37. Jadi gini ....

57.3K 6.8K 862
                                    

***

Evelyn : Kamu udah makan siang?

Evelyn : Aku belum sempat lihat keadaan ruko, semalam aku lembur dan pulang ke rumah mama lewat tengah malam. Agenda kegiatan kamu cuma sampai 3 hari 'kan?

Lalu setelah mengirimkan pesan pada suaminya, Eve kembali meletakkan ponsel ketempat semula. Dengan lincah, jemarinya kembali berkutat pada revisi kontrak kerja yang coba ia kerjakan sendiri. Hal ini bukan karena Eve tidak mempercayai kinerja bawahannya, ia hanya sedang mencari kesibukan disela rasa penasaran yang membuncah menuntut penjelasan.

Adalah Abra yang mampu membuat Evelyn kembali memikirkan beragam sisi negative yang sudah sejak lama tak pernah ia biarkan muncul saat berprasangka pada seseorang. Apalagi ini pada suaminya sendiri. Seharusnya Evelyn cukup mempercayai laki-laki itu. Tetapi nyatanya begitu sulit. Semenjak ia tahu apa yang Abra ucap sedikit melenceng dari yang kemudian ia temukan.

Ya, ini sudah tiga hari sejak Abra bertingkah aneh pagi itu. Dan dalam rentang waktu beberapa hari ini, mendadak mereka tak bisa bertemu. Sebuah perkumpulan notaris-notaris dari seluruh Indonesia tiba-tiba saja diadakan di Bandung. Setidaknya itulah yang Abra katakan di telepon saat pamit untuk menghadiri acara itu padanya. Perkumpulan INI kata Abra waktu itu, Ikatan Notaris Indonesia.

"Pagi ..."

Tatapan Evelyn meninggalkan komputernya, segera memandang makhluk yang tak pernah sekalipun mau repot-repot mengetuk pintu ketika bertamu. Kemudian bola mata Evelyn berputar. "Bahkan sudah lewat makan siang," cibirnya kembali menatap monitor.

Fabian hanya mengedikan bahu, tanpa sungkan ditariknya salah satu kursi di depan meja Evelyn. "Oh, aku pikir masih Subuh. Mendung terlihat di luar, dan saat melihatmu, aku yakin matahari belum sempat bersinar tadi."

Eve menggeleng mendengar sarkasme saudaranya itu. "Aku hanya sedang bekerja." Eve menjelaskan malas. "Dan kalau yang sedang kamu bicarakan adalah wajahku yang tertekuk serius, itu memang benar. Karena saat ini aku sedang bekerja."

Fabian mengangguk dengan wajah berkilat seringai. "Ya, aku bisa melihat bagaimana kamu sangat giat bekerja. Sementara dua orang sekretarismu yang super sibuk itu bahkan sampai sempat mengecat kukunya disaat bos mereka melupakan waktu dan terkurung sepenuhnya di ruangan ini." Sindir Fabian tanpa repot-repot mengganti raut wajahnya. "Tapi tenang saja, saudaramu yang baik ini sudah membentak mereka." Ujar Ayah tiga orang anak itu kalem.

Pelan-pelan, Evelyn mengulum senyum. Hubungannya dengan Fabian memang tak pernah manis. Selalu saja ada percecokan sebelum mereka bisa melihat sebesar apa kasih sayang satu sama lainnya. Mungkin jika Abra mengetahui situasinya, ia akan lantang segera memberi judul. Dan judul absurd yang akan Abra berikan adalah Benci Bilang Cinta, persis seperti judul sinetron.

Well, sayang saja Abra sedang tak berada di sini. Lagipula, jika Abra di sini pun, ia tak akan berani mengatakan hal-hal remeh seperti itu. Maklumlah, lingkungan kaku keluarga Smith masih sangat begitu menyeramkan baginya.

"Jadi ...?" Fabian menggantung pertanyaannya. "Apa yang membuat Bos masih mengurung diri di jam makan siang ini?"

"Pekerjaan, Yan. Kamu bisa melihat sendiri 'kan?"

Fabian langsung mencebik, segera saja ia melemparkan tatapan penuh cemooh pada Evelyn yang sangat mahir berekspresi datar. "Ya, anggaplah aku tak pernah bertanya apapun." Putus Fabian sambil menyandarkan punggung. "Ngomong-ngomong, kamu menginap di rumah Papamu?" Evelyn tak keberatan menganggukan kepalanya. "Kenapa?"

Knock Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang