Twenty Two

205K 17.5K 3.9K
                                    

"Bahagiamu bahagiaku juga. Dan aku berharap alasan bahagiamu adalah Aku."-GG

-----------

Bugh!


"Papa kecewa sama kamu!" Toni memukul keras wajah Ivan tanpa ampun.

"Sudah Pa, cukup!" Yunita meraih tubuh Ivan membantunya berdiri. Bekas luka akibat perbuatan Given dan Henry masih membekas dan bertambah parah karena pukulan Toni.

"Kamu juga sama saja! Kenapa kamu justru membela anak kamu? Dia sudah keterlaluan!"

"Aku bela dia karena Ivan nggak salah!"

Toni menatap Yunita tak percaya dengan apa yang baru saja istrinya katakan, "Kamu bilang apa?"

"Ini semua karena kamu! Kita bangkrut butuh uang dan cuma ini satu-satunya cara menyelamatkan keuangan keluarga kita!" Yunita memeluk erat Ivan, "Nungguin kamu kaya lagi mustahil!"

"Yunita!" Toni mengangkat tangan siap menampar istrinya.

Bukannya takut Yunita justru maju mendekat dengan tatapan menantang, "Apa?! Cepet pukul! Toh sebentar lagi aku bakalan mati kelaparan dan jadi gelandangan!"

Toni mengeraskan rahang menahan gejolak amarah dan kecewa mendengar istrinya sendiri berkata seperti itu.

Yunita menarik tubuh Ivan mendudukkannya di sofa, "Kerjaan kamu sudah bagus, kurang sedikit lagi saja. Masih ada lain waktu."

Toni menatap nanar istri dan putra tunggalnya. Perasaan bersalah karena tidak becus menjadi ayah semakin membebani hatinya.

"Mungkin papa memang nggak bisa membahagiakan kalian. Tapi tolong jangan hancurkan nama baik keluarga kita. Kita boleh miskin tapi jangan sampai harga diri kita di pandang sebelah mata oleh orang lain." Toni mengusap wajahnya kasar sebelum akhirnya melangkah menuju kamar. Hancur sudah semua yang dia miliki, harta, keluarga, bahkan kepercayaan atasan yang sangat dia hormatipun hancur berantakan.

Yunita mengintip sekilas kearah kamar, merasa aman wanita itu mendudukkan diri di depan Ivan, "Ivan, kita harus pakai rencana kedua. Mama nggak mau tau, putri Henry harus jadi mantu Mama. Ngerti kamu?"

Ivan terkekeh, "Tenang Ma, Ivan belum nyerah kok. Kemarin baru pemanasan aja."

Seulas senyum licik terukir di bibir mereka.

Tunggu gue Gladys Alfeira.

----

Gladys mulai membuka matanya saat mendengar suara tangis remang-remang di telinganya. Gladys mengerjapkan matanya sesaat sebelum akhirnya dapat melihat dengan lebih jelas. Gadis itu bernafas lega saat melihat kamar kesayangannya, jujur saja setelah kejadian kemarin membuatnya agak trauma dan takut jika harus bertemu lagi dengan Ivan.

Gladys mengalihkan pandangannya kearah Sonya yang terduduk di tepi ranjang, "Mama, kenapa?"

Sonya agak tersentak kaget mendengar suara Gladys, tangisnya semakin pecah saat melihat putrinya sudah terjaga dalam keadaan baik-baik saja. Mungkin jika sampai kemarin terjadi sesuatu pada Gladys, Sonya tidak akan pernah mengampuni dirinya sendiri.

Sonya meraih tubuh Gladys membawanya kedalam pelukan, "Maafin mama."

"Mama kenapa minta maaf? Mama nggak salah apapun sama Gladys." Gladys membalas pelukan hangat Sonya.

Why ? [ SUDAH DISERIESKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang