Dentam musik kembali menyapa wajah kusut Abra malam ini. Sejak Jumat malam lalu, Abra memaksakan diri mencari kepuasan yang sialannya tak benar-benar ia dapatkan sekalipun ia sukses mendapat klimaks.
Biasanya, Abra pantang mendatangi diskotik di malam senin, karena ia harus menjaga penampilannya tetap segar di hari Senin. Tapi minggu ini adalah pengecualian. Abra sedang berada dalam masa rentannya menjadi laki-laki sekarang ini. Iya, masa yang rentan. Dan masa yang rentan dalam kondisi Abra sekarang ini adalah karena ketidakmampuannya membuat segala hal menjadi mudah.
Serius, Abra masih memikirkan gadis itu. Baiklah, bukan gadis, tapi wanita. Sebab kegadisannya sudah Abra cicipi dan kini Abra merasa menginginnya lagi.
Ah, sialan sekali, bukan?!
Sumpah, kepala Abra pening sendiri memikirkannya.
“Nggak salah nih, lo ke sini lagi?”
Abra memutar kepala demi mencoba mengenali tangan terawatt yang sedang menyentuh bahunya kini. Lalu mendesah, saat belaian-belaian menggoda itu mulai ia kenali.
“Lo nggak salah liat kalender ‘kan, Say?” wanita itu membungkuk, lalu tanpa malu mengecup telinga Abra mesra. Kepalanya lantas kembali tegak, namun wanita itu membiarkan jemarinya bergerilya menyusuri kerah dari kemeja yang Abra kenakan. “Masih belum cukup yang kemaren?” ibu jarinya menggosok bawah telinga Abra, memberi gelenyar kenikmatan sendiri untuk laki-laki itu.
Abra mungkin sedang kesal karena tak dapat berbangga diri dengan klimaks puas sejak malam kemarin. Namun ia tetaplah laki-laki, dan bagi laki-lagi sepertinya pantang menolak jamuan. Perlu dicicipi dulu, mengenai rasa dan porsi kekenyangannya nanti, biarkan itu menjadi urusan belakang.
“Ya, belumlah,” Abra menjawab tengil. Ia sengaja melebarkan pahanya ketika Rosie memutar tubuh ke depan. “Masih siap tempur nih,” pandangan Abra meredup ke arah selangkangannya. Lalu dengan gerakan terlatih, Abra menarik Rosie ke atas pangkuannya. “Gue masih bisa buat lo keringetan sambil neriakin nama gue,” bisik Abra sensual. Lidahnya terjulur apik mengecap hamparan kulit mulus dari bahu telanjang Rosie. “You wanna try?”
Dan tanpa berpikir dua kali, wanita di pangkuannya itu memutar tubuh. “Iyes!” serunya sambil melemparkan ciuman tepat ke arah bibir penuh berhias tunggul-tunggul jambang baru yang siap tumbuh. “Make me happy, Ab.” Ucapnya disela ciuman yang ia sodorkan.
Kemudian Abra tahu diri, ia harus mencoba kembali. Persetan dengan kepuasan, ia harus mencoba dulu. Lagipula, mencoba dengan Rosie juga menyenangkan. Keahlian Rosie yang paling diingat Abra adalah kemampuan wanita itu membuatnya klimaks dalam mulut berbibir seksi tersebut.
Ya, ya, ya, paling tidak Abra bisa berada dalam sarang yang tepat malam ini. semoga saja Rosie mampu menghapus bayang-bayang perawan lugu yang sampai detik ini masih menjadi momok paling menggairahkan dalam mimpi Abra.
Ugh! Sial! Tolonglah, hapuskan dulu liang sempit berwarna merah muda yang ia jilat dengan sepenuh hati malam itu.
Shit! Shit! Shit!
“Come on, Ros! Kita nggak punya banyak waktu!” geram Abra sambil menarik tangan Rosie kasar. Ia harus keluar dengan keras.
Berjalan cepat menuju bilik toilet yang sudah Abra hafal, pria itu menjeblak salah satu yang kosong.
“Apa maumu, sayang?” Rosie mengerling manja saat Abra mulai menyingkap rok mini yang digunakannya. “Ugh, mau main kasar?”
Abra tak menjawab, jari-jarinya meremas payudara kiri Rosie segera. Sementara mulutnya langsung menutupi mulut wanita itu kembali. Lidahnya meluncur ke dalam yang langsung dengan sigap disambut segera oleh wanita tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Knock Your Heart
ChickLitSebagian BAB berada dalam Mode Private *** Yang satu tengah mencari calon suami, sementara lainnya masih berlari mengejar yang tak pasti. Lalu mereka bertemu karena sebuah konspirasi. Jangan tanyakan bagaimana mereka jatuh cinta. Karena pernikahan...