14. Evelyn Aluna Smith

62.1K 7.1K 653
                                    

Bagi Abra, situasi seperti ini bagaikan klimaks panjang di dalam mulut pasangannya setelah ia berpuasa sebulan penuh. Memang melegakan, namun tidak membuatnya bangga. Sebab, alih-alih membuktikan keperkasaannya lewat hentakan yang tajam, Abra harus kalah hanya dengan blowjob.

Sial! Sama sekali bukan gayanya.

Dan situasi seperti itulah yang kini tengah Abra rasakan.

Oke, mungkin analogi yang ia gunakan sedikit tak wajar. Tapi ia serius sedang tak mampu berpikir panjang. Ngomong-ngomong kapan sih, Abra berpikir panjang dulu sebelum memutuskan sesuatu? Baiklah, lupakan saja Abra dan segala perumpamaan sintingnya. Mari kita kembali pada realita.

Di mana Abra sedang menahan-katakanlah amarah yang sudah berada di ubun-ubunnya. Lalu dengan kedua tangan yang berada di pinggang, Abra berdecak setelah mengusir keluarganya untuk kembali masuk ke dalam rumah.

Bajingan! Abra sangat benci situasi ini.

Bagaimana mungkin, seluruh keluarganya bahkan tak sungkan bertukar pelukan pada calon istri yang ia bawa. Bahkan kakak iparnya sekalipun, begitu luwes saat menyalami wanita itu. Apalagi sang ibu, bahkan sempat histeris dan tak mau melepaskan pelukannya. Hahaha ... sementara Abra berdiri seperti keledai dungu sekarang.

Ck, benar-benar mengesalkan!

Sebab, alih-alih senang karena keluarganya tampak begitu menerima calon yang Abra sodorkan, pria itu justru mengerang kesal, ketika fakta lain baru saja tersaji. Tatapan hormat, serta decakan kagum dari ibu dan kakaknya cukup membuat Abra meradang. Apalagi panggilan sopan yang terus kakaknya tujukan pada wanita itu.

Serius, Abra belum pernah merasa begitu menginginkan menelanjangi perempuan seperti ini.

"Oke," desah Abra kasar. Ia masih berkacak pinggang, walau tatapannya belum kembali menatap Aluna.

Cih, Aluna? Hahaha ... dasar Abra idiot! Abra memaki dirinya sendiri saking kesalnya.

"Who are you?" akhirnya Abra menyerah. Ia menatap Aluna, sementara kedua belah tangannya ia biarkan jatuh di masing-masing sisi. "Mereka lagi sok kenal sama kamu 'kan?" baru kali ini Abra merasa lebih baik ia tak mengetahui segala sesuatu yang ada. Paling tidak, jangan sekarang. Di saat kelabilannya sedang berada dalam taraf maksimal. Ia baru saja hendak meyakinkan diri, kalau pernikahan adalah kata terbaik yang ia pilih saat tengah terburu-buru.

Sumpah, Abra sedang tak ingin menyesali apa yang sudah ia putuskan.

Eve menelan ludah gugup. Ia yang sebelumnya tak pernah memalingkan wajah saat di ajak bicara oleh siapapun, mendadak ragu ketika Abra menatapnya dengan sirat berbeda. "Maaf," hanya itu yang ia ucap. Bingung, harus bagaimana merespon Abra di saat begini. Lagipula, ia pun merasa tak membohongi pria itu.

Abra mendesah, ia mengusp wajah agar tetap waras. Lalu perhatiannya kembali pada jelita bertubuh tinggi ramping dengan aura cantik yang terpancar jelas. Seperti yang selalu Abra katakan, wanita itu merupakan jelmaan Aphrodite yang mampu membuat pria manapun luluh saat memandangnya dari atas ke bawah. Layaknya dewi dalam mitologi Yunani itu, sosoknya tampak tenang walau pendar keelokan selalu memayungi dirinya. Walau dagunya selalu terangkat, Abra dapat menilai, bahwa wanita itu bukanlah tipikal perempuan yang begitu mudah merendahkan perempuan lainnya.

Dan seperti keledai yang terlalu banyak makan dodol, otak Abra mendadak lengket dan tak mampu berpikir. Sial! Bukankah sudah seharusnya dari dulu ia menaruh curiga pada wanita setengah dewi itu? Bahkan saat pertama kali wanita itu berdiri di depan pintu kamar hotel? Seharusnya, dari caranya berdiri dan memperkenalkan diri, Abra sudah bisa menebak bahwa wanita itu adalah spesialis langkah.

Knock Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang