32. Knock-knock Your Heart, Ab!

52.2K 6.6K 641
                                    

Kadang rembulan pun tak menemani malam

Kadang pelangi pun tak timbul diantara kelam

Dan kadang, kau dan aku tak bisa bertahan

Lalu segalanya hanya kan jadi membingungkan

Kemudian, pelan-pelan karam ...

***

Abra tidak jadi tidur siang. Dan keputusannya untuk melabrak Rani pun ia urungkan. Lagipula, kembali ke kantor dengan kepala berdenyut juga tidak akan membuatnya tenang. Jadi, Abra mencari pengalihan demi hatinya yang katakanlah kacau tak keruan. Mungkin menambah kadar alkohol dalam darahnya adalah pilihan yang tepat, sayangnya, setan dalam tubuh Abra sudah lama bertobat.

Menghubungi Wira untuk sekadar makan siang, Abra segera memarkirkan mobilnya begitu sampai pada tempat yang sudah mereka sepakati. Lalu mendapati Wira sedang duduk di area bebas merokok sambil melambaikan tangan dengan seringai menjijikkan yang terpatri di wajah perjaka yang tidak perjaka lagi itu.

Abra lantas mendengus, "Muka lo minta ditayamumin." Gerutu Abra asal. Lalu dalam hati berterima kasih pada temannya itu karena sudah memesankan makanan untuknya juga. Well, ikan bakar dengan bumbu saus padang, tentu adalah pilihan yang tepat dibanding soto ayam dan sejenisnya dalam situasi Abra yang begini.

"Dan mulut sampah lo, minta dirukiyah!" balas Wira tak peduli.

Mencibir, Abra mencuci tangan setelah meletakkan ponsel dan kunci mobilnya di atas meja. "Gue lagi nggak enak hati," akunya jujur.

"Udah ketebak dari muka lo yang nggak lebih buruk dari bekas sabun colek ibu-ibu."

Abra tak menanggapi, ia membuka botol air mineral dan langsung meneguknya hingga tandas setengah. Ngomong-ngomong, Abra lebih menyukai air mineral daripada segala macam minuman berwarna atau bersoda saat makan. "Kok bukan Le Minerale sih, Wir?" keluhnya begitu air tersebut sudah masuk tenggorokkan. "Gue kan butuh yang ada manis-manisnya gitu." Gerutunya sambil memandang sewot pada Wira yang sudah mulai memakan makan siangnya.

"Untung nggak gue pesenin air keras lo!" Wira bersunggut kesal. Sumpah, Abra ini memang tidak tahu diri. "Nggak usah sok manja deh, gue bukan Evelyn yang kalau lo manyun langsung nyodorin tetek." Wira membalasnya tak kalah sewot.

"Setan lo!" maki Abra kesal.

"Lo, Bapaknya!" Balas Wira cepat.

"Dasar begundal dedemit!" Abra menambah makian.

Dengan mulut yang terisi nasi, Wira pun tak mau kalah. "Lo simpenan Nyi Blorong!"

"Monyet!"

"Anjing!" Wira terkekeh setelah umpatan terakhirnya. Memilih menyudahi perang makian, Wira mengasihani wajah Abra yang terlihat benar-benar ingin meledak. "Minum air mineralnya sambil liatin foto bini lo, Ab. Biar ada manis-manisnya gitu." Goda Wira mengedipkan mata.

Sayang sekali Abra tak tak tergoda untuk merealisasikan omongan Wira. Sebab alih-alih membuka ponsel, Abra melipat tangan kirinya di atas meja dan mulai mencicipi makanannya. "Perasaan gue lagi nggak enak banget, Wir." Abra menyuapkan ikan tanpa nasi ke mulutnya. Kebiasaan Abra memang begitu, ia harus merasakan dulu bagaimana rasa daging ikannya, sebelum memutuskan apakah harus makan dengan mencocol sambal atau cukup begitu saja. "Beberapa saat yang lalu, gue ngerasa ada di satu titik di mana gue bisa kesetanan kayak orang gila tapi di saat bersamaan gue ngerasa lemes banget kayak abis sunat dulu."

Tidak merasa prihatin dengan apa yang dirasa Abra, Wira menanggapinya dengan tawa yang tak main-main. "Mungkin lo diare, nggak serasi makan nasi di piring orang kaya. Jadi bakteri-bakteri di perut lo pada demo."

Knock Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang