Mohon Maaf sebelumnya buat teman-teman pembaca, karena sempat break lama dan idenya memang sedikit mengalir, selain itu juga hatrik sama tugas-tugas
Mohon maklum, karena penulis masih dalam masa transisi, baru semester satu, tapi semoga kelanjutan cerita ini bisa sedikit melengkapi bagian yang sempat terpotong kemarin
Selamat Membaca! :-)
Mara masih rajin mengunjungi Neneknya dan kondisinya masih sama setiap harinya. Mara dan Nathan semakin jarang bertemu dan berbicara. Ujian latihan menjelang kelulusan semakin padat, tidak ada waktu senggang untuk murid-murid kelas tiga hanya sekedar berguarau. Nathan tidak pernah lagi sarapan di minimarket dan tidak lagi menemui Mara. Mara juga semakin sibuk mempersiapkan ujiannya masuk institut seni.
Nathan sudah menentukan pilihannya untuk melanjutkan kuliah. Ia telah mendiskusikan pilihannya dengan kedua orangtuanya. Ayahnya mendukung penuh keputusan anak semata wayangnya tersebut, begitu juga Mamanya. Siang itu setelah menghadapi beberapa tryout Nathan menyempatkan dirinya untuk mampir ke minimarket yang sering Ia kunjungi dulu. Kali ini Ia hanya memesan minuman kalengan dengan cemilan pedas dan duduk didekat jendela.
Mara masuk ke minimarket tersebut dengan pakaian yang rapi dan hendak membeli beberapa keperluan untuk mengunjungi Neneknya diruamh sakit. Nathan melihatnya masuk, begitu juga dengan Mara yang melihat Nathan duduk dimeja dekat jendela.
"Aku udah tahu mau kemana setelah lulus sekolah ini."
"Oh ya? Kemana?" Mara sudah memilih belanjaannya dan menyempatkan menyapa Nathan.
"Aku mau ambil jurusan teknik komputer."
"Waah, Kamu emang pinter sih, jadi nggak susah untuk milih jurusan sesuai minat Kamu. Juga kayaknya akhir kelulusan nanti, Aku udah harus pindah dan mulai menyiapkan ini itu buat kuliah."
"Kamu udah tahu kalau Kamu udah diterima?"
"Belum sih, seenggaknya, ada persiapan matang sebelum perang." Ujarnya dengan raut wajah yang dipaksakan tersenyum.
Nathan tersenyum mendengarnya. "Kamu udah ganti baju dari rumah? Kayaknya mau pulang?"
"Iya." Nadanya sedikit murung dari nada bicara biasanya.
"Kayaknya Kamu mulai capek nyiapin ini itu ditahun kelulusan. Beda dari biasanya Aku dengerin Kamu ngomong."
"Yaah, ada banyak yang harus diselesain in."
Mara pamit untuk pulang terlebih dahulu. Terlintas dipikiran Nathan untuk mengikuti Mara, dan mengetahui rumah Neneknya Mara.
Ia melihat Mara menuju rumah sakit dan bukannya menuju rumah Neneknya. Mara menyapa perawat yang melihatnya dan terlihat Ia sudah sangat mengenal banyak perawat dirumah sakit tersebut. 'Siapa yang sakit?' gumam Nathan pada dirinya sendiri. Memasuki halaman yang besar, dan terdapat lorong-lorong dengan samping kanan kiri taman rumah sakit, Nathan terus berjalan mengikuti Mara dari belakang. Terlihat Mara menghampiri wanita paruhbaya yang tengah duduk dengan seorang Nenek sambil menyuapkan sesendok makanan.
Mara memeluk Nenek tersebut dan memberikan bungkusan yang tadi Ia beli di minimarket pada wanita parubaya yang sebelumnya sedang menyuapi Neneknya. 'Itu Neneknya Mara? Jadi Neneknya sedang sakit?' Nathan memilih menunggunya di lobi rumah sakit. Lama Ia menunggu Mara, namun Mara tidak muncul dan akhirnya Ia memutuskan untuk pulang, tanpa memberitahu Mara.
Tanpa Ia tahu, Mara melihatnya dari belakang, dan sangat terlihat bahwa itu Nathan karena Ia masih mengenakan seragam lengkap dengan tas dan atributnya ketika Ia menemui Nathan tadi siang di minimarket. 'ngapain Dia ada disini?' gumam Mara sambil membawa beberapa bungkusan makanan dari ruang perawat.
---
Saat di sekolah Mara dan Nathan hanya berpapasan sebentar dan tidak sempat menyapa satu sama lain. Terkadang hanya Mara yang melihat Nathan. Terkadang juga Nathan yang hanya melihat Mara. Begitu pula pada jam istirahat, Mara tidak menghampiri Nathan, Nuha dan Sinta seperti biasanya, karena tugas yang belum selesai. Ia harus mengejar beberapa nilainya yang tertinggal.
Sampai esok pagi, Nathan akhirnya berangkat pagi dan memang sengaja untuk tidak menghabiskan sarapannya demi bertemu dengan Mara di minimarket. Sesampainya di minimarket, Ia satu-satunya pelanggan yang berkunjung. Nathan hanya membeli minuman ringan sambil menunggu Mara datang. Menjelang tiga puluh menit sebelum sekolah dimulai, Mara baru datang dengan nafas menderu. Nampaknya Ia bangun kesiangan hari ini. sehingga Ia hanya mengambil makanan yang bisa Ia santap sambil berjalan demi mengejar keterlambatannya. Nathan dan Mara berjalan beriringan dan mulai bercerita sebagaimana setelah mereka jarang bertemu beberapa hari terakhir.
"Kamu sempat mengikutiku sampai ke rumah sakit ya?" tanya Mara menuduh.
"Kamu kok bisa tahu?" tanya Nathan penasaran.
"Aku tahu."
"Yang kemarin itu Nenek Kamu?"
"Bukan urusanmu."
"Kenapa? Kan Aku cuma tanya."
"Jujur, Aku nggak begitu suka ada orang asing yang mengetahui masalah pribadiku."
"Kita kan teman, kamu sendiri yang bilang kalau ada masalah, mungkin aku bisa bantu. Sekarang Aku mau bantu."
"Masalahnya beda Nathan!"
Sepanjang perjalanan, pertama kalinya seorang Mara bahkan tidak bisa mencairkan suasana sebagaimana Mara biasanya. Nathan mencoba mencari-cari topik pembicaraan, namun nampaknya Mara tengah dalam kondisi sedih. Sejak saat itu, Mara dan Nathan semakin lama semakin jarang berbincang-bincang. Terpikir oleh Nathan untuk menghubungi Mara lewat telepon, namun sekali lagi Ia ragu melakukannya.
Mara sendiri juga merasa bersalah ketika pagi itu, Ia tidak meninggalkan kesan baik pada Nathan, padahal akhir-akhir ini Mereka jarang bertemu. Ia melihat Nathan bermain bola rugbi dengan beberapa temannya, termasuk Nuha. Ia melihatnya dari kejauhan dan merasa ceritanya kembali pada saat Mara dan Nathan belum sedekat sebelumnya. Mara juga melewatkan sarapan paginya akhir-akhir ini, semakin hari Ia semakin kurus memikirkan Neneknya yang masih belum keluar dari rumah sakit, belum lagi ujian masuk institut yang Ia idam-idamkan. Mara semakin sering melamun sendiri dan hanya Vias teman dekatnya yang senantiasa menghiburnya.
---
Malam itu, setelah mandi dan hendak menyiapkan buku untuk pelajaran besok, Mara mendapat telepon dari Ayahnya.
"Assalamualaikum Mbak." Sapa Ayahnya dari sebrang sana.
"Waalaikum salam Yah, lagi ngapain?"
"Ini kumpul-kumpul, gimana ujiannya Mbak? Lancar?"
"Alhamdulillah,"
Terdengar suara murung anaknya tersebut membuat Ayah Mara bertanya padanya. Ayahnya bercerita ini itu tentang impiannya kelak ketika Mara sudah sukses dengan sekolahnya, Mara hanya menangis ketika mendengar cerita Ayahnya tersebut, sedang Ayah dan Ibunya hanya mencoba menenangkannya dari jauh.
"Nenek sakit Yah." Ucap Mara pada akhirnya.
"Ya, Ayah udah tahu, Ibu juga. Bibi Lusi yang memberitahu."
"Maaf Yah," Mara hanya berkutat dengan pikrannya, dan hanya bisa menangis, dan sama sekali tidak bisa menjelaskan semua kesedihannya pada kedua orangtuanya. Diakhir percakapan, Ayahnya menyuruhnya untuk beristirahat dan tidak membuat beban impian Ayahnya tadi pada Mara. Setelah telepon ditutup, Mara memilih pergi tidur lebih awal dan menenangkan hatinya.
Waaah sekian dulu untuk cerita episode kali ini, seperti minggu-minggu sebelumnya, saya akan sempatkan update minimal seminggu sekali, sampai jumpa di episode selanjutnya :-D
KAMU SEDANG MEMBACA
Eureka! Aku Menemukannya!
Teen FictionAku menemuinya lagi setelah delapan tahun berlalu. "Nathan!" panggil Mara terengah-engah. Mereka saling tersenyum satusama lain. "Bagaimana kabarmu?" ucap mereka bersamaan, dan mereka tertawa satusama lain.