Funeral Day in Vienna

201 25 11
                                    

Sambil ia menutup mata, aku mengeluarkan sesuatu dari tas yang aku bawa.

"Buka matamu. " pintaku.

"Ahh.. Wow. Kau memberikan ini untukku? Bagus sekali!! "

Aku tersenyum melihat wajahnya yang berubah ceria. Haha, aku tau seleranya. Dress ungu dengan kerah putih tanpa lengan. Bermotif polkadot putih yang terdapat pada bagian bawah dress ungu itu.

"Ke-kenapa? "

"Kau terlihat sedih, makanya aku memberikanmu ini sekarang. Tadinya aku mau memberi ini nanti, tapi yasudahlah. "

"Oh. "

"Hmm.. Selamat Ulang Tahun, sayang. "

Dia merona. Pipinya merah sekali. Tapi, wajahnya tetap saja dingin. Hahh, orang ini tidak dapat berubah dengan cepat ya. Setelah memberikan dress itu untuknya, aku duduk diam sambil menikmati kopi yang disajikan oleh pramugari. Aku memperhatikan dirinya menggunakan sudut mataku. Ia berdiri lalu pergi ke belakang pesawat. Apa yang akan dia lakukan?

"Tunggu di sini. " ucapnya.

"Aku tidak akan pergi, kok. Kalaupun pergi emang ada yang mau mencariku? " jawabku jail.

Dia menjawab dengan memutar bola matanya saja. 15 menit berlalu, ia keluar dari kamar mandi dengan menggunakan dress yg tadi aku berikan. Dandan pada wajahnya juga ia rombak sedikit. Rambutnya ia gerai dengan bando ungu yang menghiasi kepalanya.

"Kau terlihat cantik, Ino. "

"Hm. "

Dengan kasar dia mendudukan dirinya di kursinya sambil menatap kembali jendela pesawat.

INO'S POV

Aku senang sekali dia memujiku. Tapi, kalau wajahku terlihat senang, dia pasti mentertawakan aku. Makanya aku memasang wajah jutekku.

"Hei Ino, apakah kau senang? "

Ha? Kau menanyakan apakah aku senang? Tentu saja aku senang sekali. Aku bahagia.

"Hn. " aku mengangguk.

Perjalanan terasa begitu lama. Mataku terasa sangat mengantuk. Pelan-pelan kupejamkan mataku dan pergi ke alam bawah sadarku.

Aku sayang dirinya. Aku sangat mencintai Sai. Aku tidak ingin kita berpisah. Tapi, kau tau Sai? Hatiku masih sakit akibat kematian orang tuaku. Bagaimana ini? Aku sangat-sangat bingung. Apakah aku harus bahagia karena Sai? Atau sedih karena kedua orang tuaku? Memikirkan itu membuat kepalaku pening. Aku sangat bingung sekarang.

NORMAL POV

Sai memperhatikan wajah damai Ino saat ia tertidur. Dengkuran halus keluar dari bibirnya. Dengan perlahan, Sai membuka jaketnya dan memberikannya kepada Ino sebagai selimut. Setelah begitu, ia tersenyum.

15 jam kemudian

"Hoahhhmm.. Apakah masih jauh, Sai? "

"Sebentar lagi kita sampai. "

"Hn. " ucapnya sambil tertidur lagi.

'Kenapa perilakumu jadi seperti Sasuke yang menyebalkan itu, hah? Dasar. ' batin Sai.

"Untuk para penumpang All Nippon Airways harap mengencangkan sabuk pengaman karena kita akan mendarat sebentar lagi. "

Sai membangunkan Ino yang sedang tertidur pulas. Sekarang sudah jam 2 subuh. Kami telah sampai di Vienna dan bersiap untuk berangkat menuju makam kedua orang tua Ino.

"Ayo kita ke hotel. " ajak Sai.

"Hn. "

Mereka berdua berjalan keluar bandara dan memanggil taksi untuk mengantar mereka ke hotel terdekat.

30 menit berlalu, mereka telah sampai di hotel dan telah berganti pakaian.

"Ino, aku ambil dulu mobilku ya. "

"Silahkan. "

"Kau, jangan cemberut lagi, ya. " ucap Sai sambil mencubit pipi Ino.

"Iya, Sai.. Cepat ambil mobilmu, sana! " balas Ino.

Skip Time

Nyanyian sendu yang keluar dari tiap mulut orang memenuhi sekitar tempat penguburan. Tangisan dan teriakkan menyayat hati setiap orang yang mendengarnya.

"Hikss.. Papa, Mama.. Kenapa kalian pergi? Hikss.. "

"Kalian berjanji akan kembali lagi padaku dan membawa oleh-oleh mu.. Hikss. Hiks hiks.. Kalian sudah berjanji.. "

"Hiks.. Kalian jahat, meninggalkan aku.. Hiks.. Sendiri.. "

"Mama, Papa... Aku menyukai Sai, aku mencintainya.  Hiks, Ino sangat merindukan kalian. Hikss.. Aku mohon restu kalian.. Hiks.. Tapi, semua terlambat, kalian sudah pergiiii.. "

Gumaman-gumaman yang meluncur tepat dari lubuk hati Ino terdengar jelas oleh telinga Sai. Dengan perlahan, Sai merengkuh tubuh mungil Ino dan membawanya ke dalam pelukan.

GYUTT!!

"Menangislah, Ino. Menangis kalau itu satu-satunya cara agar kau merasa lega. Menangislah supaya bebanmu terlepas. " ucap Sai.

"Huaaaaaa!!! " tangisan Ino menggelegar seiring dengan peti kubur kedua orang tuanya tertimbun oleh tanah.

5 jam kemudian

Di sebuah ruangan yang sepi dan tertutup, Ino dan Sai sedang duduk berduaan menikmati es coklat dan es krimnya. Hening menyelimuti mereka berdua. Melihat mata Ino yang sudah seperti kehilangan harapan, Sai memilih lebih baik untuk diam.

"Sai, kau tau apa yang bisa membuatku bahagia detik ini? " kata Ino mengagetkan Sai.

"Apa itu, Ino? " tanya Sai.

"Aku ingin kau mengabulkan permohonanku. " jawab Ino.

"Apapun itu. Akan kulakukan. " balas Sai serius.

"Aku ingin kau pergi dan belikanku Mouawad 1001 Nights Diamonds Purse. Hari ini. "

"Tunggu.. Apa!? Itu adalah tas termahal yang pernah ada. Sangat langka dan sangat jauh untuk dibeli. Kau bercanda kan. "

Ino menggelengkan kepalanya dengan pelan tapi tegas.

"Ha.. Ha.. Jangan bercanda Ino. " kata Sai memastikan lagi.

"Tidak, aku serius. Kalau kau mau berkorban demi membuatku bahagia, aku akan menikah denganmu. " jawab Ino serius.

Sai menghela napas panjang. Lalu menggelengkan kepalanya.

"Baiklah, kalau itu keinginan egoismu yang membuatmu bahagia, aku akan melakukannya. "

Ino menyeringai. Dia merasa menang terhadap Sai.

"Aku akan pergi sekarang mencari tasmu itu. Aku akan kembali beberapa hari lagi. Kau aneh, Ino. Kau kembali seperti dulu lagi. Emosi mu susah ditebak. Tujuanmu juga susah untuk diketahui. "

"Hn. " jawab Ino.

Sambil mengambil tas gendong hitamnya, Sai meninggalkan Ini dengan meninggalkan sebuah kecupan di dahi Ino.

"Selamat tinggal, sayang. See you in a few days. "

-Bersambung-

Thin Line ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang