He Will Be Beside Me

370 42 0
                                    

"Ayo pergi, nona. Saya yang akan menyetir. " ucap Sai.

"Ta, tapi, ini mobil siapa? " jawab Ino terkejut.

Bagaimana tidak terkejut? Sebuah mobil berwarna perak abu-abu bermerk 'Lamborghini Veneno ' berhenti di depan pintu gerbang rumah Ino. Dan, yang lebih mengejutkan lagi, Sai lah yang mengendarai mobil itu. Tidak percaya, Ino mencubit pipinya sendiri.

'Auww.. Sakit. ' batinnya.

"Tentu saja ini mobil anda. Saya membelinya khusus untuk anda sebagai hadiah pertemuan pertama kita. " sahut Sai dengan senyum manisnya.

Tanpa menunggu lama lagi, Ino langsung memasuki mobil itu, lalu duduk di kursi penumpang sebelah Sai. Dia sangat terburu-buru, penasaran dengan kabar buruk yang ingin Sakura berikan.

"Ada apa, nona? Apa ada yang kau pikirkan? " tanya Sai.

"Kau tidak perlu tau. " jawab Ino sinis.

"Ayolah nona, kau harus bercerita padaku. Agar nona lega tentunya. "

"Sudah kubilang, KAU TIDAK PERLU TAU! "

"Dan, saya sudah bilang, bahwa nona tidak berhak untuk membentak saya." jawab Sai santai.

Ino mencoba untuk membantah Sai. Tapi, ia mengurungkan niatnya itu. Ino membuang mukanya, tidak ingin menatap wajah Sai yang tampan tapi menyebalkan itu.

"Terserah. Pokoknya itu bukan urusanmu. " ucap Ino.

Sai tetap tersenyum. Ia merasa bosan dengan keadaan yamg hening ini, jadi, ia menyalakan lagu yang berjudul 'Alone - Alan Walker- '

Ino melamun, tenggelam dalam pikirannya sambil melihat pemandangan di luar jendela mobilnya. Tiba-tiba, ia terlonjak kaget dan kembali menatap Sai dengan wajah memerah karena amarah.

"KAU MAU MEMBAWAKU KEMANA? " teriak Ino seketika.

"Tentu saja ke Rumah Sakit Tokyo. "

"TIDAK!! Ini bukan jalan yang biasa aku lewati!!. "

"Memang, sih. Tapi, nona, jalan utama macet sekali. Jadi, saya menggunakan jalan yang melewati perumahan kecil ini. "

"APA-APAAN KAMU? BERANI-BERANINYA!! hmpph.. "

Ino ingin melanjutkan kata-katanya, tapi jari telunjuk Sai sudah membungkam bibirnya. Sai membalas tatapan Ino dengan hangat. Lalu, muncullah semburat merah di pipi Ino.

"Sekali lagi, aku ingatkan. Nona tidak memiliki hak untuk membentak saya. "

"Hmpph. Arghh.. Baiklah, tapi jelaskan. Kenapa kita melewati perumahan kumuh ini? "

"Lihat saja. " jawab Sai.

Ino sangat kesal sekarang. Dia menyilangkan kedua tangannya dan menggembungkan pipinya.

'Jalan biasa saja sudah penuh dengan pengemis dan gelandangan. ' batin Ino.

Ino terdiam. Memperhatikan keadaan di sekitarnya.

'Kenapa dia mengajakku melewati jalan ini? '

Anak kecil bermain kejar-kejaran, dengan memakai baju compang camping. Orang tua yang saling berkumpul dan tertawa, dengan wajah kusam. Seorang petani yang baru pulang bekerja, disambut ceria oleh anak-anaknya. Digendong, dirangkul, bahkan dicium oleh anak-anaknya. Seorang anak kecil yang tubuhnya begitu kotor dan kurus terlihat sedang berjalan membawa sebuah potongan roti. Anak kecil itu, mendekati seekor anjing yang sedang merintih kesakitan. Dia berjongkok dan tersenyum. Lalu, memberikan roti itu kepadanya tanpa ragu.

"Mereka.. Terlihat bahagia. " sahut Ino.

Sai mengangguk. Dia tersenyum sekilas dan membiarkan Ino memandang peristiwa di sekitar mereka kembali.

Mereka semua langsung diam secara bersamaan ketika melihat mobil Ino melaju di depan mata mereka. Mata mereka berbinar-binar, sangat kagum dengan mobil cantik itu. Tapi, semua kebahagiaan itu sirna, saat mereka kembali melihat diri mereka sendiri.

"Wahh. Mobilnya keren sekali! "

"Iya, ya. Orang yang mengendarainya sangat beruntung karena dia menjadi orang kaya. "

"Iya, aku setuju. "

"Bayangkan saja, pakaian yang mewah, makanan yang selalu tersedia dan terjamin enaknya. "

"Belum pendidikannya yang tinggi, keluarganya, tempat tinggal yang sangat nyaman. Hahhh.. "

"Iya, coba dibandingkan dengan kita. Kita tidak ada apa-apanya. Haha. "

"Tapi, aku sangat bersyukur, kok. "

"Aku juga. Aku bersyukur dilahirkan ke dunia ini apa adanya. Hehehe"

"Aku juga bersyukur bisa hidup sampai sekarang ini. Bahagia bersama kalian semua. Hahahahaha. "

Mereka semua tertawa bersamaan. Keceriaan dan kebahagiaan di wajah mereka kembali lagi. Seolah beban di pundak mereka telah sirna semuanya. Ino yang bisa mendengar percakapan mereka tadi, hanya bisa menatap mereka dengan tatapan sendu seiring dengan dirinya yang perlahan-lahan meninggalkan perumahan kecil itu.

"Sai, mengapa kau membawaku ke sini? " tanya Ino.

"Sepertinya, nona sudah tau sendiri. Begini, nona itu adalah seorang gadis yang cantik, manis, dan kaya. Memang banyak sekali yang nona bisa lakukan dan dapatkan. Tapi, hanya satu yang nona tidak bisa beli memakai harta. "

"Kebahagiaan. " jawab Ino.

Sai mengangguk. Ia memandang Ino dengan tatapan yang dalam. Ino yang menatap Sai menggunakan ekor matanya itu hanya bisa merona. Ia sedikit tersadar dengan perbuatan buruk yang telah dilakukannya pada orang-orang di sekitarnya. Ino menunduk, merutuki segala prilakunya yang buruk. Menyadari itu, Sai ingin sekali menghibur Ino.

"Nona.." ucap Sai.

"Ya? " tanya Ino ketus.

"Nona membutuhkan seseorang untuk mendampingi hidup nona, kan? " lanjut Sai.

"Langsung saja ke intinya, Sai. "

"Hah.. Apalagi sebentar lagi orang tua nona akan pergi jauh. Nona butuh orang untuk mengurus hidup nona. Hidup nona akan berantakan kalau tidak ada yang mengurusnya. "

"Kau tidak usah sok tahu! Aku bisa hidup sendiri. Jangan.. " belum selesai Ino berbicara, Sai sudah memotongnya.

"Dengarkan dulu. Ehem.. Saya bersedia untuk mendampingi dan mengurus nona. " jawab Sai sambil tersenyum.

"Hah!? Apa? "

"Jadi, mohon kerja samanya. "

Ino merona. Dia benar-benar terkejut dan merasa sangat senang secara bersamaan. Sai akan ada terus di sampingnya.

'Tapi, kenapa aku merasa bahagia? ' batin Ino.

-Bersambung-

Thin Line ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang