7. Bagian Yang Tak Disangka

61.5K 6.1K 156
                                    

*** 

"Ab, ada pergantian pimpinan cabang sementara selama Pak Heru pergi Umroh. Pegawai lo suruh ke sini deh, buat ngambil fotokopi KTP sama SKnya Plt. Soalnya nanti siang ada pengikatan kredit nih. Gue takut komparisi akta lo nggak sesuai pas di baca bos baru."

Abra menghela napas membaca sederet pesan yang dikirimkan oleh salah satu Administrasi Kredit di Bank Syariah. Pergantian pimpinan cabang suatu bank, memang kerap membuatnya pusing. Bukan hanya karena harus mengubah bagian depan dari isi aktanya, sederet perkenalan dan basa-basi dengan pimpinan yang baru pun harus Abra lakukan demi kelancaran kerjasama. Belum lagi membaca karakteristik dari sang pimpinan, sumpah, Abra benci komunikasi secara normal.

Tapi ya, demi menyambung hidup dengan bantuan kertas-kertas bermaterai, Abra harus melakukan hal tersebut.

"Ran!" Abra berteriak dari dalam kantornya, memanggil salah seorang pegawainya yang mejanya tak begitu jauh dari ruangan Abra. "Rani!"

Rani ini memang begitu, butuh kesabaran ekstra kalau harus memanggilnya. Padahal, kalau sedang tidak dibutuhkan, Rani akan bolak-balik mendatangi ruangannya.

"Ya, Allah Rani!"Abra benar-benar harus merelakan tenggorokannya sakit demi memanggil waniat muda tersebut. "Rani!"

"Iya, Pak, iya." Rani terburu-buru menyahut. Membuka pintu pun ia tergesa setelah mendengar gelegar suara Abra menjerit memanggilnya. "Maaf, Pak, tadi sambil ngidupin musik." Ucapnya kalem.

Dan Abra hanya memberi lirikan sadis saja pada gadis itu. "Ditunggu Diva tuh di kantornya, ambil fotokopi KTP sama SK penggantinya Pak Heru. Sekalian nanti mau ada akad tuh, minta sekalian aja materinya." Ujar Abra tanpa repot-repot melihat Rani.

"Lho, biasanya 'kan dikirim aja via e-mail, Pak?"

Oh, iya. Kok Abra bisa lupa ya?

Namun Abra buru-buru membuang ekspresi lupanya. Malas jika ketahuan bahwa ia sempat lupa. Sebab biasanya Abra sama sekali tak menolerir hal tersebut. "Ya, mana saya tau!" ia kembali di mode ketus. "Sibuk mungkin si Diva, nggak sempet ngirim. Udahlah sana, salah satu dari kalian ambil. Saya lagi pusing nih." Abra mengibaskan tangannya ke udara, mengusir Rani dari ruangannya.

Mendengus sedikit, dengan berani Rani memutar mata karena Abra sedang tak melihat ke arahnya. "Sibuk apa coba, orang dari tadi main hape doang," gerutunya pelan.

Namun Abra menanggkap gerutuan tersebut walau tidak secara jelas. "Apa kamu bilang?" liriknya kejam.

Dan Rani buru-buru menyematkan senyum. "Ih, nggak ada deh, Pak. Udah ya, Pak, saya suruh Ghani buat ngambil ke Mbak Diva." Pamitnya cepat-cepat.

Sepeninggal Rani, Abra mengempaskan punggugnya di sandaran kursi yang ia duduki. Tangannya kembali meraih ponsel, memerhatikan foto yang menjadi profil sebuah kontak WhatsApp. Rambut sebahu dibiarkan tergerai, senyum wanita itu sungguh menawan dengan sebelah lesung pipit di bagian kiri. Tersenyum cerah ke arah kamera.

Hah ...!

"Kok lo makin cakep sih, Al?" dengusnya merana. "Gue baper 'kan?" akunya jujur. "Alah, gini banget ya gue? Padahal pantang banget gue balikan sama mantan. Elo sih, tiba-tiba aja hadir pas gue lagi labil gini. Kan repot gue jadinya."

Abra tak menampik, pertemuannya dengan Alya beberapa hari yang lalu cukup membuatnya belingsatan. Apalagi setelah Alya tak keberatan bertukar kontak padanya. Dan menatap foto Alya semenjak kemarin, benar-benar membuat Abra pusing sendiri.

Setengah menimbang dalam hati, bagaimana kalau ia menyapa Alya terlebih dahulu. Tapi nanti bagaimana kalau ia semakin terbawa oleh perasaan dan meminta Alya kembali padanya? Toh, mereka sekarang sudah berada dalam tahap sempurna untuk memulai lagi merajut cinta.

Knock Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang