30. Suami (Sah)

63K 6.8K 493
                                    

Jangan melulu bicara cinta

Kadang bahagia pun tak bermula dari sana

Tenang-tenang saja, hidup ini indah

Dan di dunia, laki-laki tidak hanya dia

***

Seminggu berlalu setelah hari pernikahan itu selesai. Dan dalam waktu tujuh hari, Abra dan Eve sudah saling mencoba meredam ego masing-masing demi sebuah komitmen yang sudah mereka sepakati. Abra berubah kalem, sementara Eve lebih terlihat manusiawi dengan memposisikan Abra sebagai bagian baru dari hidupnya.

Dan apakah Abra bersyukur akan hal itu?

Tentu saja, iya. Bahkan Abra sempat bernazar akan mencukur habis rambutnya, tetapi buru-buru ia sadari, bahwa banyak wanita menjerit-jerit begitu Zayn Malik lewat di banding saat Vin Diesel yang memulai pawai.

Lalu apa yang membuat Zayn Malik dan Vin Diesel ikut terlibat? Jawabannya simple saja, Zayn Malik berambut, sementara Vin sudah lama tidak ditemani rambut. Kemudian Abra sadar, menjadi laki-laki keren tetap memerlukan rambut. Selain tunggul janggut mampu membuat wanita menjerit ketika para pria menaklukannya dengan mulut, fungsi rambut tak kalah penting, yaitu sebagai media pelampiasan.

Iya, pelampiasan.

Karena biasanya, para wanita akan bergerak gelisah. Dan saat mereka gelisah, mereka membutuhkan tempat yang dapat digapai dengan mudah untuk menggulirkan keresahannya. Dan salah satunya adalah menarik rambut.

Hohoho ... bukankah otak Abra begitu hebat sampai ia bisa berpikir sejauh itu? Tentu, ingatlah selalu, Abra ini spesies langka.

Lalu setelah menjadi menantu idaman dengan menetap di rumah orangtua Eve selama sepekan, akhirnya Abra memberanikan diri untuk memboyong istrinya menuju tempat tinggal sekaligus kantornya. Ruko tiga lantai yang dibeli Abra dua tahun lalu. Dengan niat suci ingin mulai membentuk kehidupan berdua layaknya suami istri yang siap menyongsong bahagia, Abra meneguhkan hatinya, ia pasti mampu.

Kemudian di sinilah mereka sekarang, berdiri pada lantai tertinggi di salah satu dari deretan ruko-ruko panjang yang berjajar di tepi jalan. Abra berdiri bersisian dengan sang istri, setelah melewati dua lantai dengan mengenakan tangga manual. Sebab kantornya, tidak semaju kantor istrinya. Jadi walau agak malu dengan keadaannya yang belum terlampau modern, Abra mencoba menekan rasa mindernya itu. Karena kalau hanya melulu soal kesetaraan, sampai Nia Ramadani terlihat jelek pun, pembahasan ini tidak akan menuju pangkal.

Abra menggaruk tengkuknya gugup saat mereka telah sampai di lantai tiga. Tempat di mana Abra biasa merebahkan diri setelah seharian penat dengan pekerjaan. "Kita sementara kok di sini," mula Abra gugup. Ia memutar kunci secara dramatis, beruntung tidak ada musik yang mengiringi kegiatannya. "Nanti setelah aku dapet rumahnya, kita langsung pindah kok. Aku cari yang langsung ada perabotnya, jadi kita nggak perlu repot-repot lagi nyari furniture-furniture segala. Kan kita berdua sibuk, kalau nunggu kita luang, pasti kita nggak pindah-pindah."

Evelyn mengulum senyum kecil, entah mengapa melihat Abra gugup begini, ia merasa seperti melihat adiknya tertangkap basah sedang berbuat salah. Dan itu terlihat menggemaskan. Apalagi di balut dengan tampang sok polos yang kini tengah Abra sodorkan di hadapannya. Sama sekali tidak cocok dengan imej yang selama ini Abra perlihatkan. Menepuk lengan Abra pelan, Eve memberanikan diri memberi ciuman kecil untuk suaminya. Kegiatan yang kontan membuat Abra membelalakkan mata karena terkejut. Tetapi Evelyn tidak ingin mengomentari perubahan mimik wajah itu, Abra pasti dengan senang hati membuatnya pusing mengenai hal-hal yang tak penting yang akan dikemukakannya.

Knock Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang