Nah... Ini dia seri terakhir dari Gugup ala Abra. Hahahaha... Happy reading ya sayang...
***
Kepercayaan diri Abra memang sudah lebih bagus dari sebelumnya. Namun ternyata, bagus saja tidak cukup ketika ia duduk di ruang tamu bersama dengan Ayah Evelyn dan juga adiknya. Sementara Evelyn, diperintahkan ke dapur untuk membuat minuman. Abra sebenarnya tahu, hal itu hanyalah akal-akalan untuk memberi penilaian tersendiri terhadap Abra tanpa di dampingi Eve.
Oke, Abra segera menelan bulat-bulat keinginannya untuk melarikan diri. Seperti laksamana dari negeri seberang, Abra menguatkan tekad, ia siap bertempur.
Aye aye … fighting!
Tapi entah kenapa, nyali Abra segera menciut, sekalipun ia telah menegakkan punggungnya.
Bagaimana tidak?
Sebab, dua pria berbeda usia yang berdarah sama dengan Evelyn masing-masing begitu serius menatapnya. Bahkan keduanya tak keberatan ketahuan memandangi Abra seperti itu.
Andai Apollo bukanlah mitos Yunani, Abra pasti sudah meminta bantuan pada dewa matahari itu untuk memberinya kekuatan. Dan andai Sasuke itu benar-benar ada, Abra rela menggadai nyawanya demi memiliki mata seperti milik Sasuke. Akan Abra balas tatapan penuh selidik yang dilemparkan oleh keluarga Evelyn, lalu akan memerangkap mereka dengan jurus ilusi paling mematikan.
Hah, sayang sekali, semuanya adalah omong kosong.
Lalu yang paling parah dari duduknya mereka bertiga di ruang tamu ini adalah, bahwa tak seorang pun yang mau membunuh kesunyian. Ck, andai Abra sedang bersama teman-temannya, maka Abra tak akan ragu melompat di atas meja demi memecah sepi menjengkelkan ini.
Namun lagi-lagi, Abra harus menahan diri. Saat ini, ia sedang di nilai.
Oke, mari berhitung dari angka satu, Abra harus membuat catatan mengenai betapa mengesalkannya hari ini.
“Kok pada diem-dieman?”
Beruntung, saat Abra yakin bahwa kepalanya bisa saja meledak karena bosan sekaligus gugup, Evelyn menyelamatkannya tepat waktu.
Oh Tuhan, Abra berjanji akan mencium Evelyn sampai pingsan jika mereka berduaan nanti. Tolong, siapapun catat doa Abra ini!
Jika tadi, Abra nyaris seperti pria yang gagal klimaks, maka sekarang Abra adalah pria yang sudah siap untuk memulai foreplay.
“Tadi katanya mau pada kenalan? Kok nggak pada ngobrol sih?”
Abra tahu Eve sedang mencoba mencairkan suasana yang sebeku kutub ini. Di mana, pria setengah baya yang duduk dengan kaki kiri bertumpu di paha kanan tersebut hanya menatap Abra saja dari ujung kaki sampai ujung kepala. Atau jangan lupakan pria muda yang duduk di sofa single di samping ayahnya, namanya Alaric saat Eve memperkenalkan mereka tadi. Dan pria yang Abra perkirakan seumurannya itu, sama sekali tak menutupi tatapan tajamnya. Seakan Abra adalah terdakwa yang siap diadili.
Yeah, Abra memang terdakwa. Penjahat yang siap menculik sang puteri. Makanya, Abra memang pantas di pandang terang-terangan begitu.
“Ngomong sesuatu dong, Pa?” Eve tak lelah memancing.
Mendapati sang puteri mencoba bersikap kooperatif begitu, Ken sadar, bahwa puterinya tidak main-main mengenai wacana pernikahan tersebut. “Ngomong apa? Papa nggak terlalu mahir membuka obrolan.”
Dan Abra langsung meneguk ludahnya. Merasa bingung mendapati kode yang terang-terangan begitu.
Setelah meletakkan gelas berisi teh tepat di depan masing-masing, Eve memilih duduk di dekat Abra. Bibirnya melengkungkan senyuman, ketika Abra mendongak menatapnya. Lalu pandangannya beralih memandang adik semata wayangnya. “Al, nggak mau nanya sesuatu?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Knock Your Heart
ChickLitSebagian BAB berada dalam Mode Private *** Yang satu tengah mencari calon suami, sementara lainnya masih berlari mengejar yang tak pasti. Lalu mereka bertemu karena sebuah konspirasi. Jangan tanyakan bagaimana mereka jatuh cinta. Karena pernikahan...