Thirty Three

258K 16.7K 983
                                    

"Aku tidak butuh seseorang yang mirip denganmu. Aku hanya mau kamu, selamanya cuma kamu. Tidak ada yang lain. "

-Given Pratama-

-----

"Jangan cemberut gitu, gue ikhlas anterin lo pulang bukan karena mau modus. " Ivan terkekeh geli melihat Liana sejak tadi meliriknya curiga.

Karena Pak Sapri tak kunjung datang dan hujan masih saja deras,Liana terpaksa menerima tawaran ketua osisnya itu.Sejak tadi ia memilih diam memalingian pandangannya keluar jendela dan berlagak tidak mempedulikan Ivan yang mencuri pandang kearahnya.

Bilangnya nggak modus tapi matanya jelalatan. Batin Liana.

"Memangnya lo nggak punya pacar? Masa iya cewek secantik lo masih jomblo? " tanya Ivan.

"Katanya mau ngaterin karena ikhlas, kenapa lo tanya gitu? Jangan-jangan selain ketua osis lo itu ketua club biang gosip disekolah? "

Ivan tertawa lagi tatapannya berubah jahil. "Dasar nggak peka, itu tadi gue mau memastikan lo masih jomblo apa enggak. Siapa tahu gue ada peluang ngisi? "

Mendengar itu Liana membelalakkan mata menatap tajam Ivan yang sedang tersenyum manis padanya. "Nyetir dulu yang bener, jangan modusin gue! "

"Lampu merah, Lia. "

"Ya terus kenapa kalau lampu merah? Mau lampu ijo, kuning, tetep aja gue nggak suka dimodusin! " Liana memberengut kesal.

"Galak bener, " Ivan menggelengkan kepala. "Pantesan kok masih jomblo, pada lari semua takut jadi korban kekerasan rumah tangga-aduh! "

Ivan tersentak kaget karena Liana memukul lengannya cukup keras. "Diem lo! "

"Dasar aneh, " Ivan mendengus kembali fokus mengendarai mobilnya saat lampu lalulintas berubah hijau.

Seperti tadi Liana memilih diam berlagak sibuk memainkan ponselnya padahal tidak ada yang menarik selain membuka aplikasi sosial medianya. Liana jarang membuka pesan karena kebanyakan hanya berisi chat modus banyak lelaki yang ingin mendekatinya.

Liana memang cantik dan termasuk cewek populer disekolahnya dulu,dengan tubuh mungil dan wajah imut tidak heran jika banyak kaum adam tergila-gila padanya.

"Block berapa tadi? " tanya Ivan.

"Block M, rumah ketiga kiri jalan." jelas Liana dijawab anggukan mengerti oleh Ivan.

Ivan memarkirkan mobil didepan pagar rumah bercat abu-abu dengan pagar cukup tinggi membatasi halaman rumah. Rumah Liana terbilang cukup besar tidak sebesar rumah Gladys dan Given tetapi terlihat nyaman. Banyak tanaman hias dan beraneka macam bunga memperindah taman mini itu.

"Makasih tumpangannya, " Liana tersenyum tipis, tanpa menunggu jawaban Ivan ia langsung melesat keluar mobil.

Untungnya didaerah rumah Liana langit tidak begitu mendung berbeda dengan disekolahnya tadi, jalanan memang basah tapi hujan sudah berhenti meninggalkan harum khas yang membuat Liana ingin segera berbaring diranjangnya. Liana selalu menikmati harum setelah hujan berhenti, menurutnya hal itu bisa menenangkan perasaannya.

Ivan ikut keluar dari mobil menghadang langkah Liana. "Lia, besok gue jemput ya? "

"Enggak perlu,makasih." Liana menggeser pelan Ivan yang menghalangi jalannya. "Minggir, gue capek mau bersih-bersih terus istirahat. "

"Jawab oke dulu, baru gue pergi. Sekali doang apa salahnya? " Ivan menatap melas. "Sekali doang, oke? "

"Lo kenapa sih? Jomblo banget sampe maksa gue berangkat bareng lo? " Liana berdecak kesal. "Lagian gue berangkat bareng bokap. "

Why ? [ SUDAH DISERIESKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang