CH 3

6.4K 266 12
                                    

"Langit dan bumi nggak akan pernah menyatu walaupun saling menatap dan saling mencinta." 

[]

MALAM harinya, Atha tak bisa tidur. Ia sudah berguling-guling di kasur selama setengah jam, mencoba membaca buku pelajaran fisika dan ensiklopedia, bahkan sampai mencari obat-obatan untuk menidurkannya, tapi semuanya tak ada yang membuahkan hasil.

Karena kesal dan ia kelelahan, sebuah ide yang sangat buruk tiba-tiba muncul di otaknya. Ia turun dari kasur dan mengambil uang tabungannya di dalam laci meja, kemudian memakai jaket dan mengendap-endap keluar rumah. Untungnya berhasil.  

Dengan langkah pasti dan tekad yang kuat, gadis itu berjalan menyusuri lorong-lorong gelap sampai akhirnya ia tiba di sebuah bar. Ya, dia memilih untuk meminum alkohol malam ini, tak peduli dengan masalah yang mungkin akan menimpanya.

Atha membuka pintu bar, kemudian langsung memesan segelas vodka. Bartender yang ada di depannya sempat heran karena baru pertama kali ini ia melihat seorang gadis SMA mengunjungi bar itu. Paling-paling, hanya anak lelaki seumurannya yang punya banyak masalah yang pernah kesini. Atha adalah gadis remaja pertama yang dilihatnya.

"Kau baik-baik saja?" tanya Rover, si Bartender.

"Gue mau vodka. Pastiin gelasnya penuh." Atha meletakkan kepalanya diatas meja, meratapi nasibnya.

"Kamu yakin? Kamu masih muda dan jalan hidupmu masih panjang." Rover masih menunggu Atha berubah pikiran, karena ia juga punya seorang anak perempuan yang sebaya dengan gadis didepannya. Ia tidak mau merusak masa depan anak seseorang.

"Buruan, gausah banyak bacot." ujar Atha kejam. Bartender itu terpaksa menurut.

"Jangan menyesal." Rover menyodorkan segelas penuh berisi vodka yang langsung diminum dengan cepat oleh Atha.

Lagi, lagi, lagi, dan lagi. Atha masih tak puas. Hingga entah gelas keberapa, uang miliknya pun habis sudah. Gadis itu melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 2 dini hari. Atha berjalan dengan sempoyongan, hendak pulang ke rumah. Setidaknya, kesadarannya sudah hampir hilang.

Rover memperhatikan gadis itu dengan prihatin. Ia penasaran, masalah apa yang menimpanya hingga gadis itu berani kesini. Pasti bukan masalah yang ringan.

Atha berjalan menyusuri lorong-lorong gelap tadi sambil tangannya berpegangan pada tembok di sisinya. Berapa gelas penuh yang sudah ia minum? 10? 15? Atau malah 30? Tapi gadis itu tidak peduli. Pikirannya sekarang kosong, dan ia merasa bahwa ia sedang melayang. Semua bebannya bisa menghilang sesaat.

Begitu keluar dari lorong, cahaya lampu jalan di seberang membuat mata gadis itu terasa sakit. Ia tidak menyadari bahwa ada orang dari sebelah kanannya.

BRUK!

Atha terjatuh, begitu juga dengan orang yang ditabraknya. Gadis itu memegangi kepalanya yang terasa pusing luar biasa, kemudian berusaha bangkit. Ia tak ingin mempedulikan orang yang ditabraknya, tapi orang itu malah membuat Atha terdiam.

"Atha?" Tanya laki-laki itu tak percaya. "Lo... mabok?"

"Ck." Atha menggeleng pelan, hendak pergi meninggalkan Devan yang berdiri disana dengan muka panik.

"Tha, lo mabok sumpah. Mau gue anterin?" tawar lelaki itu. Tapi Atha malah menonjok pipi Devan, yang menyebabkan ia lengah sebentar. Atha memanfaatkan waktu itu untuk berusaha berlari, tapi baru beberapa langkah, ia terjatuh.

Devan langsung menghampiri Atha dan merangkulkan tangan Atha di lehernya. Tak punya pilihan, lelaki itu membawa Atha ke rumah Rafa, sahabatnya. Ia tak akan mengambil resiko membawa Atha ke rumah dirinya.

Devan memanggil Rafa dari luar. Sedetik kemudian, Rafa datang dengan raut muka yang tak terlihat lelah sama sekali karena habis bermain PS.

"Tolongin gue," Devan memelas pada sahabatnya. Rafa akhirnya sadar, bahwa sahabatnya itu membawa seseorang yang kesadarannya sudah hilang. Rafa buru-buru membuka pagar dan mempersilakan Devan membawa Atha ke kamar Shelly, kakak perempuan Rafa yang sedang kuliah di luar kota.

"Bisa-bisanya lo ketemu dia, gimana?" Tanya Rafa heran. Devan tak menggubrisnya. Ia langsung pergi mencari kain dan sebaskom air untuk mengompres Atha yang badannya sudah terasa panas. Menurut dugaannya, Atha baru sekali itu meminum alkohol.

"Van, jawab gue." Rafa kembali meminta jawaban, melihat wajah Devan yang sangat khawatir. "Lo suka, sama dia?"

Devan terdiam mendengarnya. Ia menatap Atha yang matanya terpejam dengan kompresan di dahinya dan bau alkohol yang menyeruak.

"Iya."

"Van, lo ngga waras apa gimana? Dia bad girl banget! Lo ketua OSIS, Van! Seluruh penjuru sekolah nggak bakal setuju kalo lo sama dia! Ibarat langit dan bumi, tau nggak?" bentak Rafa.

"Gue tau. Tapi sejak ngeliat dia buat yang pertama kali, gue ngerasa punya kesamaan sama dia. Masalah gue sama dia, bisa gue pastiin sama." Devan tetap tenang sambil memperhatikan Atha, siapa tahu dia terbangun.

"Trus mentang-mentang masalah kalian sama, mentang-mentang kalian anak broken home, lo jadi naksir sama dia, gitu? Mikir, Van. Mikir!" Rafa masih tidak mau berhenti.

Rafa tahu, Atha memang dekat dengan Dhira, perempuan yang disukainya. Tapi dia benar-benar membenci Atha karena perilakunya yang tidak seperti perempuan. Lihatlah, malam-malam keluyuran dan bau alkohol. Rafa tidak akan pernah suka dengan orang yang meminum benda haram itu.

Dan Rafa tidak ingin Atha menjerumuskan sahabat masa kecilnya, Devan, kedalam jurang kenakalan miliknya.

"Mending lo pergi," usir Devan. Rafa menatap sahabatnya tak percaya, kemudian berbalik.

"Jangan nyesel. Inget, langit dan bumi nggak akan pernah menyatu walaupun saling menatap dan saling mencinta." Setelah mengatakan itu, Rafa akhirnya pergi.

Devan menunduk, menyerap kata-kata yang dilontarkan Rafa sebelum pergi.

Langit dan bumi...

Sejak pertama kali dia mendengar tentang Atha, memandang Atha dari jauh, melihat raut keputus asaan yang ada dalam dirinya, Devan sudah jatuh. Sang Langit benar-benar jatuh cinta pada Bumi, sampai-sampai dia tidak pernah mengatakannya pada siapapun.

Memperhatikan Atha itu kebiasaannya, mencintai Atha semampunya itu kewajibannya. Namun malam ini, ia sungguh tak habis pikir dengan jalan pikiran adik kelasnya itu. Devan ingin Atha menceritakan segalanya, sehingga mereka berdua bisa bahu-membahu agar keluar dari masalah mereka. Tapi sepertinya, keadaan Atha lebih parah darinya.

"Cepet sadar, ya... Tha." Devan mengusap pipi Atha pelan, kemudian pergi dan menutup pintunya.[]

Minggu, 4 Juni 2017
11.33 WIB

a/n : ngghh.... agak... gmn gitu. itu kek kecepeten gitu ya ngga si? ah, iya. btw halo gaes~ ini gw baru selese ujiaan hehe. lama ya. minggu minggu penuh penderitaan wkwk. susah bgt soalnyaaa anjay. berasa pngen gw bakar ae. telat sii, tp selamat puasa bagi yg menjalankan!! gw jg puasa kok wkwk. yg kuat yaaa! vote+comment pliss.

-fea

LANGIT dan BUMI ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang