"Jika memang takdir tak mengizinkan kita bersama, cukup jadikanlah aku sebagai kenangan terindah di hidupmu."
------------
Gladys mengerjapkan matanya berulang kali, kepalanya masih terasa berat. Kesadarannya berangsur-angsur pulih membuatnya mengernyit bingung melihat ruangan kamar yang sama sekali tidak di kenalinya. Gladys menggerakkan tangannya namun percumah kedua tangannya terikat di balik punggung dan kedua kakinya juga di ikat kencang. Ingin berteriak namun bibirnya di plester dengan lakban.
"Udah bangun?"
Gladys menegang saat melihat Ivan berdiri tak jauh dari tempatnya berada. Ivan berjalan mendekat dengan senyum di bibirnya, "Lama juga ya efek obatnya."
Gladys memejamkan mata menahan perih saat Ivan melepas lakban dari bibirnya.
"Gila lo! Lepasin gue!" teriak Gladys.
"Percumah teriak, kamar ini kedap suara." Ivan mengulurkan tangan mengusap lembut rambut Gladys, "Tenang nggak perlu panik, aku nggak bakalan ngelakuin apapun kok."
Gladys agak menghela nafas lega mendengar ucapan Ivan, namun tubuhnya kembali menegang saat melihat senyum licik di bibir cowok itu, "Asal kamu setuju tunangan sama aku."
"Gue udah bilang, gue pacaran sama lo juga karena kepaksa! Jangan harap gue mau jadi tunangan lo--" Gladys memejamkan mata saat Ivan mengangkat dagunya kasar.
"Coba ulang?" Ivan tersenyum lebar memperlihatkan ekspresi menyeramkan seperti psikopat di film yang sering Gladys tonton.
"Van l-lo kenapa?"
Ivan mendengus kasar, "Lo bilang kenapa? Ini semua karena lo! Seharusnya lo itu punya gue! Selamanya cuma gue yang ada di hati lo!"
Tubuh Gladys gemetaran saat Ivan menyusuri lekuk tubuhnya dengan jari telunjuk, "Atau lo memang harus pake cara kasar ya?"
"Plis Van, gue tau lo nggak sejahat itu." Gladys mulai terisak ketakutan saat Ivan kembali menutup lakban di bibirnya.
"Lo yang buat gue jadi jahat Glad! Selama ini lo kira gue nggak capek nungguin lo lihat keberadaan gue?! Gue cowok baik, semua orang muji gue, kenapa lo masih aja pilih berandalan itu?!"
Gladys hanya bisa memejamkan matanya dengan tubuh semakin gemetaran saat Ivan mencium pelan pahanya.
"Tadinya gue nggak mau ngelakuin ini sih, tapi kalau lo maksa gue bisa apa?" Ivan tersenyum smirk perlahan mulai membuka kancing kemeja seragamnya.
"Enjoy girl."
----
"BRENGSEK!" Given meninju keras helm di tangannya. Sudah hampir satu jam dia dan ketiga temannya mencari tempat yang mungkin di datangi Ivan dan Gladys. Mulai dari hotel, montel, atau apapun yang menjurus kesana. Nggak perlu berfikir susah, pasti Ivan memang menbawa Gladys ketempat seperti itu. Semua rencananya terlalu mudah di baca.
"Sabar, kalau lo emosi gini yang ada Gladys makin nggak ketemu."
Armand menepuk pelan pundak Given."Gimana gue sabar?! Kalau gue telat gimana?" Ucap Given lirih, mengusap wajah frustasi.
"Anjing lah si Ivan,Psikopat kali dia ya? Pake nama lo lagi."
Mendadak terdengar suara motor mendekat kearah mereka. Bukan hanya satu tapi sepuluh orang dengan motor besar yang sempat hitz beberapa tahun lalu tapi menjadi barang rongsok di tahun ini. Ada stiker yang memudar bertuliskan 'Fire Thunder' .
KAMU SEDANG MEMBACA
Why ? [ SUDAH DISERIESKAN]
Teen Fiction‼️SERIES WHY SUDAH TAYANG DI APP VIDIO ‼️ [PART MASIH LENGKAP] Kisah ini bukan tentang aku dan kamu yang dipersatukan dalam sebuah ikatan bernama "Cinta" Tetapi bagaimana dua insan belajar untuk saling melepas, merelakan,menjauh,dan pergi. Kisah ini...