Aku sedang duduk termenung diatas meja belajar dengan keadaan jendela yang tak ku tutup. Angin yang masuk dari jendela seolah mengajakku keluar dari kamar agar tak penat dengan tugas-tugas yang setiap hari menumpuk tak pernah selesai dikerjakan.
Aku sedang memegang buku yang kamu beri beberapa hari lalu, sampul warna biru langit menambah kesan sebuah harapan yang baru. Aku membayangkan hal baik dari setiap lembarnya, dan menulisnya perlahan sampai akhir halaman. Semoga saja akhir halaman bukan hal yang mengecewakan. Amin-- aku berdoa dalam hati. Entahlah, sudah berapa kali aku berdoa dengan doa yang selalu sama.
Aku mengambil bollpoint biru dari saku kemejaku, aku memang selalu membawanya agar aku tak lupa terakhir meletakannya. Bukankah lebih baik menjaganya lebih dahulu daripada hilang kemudian hari?
Seperti ada suara dari kedua benda yang tak asing; Buku dan Bollpoint biru. Mungkin mereka sudah tak sabar ingin menulis hal-hal indah. Tapi mana mungkin, aku bukan penulis romantis novel cinta remaja masa kini.
Tanganku mulai tak mau berkompromi dengan pikiranku sendiri, sepertinya tanganku sudah muak dengan rasa takut yang ada dalam pikiran. Yasudah, tulis saja. -pikiranku- mengalah.
Buku yang sedari tadi hanya ku amati seperti benda asing, kini mulai tertulis cerita-cerita kita tadi pagi. Tentang awal dari pagi yang mengukir senyummu, sampai pipimu merekah merah muda ditambah dengan mata kecilmu menggoda.
Hey nona, harus apa dan bagaimana agar aku bisa memiliki senyumu sepenuhnya?
Lalu tanpa sadar, halaman yang menceritakan tentang dirimu berubah menjadi sebuah ukiran senyum.
2 Mei 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentangmu; Masalalu Yang Tak Pernah Usai.
ŞiirTentangmu, masalalu yang tak pernah usai.