Thirty Two

275K 16.4K 1.4K
                                    

"Ajari aku cara merelakanmu, agar suatu saat nanti aku bisa tersenyum tulus melihat kamu bahagia bersamanya. "

------

"Nanti papa ada rapat,kamu minta jemput sopir aja ya? "

"Iya. "

"Jangan pulang sendirian, nanti biar papa langsung hubungin Pak Sapri--"

Liana berdecak kesal. "Tenang Pa, aku bukan anak kecil lagi. Tanpa sopir aku tetep bisa balik kerumah dengan selamat."

Billy tertawa dengan gemas mengacak rambut putrinya. "Yaudah sana masuk,sekolah yang bener jangan banyak melamun dikelas. "

"Beres! "Liana mengedipkan sebelah matanya.

Setelah mencium punggung tangan ayahnya, Liana membuka pintu mobil dengan santai melangkahkan kaki menuju koridor kelas. Tetapi langkahnya terhenti saat tak sengaja melihat sebuah motor ninja hitam melesat masuk ke arah parkiran. Liana meruntuk pada dirinya sendiri untuk segera pergi dari tempat itu,ia tahu jika terus berada disini justru akan menyakiti hatinya sendiri. Namun kenyataannya tubuhnya justru mematung ditempat dengan tatapan tak kunjung terlepas dari adegan dihadapannya.

Hatinya mencelos saat melihat sosok yang ada dihatinya justru tertawa bahagia bersama perempuan lain. Melihat bagaimana Given mengacak rambut Gladys membuatnya kembali teringat masa lalu. Dulu Given selalu melakukan hal itu padanya, tapi tidak untuk sekarang.

Semua telah usai dan menjadi seberkas kenangan yang mustahil untuk terulang kembali. Liana memejamkan mata berulang kali menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Ia sudah bertekad akan memulai semuanya dari awal, menghapus perasaannya sendiri.

Liana sadar seberapa sering ia menangis dan meratapi nasipnya, Given tidak akan pernah kembali. Hatinya mulai merasa jenuh dan lelah karena penantiannya tak kunjung membuahkan hasil, ia justru merasa bodoh jika terus menunggu harapan kosong yang tidak akan pernah tergapai.

Dengan susah payah Liana memaksakan kakinya kembali melangkah menjauh dari tempat itu. Mulai sekarang ia harus mulai belajar merelakan dan mengikhlaskan Given bahagia bersama perempuan lain.

"Lia! "

Panggilan itu membuat Liana menoleh dan melihat Sara melambaikan tangan padanya.

"Semangat banget, ada apa? "tanya Liana setelah berjalan mendekat dan berdiri disamping sahabat barunya.

"Lo lupa? Hari ini kan pengumuman anggota osis dan lo tahu? Kita berdua lolos! " Sara bertepuk tangan pelan.

"Beneran? " Liana membelalakkan mata tak percaya. "Kita berdua sekarang anggota osis? "

"Iya! " Sara mengangguk antusias beberapa detik kemudian jadi terbatuk-batuk sesak karena Liana memeluknya erat. "Uhuk, gue sesak bego! "

"Ups, " Liana melepaskan pelukannya. "Rapat pertamanya nanti pulang sekolah? "

"Katanya nanti dikabarin lagi, tunggu aja pengumumannya, " Sara menarik tangan Liana menuntunnya menuju kelas.

Liana memang mendaftar anggota osis bukan semata-mata ingin tenar, tapi ia ingin belajar tanggung jawab berorganisasi. Disisi lain tujuannya masuk osis adalah menyibukan diri, karena jika ia sibuk tidak akan ada waktu untuk galau yang tidak berguna. Liana memilih melakukan hal positive dibanding menangis dan meratapi nasipnya didalam kamar seorang diri dengan iringan lagu berlirik sendu.

Why ? [ SUDAH DISERIESKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang