"Hei... Inooooo.... Gimana tadi kuliahmu? Apa pelajaran berikutnya? " Jeritan Sakura memecah kedamaian kantin.
Ahahaha.... Sebetulnya jeritan ini yang menemani hari-hariku... Yang suka membuat rindu bahkan Illfeel.
"Hai, Kura.... (Emangnya dia kura-kura apa), pelajaran berikutnya Ekonomika Makro," jawabku sambil menggeser tasku agar Sakura bisa duduk di sebelahku.
"Kalian sudah mau pulang? Atau masih ada mata kuliah yang lain? " kataku pada Naruto dan Sasuke.
"Sehabis ini aku masih ada kelas Hukum Indonesia dan Sosial Budaya Indonesia, " jawab Sasuke sambil makan kupat tahu kesukaannya.
"Aku juga masih ada satu kelas lagi Statistika dan Desain Eksperimen, " jawab Sakura sambil sibuk memperbaiki rambutnya yang sekarang mulai terlihat panjang.
"Kalau kamu, Uto? Langsung pulang?"
"Pulang mbahmu!!! Aku masih ada Algoritma dan Pemrograman 2 dan Struktur Data. " kata Naruto sambil makan mie ayam kesukaannya.
Sambil menunggu pelajaran berikutnya kami asik mengobrol sampai tiba-tiba aku melihat bayangan seseorang....
"Ah... Punggung itu... Seperti milik Sai, " kataku dalam hati.
"Nong.. Inong... Woiii sadar!!! Tar kesambet lu, " kata Naruto sambil melambaikan tangan depan wajahku.
"Ha... Paan sih lu... Ngerusak suasana aja!"
"Lah, elo ngeliatin apa? "
Aku tidak menjawab hanya mengalihkan pandangan pada obyek yang terlihat di mataku barusan...
"Wait.... Tadi dia ada di sana? "
"Siapa?" kata Sasuke.
"Sai, " jawabku.
Satu kata itu berhasil membuat mulut Sakura terbuka lebar.
"Woi... Ga usah sampe segitunya kali, " kata Sasuke sambil menepuk puncak kepala Sakura.
Ahh... So sweet.... Membuat aku rindu Saiku....
"Kamu ga lagi ngelindur kan? " tanya Sasuke.
Aku hanya mengangkat bahuku.
"Sudah-sudah... Yuk... Sebentar lagi pelajaran mau dimulai, " kata Naruto mengingatkan.
"Nong... Jangan banyak melamun ya... Ingat kamu tidak sendirian, " kata Naruto sambil mengacak rambutku.
Lalu kami beranjak meninggalkan pojok kantin kesayangan kami untuk melanjutkan mata kuliah berikutnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Thin Line ( Completed )
RomansaIno menyadari bahwa Sai mencintai dirinya. Dan dia pun mencintai Sai. Tapi, sayangnya, jarak antara cinta dan waktu kepergian Sai begitu tipis. Setipis garis. Semua itu telah sirna hanya dalam sekejap mata. Terasa begitu cepat, bagaikan sebuah mimpi...