Malam itu, Eve memutuskan tidak pulang ke rumah. Berdalih lembur di kantor, Eve hanya menginginkan waktu sendiri dengan dunianya. Memikirkan satu atau dua hal terkait masa depannya yang entah seperti apa, Eve memijat keningnya. Pening sudah menemaninya sedari tadi dan ia juga sudah membaringkan tubuhnya di sofa yang berada di ruangannya sendiri.
Para karyawannya sudah keluar dari gedung ini sejak petang tadi. Mungkin ada beberapa yang masih bertahan untuk menyelesaikan pekerjaan, namun Eve sudah tak mengurusi mereka. Hidupnya sendiri sedang penuh gejolak.
Pintu ruangannya terbuka setelah ia mendengar beberapa kali ketukan. Eve tahu, kedua sekretarisnya juga belum pulang. Melirik pada jam di dinding, Eve menghela saat menyadari malam sudah semakin larut.
"Bu," Soraya—salah seorang sekretarisnya memanggil. "Sudah hampir jam Sembilan, nggak balik, Bu?"
Eve hanya menggeleng tanpa berniat mengubah posisinya. Bahkan salah satu lengannya sudah ia angkat dan letakkan di atas kening. Matanya memejam, berharap ketenangan yang ia butuhkan segera mengambil alih. Namun hingga beberapa menit berselang, ketenangan itu tak kunjung ia dapatkan.
Menyerah dalam upayanya mengabaikan keberadaan sang sekrtaris, Eve akhirnya buka suara. "Kamu lagi hamil, Ra. Jangan terlalu memaksakan diri buat lembur. Pekerjaan yang belum selesai sampai sore, kerjakan aja besok pagi." Ucap Eve pelan, sembari memberi nasihat pada Soraya. "Atau serahkan kerjaan sama Nana, biar dia lebih menguasai. Lagipula, saya belum mendapatkan pengganti kamu kalau kamu cuti nanti."
Soraya hanya tersenyum sembari mengangguk, walau ia tahu sang atasan tak melihatnya. Wanita yang tengah mengandung tujuh bulan tersebut, sudah bekerja di sini semenjak tiga tahun yang lalu. Dahulu, pertama kali ia bekerja di sini adalah berkat rekomendasi dari temannya. Namun, temannya itu kini sudah menikah dengan salah satu petinggi dari perusahaan ini. Hingga sekitar dua tahun yang lalu, Evelyn mencari orang untuk menggantikan posisi temannya tersebut. "Ini saya sama pulang, Bu. Nana juga udah siap-siap. Mau pamitan sama Ibu, sekalian ngingetin kalau besok, jadwal Ibu cukup luang."
"Iya, makasih." Eve menjawab cepat. Ia sedang tak membutuhkan basa-basi yang lebih dari ini lagi. Ia benar-benar ingin sendiri. "Kamu sama Nana, boleh pulang." Walau dengan nada yang sama sekali tak bertenaga, seharusnya Soraya paham betul bahwa hal itu sama dengan perintah.
Dan beruntung Soraya segera memahaminya. Buru-buru ia mengucapkan salam untuk berpamitan yang hanya ditanggapi Eve dengan gumaman.
Lalu, setelah keheningan kembali menemaninya, mata Evelyn terbuka. Ia tatap langit-langit kantornya tanpa minat. Keputusannya untuk membawa lelaki lain dalam kerumitan hidupnya, mungkin bukanlah keputusan yang bijak. Tetapi sangat pas untuk situasinya sekarang ini. Lagipula, sepertinya menikah tidak lagi terdengar mengerikan di telinganya. Dan Eve pun lelah, harus terus menerus dipandang orang dengan berbagai tatapan yang tak ia mengerti, hanya karena ia belum juga menikah.
Dan soal Abra ...
Paling tidak, Eve mengetahui bahwa pria itu sama sekali belum memiliki istri. Dan kekasih, Eve tahu, Abra juga sedang tidak terikat hubungan emosional dengan siapapun.
Abra adalah jenis laki-laki metropolitan yang menyukai hubungan badan. Laki-laki itu seperti tak tertarik untuk berhubungan jangka panjang dengan lawan jenis. Tipe laki-laki yang menyukai aktifitas ranjang daripada menjelajah kesenangan dengan berlibur dari satu tempat wisata ke tempat lainnya.
Lelaki yang seperti itu tidak akan terlalu sulit untuk di atur. Eve mengenal satu yang seperti itu di dalam keluarganya. Fabian—sepupunya yang lain, merupakan laki-laki sejenis itu sebelum pada akhirnya mendapat hidayah dari Tuhan. Dan tidak sulit mengendalikannya. Dulu, Eve bahkan sangat rutin berdebat segala hal dengan Fabian, penyelesaiannya memang alot, namun Eve selalu berhasil memenangkan perdebatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Knock Your Heart
ChickLitSebagian BAB berada dalam Mode Private *** Yang satu tengah mencari calon suami, sementara lainnya masih berlari mengejar yang tak pasti. Lalu mereka bertemu karena sebuah konspirasi. Jangan tanyakan bagaimana mereka jatuh cinta. Karena pernikahan...