mara?"
"Iya, oh iya, kita belum kenalan kan dari awal ketemu? Kamunya sibuk bahas tugas, biar cepat selesai."
Nathan hanya tersenyum mendengar respon Mara yang sangat bersemangat itu.
"Nama kamu siapa sih?"
"Nathan..." dengan tidak mengurangi wataknya seperti Nathan biasanya. "... Kamu selalu semangat ya,"
"Ha? Maksudnya?"
"Enggak," elak Nathan. Satu sama lain saling bercerita tentang diri mereka sendiri, seperti ihwalnya perkenalan saat pertama kali bertemu. Sembari mengemas barang-barang mereka kedalam tas masing-masing dan bersiap pulang, Mara tidak kehabisan cerita untuk bahan pembicaraannya dengan orang baru.
Sore itu suasana sekolah lengang dari hiruk pikuk teriak dan canda tawa murid-murid yang sudah pulang, dan mereka keluar dari gerbang sekolah tepat pukul lima sore, dan sebelum Pak Kus mengusir mereka seperti hari-hari sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eureka! Aku Menemukannya!
Teen FictionAku menemuinya lagi setelah delapan tahun berlalu. "Nathan!" panggil Mara terengah-engah. Mereka saling tersenyum satusama lain. "Bagaimana kabarmu?" ucap mereka bersamaan, dan mereka tertawa satusama lain.