Bagian 10
Esok paginya, saat Mara hendak berangkat ke sekolah, Ia menyempatkan untuk mampir ke minimarket yang biasanya Ia kunjungi, demi membeli sarapan pagi hari itu. Tanpa tergesa, Ia berjalan dengan suasana hati yang riang, karena akhir pekan ini Ia berencana mengunjungi neneknya.
Sesampainya di minimarket, Ia melihat lelaki parubaya yang tengah memilih makanan yang terdapat pada rak-rak produk yang dijajahkan. Sosok parubaya tersebut mengingatkannya pada Ayahnya, sedangkan Mara memutuskan hanya melewatinya. Selesai memilih makanan mana yang hendak Ia beli, Mara menghampiri kasir untuk membayarnya. Namun, ketika hendak mengeluarkan uang dari sakunya, Ia tidak mendapati uangnya tersebut, dan Ia hanya kebingungan mencari uangnya dengan merogoh isi tasnya.
"Eh, maaf Mbak, kayaknya uangku jatuh, sebentar..." seru Mara sembari berusaha menutupi kepanikannya.
"Ini sekalian sama belanjaan Saya saja Mbak." Ternyata suara bapak-bapak yang Ia lihat saat memilih makanan tadi.
"Oh, tidak usah Om,"
"Nggak papa, ini Mbaktolong sekalian hitung belanjaan saya."
Selepas membayar belanjaan, mereka keluar bersamaan dari minimarket. Tak lupa Mara mengucapkan terima kasih pada lelaki parubaya tersebut.
"Anak saya juga kira-kira seumuran Kamu, Kamu sekolah didekat sini ya?"
"Saya baru naik kelas tiga sekolah menengah atas Om, iya, saya juga tinggal nggak jauh dari sini."
"Oh ya? Berarti kamu sekolah ditempat yang sama dengan anak saya."
"Wah, kebetulan sekali Om, eh... kalau boleh tahu anak Om siapa namanya? Mungkin saya kenal sama dia."
"Dia pendiam sekali, meskipun saya jarang pulang kerumah, dan menjadi sedikit jauh dari Dia, tapi saya sangat tahu sekali bahwa Dia anak yang patuh, dan baik."
---
Selama pelajaran berlangsung, Mara tidak bisa berkonsentrasi karena kejadian tadi pagi. Tidak sengaja, Ia bertemu langsung dengan ayah Nathan. Lelaki parubaya yang sangat baik, dan terlihat sangat ramah.
"Hari ini Nathan masuk nggak ya?" pikirnya.
Terbayang dalam benaknya sketsa kejadian tadi pagi.
"Dia pendiam sekali, meskipun saya jarang pulang kerumah, dan menjadi sedikit jauh dari Dia, tapi saya sangat tahu sekali bahwa Dia anak yang patuh, dan baik."
"Laki-laki atau perempuan Om? Kalau boleh tahu, tadi pertanyaan saya belum dijawab,"
"Iya, maaf, namanya Nathan, Dia juga baru naik kelas tiga, kalau kamu kenal tolong sampaikan salam Om ya."
"Oh, Nathan? Iya saya kenal dia Om, Insya Allah nanti kalau saya bertemu dengannya disekolah, akan saya sampaikan."
Tanpa terasa, pergantian jam pelajaran terasa begitu cepat. Anisa mengajak Mara untuk membeli beberapa jajanan dikantin. Mara yang merasa bosan dikelas ketika jam istirahat-pun mengikuti temannya tersebut. Lama menunggu Anisa yang masih asik dengan makanan yang berada dihadapannya membuat Mara semakin bosan, apalagi dengan mendengar celotehan Anisa dengan temannya yang lain yang tak kalah membosankannya. Akhirnya, Mara memutuskan untuk kembali ke kelas terlebih dahulu. Pikirannya berbelok saat Ia menaiki tangga menuju kelasnya, karena nampak di lapangan sekolah, Nathan, Nuha dan beberapa temannya yang lain bermain lempar bola rugbi.
Ia sangat ingin menyampaikan pesan ayah Nathan tadi pagi. Namun, mustahil pikirnya, mana mungkin tiba-tiba Ia menghampiri segerombolan anak laki-laki yang tengah asik bermain bola rugbi, hanya untuk berbicara sepatah dua patah kata yang notabenenya bisa Ia sampaikan saat mereka benar-benar berpapasan. Saat Ia tengah melihat Nathan dari kejauhan, kebetulan Sinta lewat bersama teman-teman sekelasnya yang lain.
"Woi! Ngapain?" ujar Sinta
"Habis dari kantin."
"Jangan bengong ditengah jalan dong Bu, eh aku udah punya fotonya yang kemarin loh, mau ng-copy nggak?"
"Ha? Bukannya udah kamu kirimin, lewat line?" ujar Mara keheranan.
"Ha? Kapan? Kayaknya Aku baru dapat dari Nuha kemarin,"
"Oh, mungkin kemarin yang tiba-tiba ngirimin file-nya Nuha mungkin,"
"Ya udah, Aku balik ke kelas dulu ya, jangan bengong di tengah jalan juga, nanti orang mau lewat nggak bisa lagi."
"Iya-iya, Aku juga mau balik ke kelas ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Eureka! Aku Menemukannya!
Teen FictionAku menemuinya lagi setelah delapan tahun berlalu. "Nathan!" panggil Mara terengah-engah. Mereka saling tersenyum satusama lain. "Bagaimana kabarmu?" ucap mereka bersamaan, dan mereka tertawa satusama lain.