11. The Idiot Man

51.6K 6.3K 351
                                    

Abra mengangkat tinggi gelas cocktail di tangannya, bibirnya melengkungkan senyum sembari menyeringai geli menertawakan kesendiriannya malam ini. Telah memesan salah satu meja di bar yang menyediakan hiburan striptis paling terkenal di Ibukota, Abra harus menahan diri agar tak mengumpat ketika menyadari ia sudah berada di sini sendirian sejak hampir 90 menit yang lalu. Dan tanda-tanda kehadiran wanita itu tak juga terlihat.

"Seharusnya gue nggak usah sesemangat ini ngerjain dia," kekeh Abra sebelum memutuskan meneguk minumannya. Lalu meletakkan lagi ke atas meja dan berusaha fokus pada pertunjukkan yang sudah berlangsung sekitar setengah jam yang lalu.

Jika biasanya Abra akan sesekali bersiul ketika para penari mulai melucuti pakaian minim mereka yang tersisa, maka kali ini, Abra menatap panggung panjang tersebut tanpa minat. Bahkan ketika salah satu penari yang memang sudah Abra kenal, mengedipkan mata nakal padanya, Abra sama sekali tak bereaksi.

Sekilas pandangannya beralih pada ponsel hitam yang tak berkedip sejak ia meletakan benda itu. Setengah menahan diri untuk tak tergoda menyentuhnya, Abra kembali memfokuskan diri ke depan. Berlagak bahwa keberadaannya di sini adalah seperti malam-malam biasanya tanpa teman. Sedang meneguhkan hati, kalau setelah ini ia akan keluar dari tempat ini dengan seorang teman kencan yang sudah menjadi targetnya setelah memerhatikan beberapa saat.

Iya, biasanya Abra memang begitu.

Jika tak ada Wira yang menemani, ia hanya akan duduk santai sambil berusaha mengeluarkan segala pesonanya.

Iya, biasanya.

Tapi malam ini, Abra berbeda.

Walau ia tengah menyangkal habis-habisan, namun sesungguhnya ia memang sedang menanti kehadiran seseorang. Seorang yang telah ia kirimi alamat tempat ini lengkap dengan jam pertemuan keduanya. Seorang yang katakanlah, berhasil membuat Abra kesal sekaligus tak dapat menolaknya. Dan seseorang itulah yang kini berhasil membuat Abra sebal. Antara ingin mencekik ketika bertemu nanti, atau malau memerkosa wanita itu sampai mati.

Sial! Betapa Abra tak pernah mampu menebak apa yang dapat ia lakukan terhadap sesosok itu.

Perempuan bertubuh malaikat lengkap dengan paduan hasrat mencuat bagai godaan iblis yang mengajaknya tersesat. Dan entah bagaimana cara kerjanya, perempuan itu mampu membuat Abra berpikir waras sesaat, lalu akan kehilangan akal sehat sampai waktu yang tak ia tentukan.

Brengsek!

"Bego banget sih lo, Ab?" gerutunya pada diri sendiri setelah tak berhasil menahan keinginan untuk tak menyentuh ponselnya. "Awas lo ya, kalau banyak alasan, gue blokir nomor lo." Lanjut Abra menggerutu sambil menyambar ponselnya.

Membuka aplikasi pesan singkat di sana, Abra segera mengetik beberapa kata pada profil bergambar taman bunga sebagai fotonya. Cih! Sama sekali tak menarik!

Abra : kalau nggak bisa datang, seharusnya bisa kasih kabar.

Tulis Abra secepat mungkin, dan tanpa merevisi tanda baca atau kalimatnya lagi, pria tersebut langsung mengirimnya. Jeda satu menit hingga Abra masih meneruskan menatap layar ponsel. Dan sampai waktu itu pula, pesannya sama sekali belum di baca.

Hingga kemudian Abra mengumpat dan memilih menghubungi wanita itu langsung. Lalu suara operator yang terdengar membuat Abra setengah mati geram karenanya.

"Shit! Pakai nggak aktif pula!" Abra masih berusaha menenangkan diri, menatap datar ponsel yang kini ia genggam erat. Saat ponsel itu masih menyala, Abra melihat sudah lewat dari jam sebelas malam. Dan ia merasa sudah sangat tak tertarik berada di sini.

Knock Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang