22. Menikahiku 'kan?

65.6K 7.5K 494
                                    

***

Kau adalah tokoh yang ingin kulukis
Sementara kita adalah cerita yang sudah kutulis
Melempar banyak pujian bermakna puitis
Aku berjalan melewati ribuan gerimis
Berharap cinta yang kuukir berbuah manis

Ah, rupanya aku yang sedang menangis

Karena kita ini perih yang aku anggap manis
Neraka yang kukhayal sebagai surga terlaris
Lalu kau dan aku adalah semesta yang sedang meringis

Jadi sayang
Kita hanya butuh akhir yang magis.
Untuk menuntaskan apa yang kita sebut krisis.

***

Dan Eve tidak memerlukan waktu lama sampai berita mengenai dirinya yang ingin menikah di dengar oleh para keluarganya yang lain. Bukti nyata dari tersebarnya berita itu secara baik adalah kedatangan Dylan. Bahkan dengan tak sopan, pria itu langsung masuk tanpa mengetuk. Sama sekali bukan gaya Dylan yang Evelyn kenal selama ini.

“Dylan?” Eve sudah bersiap untuk pulang ketika Dylan masuk dengan wajah masam. “Kenapa?” sebenarnya Eve tidak perlu bertanya. Cukup mengenal bagaimana Dylan, Eve sadar betul bahwa reaksi yang di bawa Dylan ke sini sudah sesuai dengan apa yang telah ia prediksi.

“Siapa dia?”

Evelyn menghentikan kegiatannya yang tengah merapikan meja.

“Pria yang kita temui di rumah sakit?”

Evelyn memilih bungkam. Dan ketidaksabaran Dylan terlihat dari tampangnya yang langsung mengeras ketika belum berhasil memperoleh jawaban apapun dari Evelyn.

“Permainan apa yang sedang kamu mainkan, Eve?”

Eve langsung tersentak. Ia tahu Dylan mengenalnya dengan sangat baik. Tetapi satu hal yang ia ketahui dari pria itu, Dylan tak akan berkata sefrontal itu walau mereka sedang berdua. Eve bisa melihat emosi Dylan tengah tidak stabil. Entah itu faktor keterkejutan semata atau lebih mengarah pada amarah yang tak terima. Yang jelas intinya adalah, Evelyn tidak akan berhasil lepas dari Dylan dengan selamat sebelum memberikan apa yang pria itu inginkan.

“Adakah yang harus aku tahu?”

Ponsel Evelyn yang berdering, menjeda sejenak konfrontasi Dylan. Eve langsung bereaksi begitu melihat nama yang memanggilnya. Tangannya segera bergerak meraih benda yang masih meraung meminta perhatian, lalu dengan ekor matanya, ia melihat saat Dylan mendekat.

“Laki-laki itu?”

Evelyn memilih mengabaikan kedua hal yang meminta perhatiannya. Ia tak jadi mengangkat ponsel. Dan ia juga masih belum mau menjawab segala pertanyaan Dylan. Menurut Evelyn ini terlalu cepat. Ia belum siap untuk dicerca sekarang. Tapi yang lebih penting daripada itu adalah, ia belum dapat memastikan, kegilaan ini akan bertahan sampai tahap mana.

Deringan ponsel kembali menyita perhatiannya. Dan nama Abra tertera di sana. Eve mendesah dalam hati, ia memang sudah memiliki janji dengan pria itu.

“Angkatlah, dan aku akan duduk.” Dylan menarik satu kursi di depan meja Evelyn. Lalu menjatuhkan pantatnya di kursi tersebut, namun matanya tak berhenti menyorot Eve.

Knock Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang