CH 6

4.5K 194 40
                                    

[]

"THA? Lo kenap—"

"Kak." Atha tak mengalihkan pandangannya dari dua insan yang sedang berbincang dengan seru di seberang sana. "Ilsya siapa sih?"

Dhira terdiam, kemudian ikut menatap Devan dan Ilsya yang sedang asyik mengobrol. Dan tertawa bersama.

"Oke. Gue jelasin panjang lebar ya." Dhira mengalihkan pandangannya pada Atha, tapi gadis itu masih saja menatap Devan dan Ilsya.

"Ya."

"Ilsya Avrilliana. Lahir di Tangerang, 27 April—"

"Gue nggak mau tau dia lahir dimana dan kapan. Gue mau tau, dia siapa?" Atha menatap Dhira datar. Dhira hanya tertawa pelan.

"Oke-oke. Gue ulangin."

Atha sudah memandang Devan dan Ilsya lagi yang masih belum berhenti mengobrol.

"Ilsya Avrilliana. Anggota OSIS dari kelas XII-C, menjabat sebagai bendahara." Jelas Dhira. Atha hanya mengangguk-angguk.

"Trus dia punya hubungan apa sama Ketos?" Tanya Atha.

"Setau gue cuma temen doang, kok. Dan, hubungan antar Ketua OSIS dan bendahara lah." Jawab Dhira.

"Oh." Atha membuang bungkus es tehnya yang sudah lama habis ke tempat sampah di dekatnya. Saat itulah, Devan melihat Atha yang memakai hoodie biru.

"Sya, gue duluan ya." Devan berjalan mendahului Ilsya, hendak menyebrang lapangan untuk menghampiri Atha diseberang sana.

"Mau kemana?" Tanya Ilsya.

Devan tak menjawab. Ilsya otomatis mengikuti arah langkah Devan dan menemukan Atha yang masih ada disana bersama Dhira. Ilsya tersenyum tipis, entah apa arti senyumnya itu.

Hmm... bener, ternyata. Ilsya memutuskan untuk masuk saja ke kelasnya.

Atha yang masih memperhatikan Devan dan Ilsya akhirnya sadar bahwa Devan sedang menuju ke arahnya. Atha merutuk dirinya dalam hati. Padahal, tadi ia bertanya-tanya tentang hubungan Devan dan Ilsya, tapi giliran Devan menuju kearahnya, rasanya ia ingin pergi saja.

"Eh, disamperin Devan, tuh." Dhira melirik Atha yang seperti ingin kabur. "Hai, Van."

"Hai, Ra." Devan membalas sapaan Dhira yang tak lain adalah sepupunya.

"Tha, gue ke kelas ya! Bye!" Dhira melambaikan tangannya dan buru-buru lari sebelum Atha sempat menariknya untuk tetap disana.

"Sialan, lo, Kak!" Atha berdiri, hendak menyusul Dhira. Tapi ia mengurungkan niatnya saat melihat Dhira sudah berkumpul bersama teman-temannya.

"Hai, Tha." Sapa Devan. Atha diam, tidak menjawabnya. "Lo dah mendingan, kan?"

"Dah." Jawab Atha singkat.

"Lo bolos lagi, apa gimana?" Tanya Devan heran melihat Atha yang ada diluar.

"Tadi diusir." Jawab Atha. Ia akhirnya merilekskan tubuhnya, menyadari bahwa Devan tidak akan menggigitnya.

"Loh, kok bisa? Lo ngapain emang?"

"Gue tidur." Atha menjawab pertanyaan Devan dengan nada datar sambil memandang kearah Ilsya yang keluar dari kelas untuk membuang sampah dan masuk lagi.

"Lo tidur jam berapa tadi malem?"

"Jam 12, sih. Tapi kan pelajaran sejarah ya gue tetep ngantuk." Jawab Atha, panjang.

"Ohh, kenapa nggak bangun sampe pagi aja?" pertanyaan Devan membuat Atha menaikkan alisnya dan menatap kearah ketua OSIS di sebelahnya itu.

"Gaada anime buat di-streaming." Jawab gadis itu bingung. "Lagian ngapain coba, ga tidur. Bisa dimarahin bokap kalo gue nggak sekolah,"

"Siapa tau lo tiba-tiba mendadak berubah jadi kelelawar, gitu," Devan terlihat ingin tertawa, tetapi Atha masih bingung dengan lelucon yang sedang Devan coba buat.

"Maksudnya?" Tanya Atha.

"Nokturnal gitu kan, malemnya bangun. Hahaha,"

Krik... krik...

"Oh." Atha menggelengkan kepalanya, heran dengan Devan yang membuat lelucon tergaring seumur hidupnya. Dia niat atau tidak, sih?

Devan terdiam. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, bingung dengan suasana yang berubah canggung.

"Ng... yaudah. Gue balik dulu ke kelas ya. Dah mau masuk," Devan berdiri, memecah keheningan sambil melirik jam tangannya. "Bye."

"Hmmm," Atha hanya bersandar pada tembok dan menatap lurus ke depan. Begitu Devan benar-benar sudah menghilang dari pandangannya, Atha menunduk dan sedikit tersenyum.

Senyum yang sangat langka. Sejak ia mengerti bahwa keluarganya sudah diambang kehancuran, rasanya ia sudah tidak pernah menyunggingkan senyumnya lagi. Bisa-bisa senyum Atha dilestarikan di Kebun Senyuman, lagi.

Atha diam-diam salut dengan Devan. Semangat laki-laki itu untuk membuat Atha tersenyum sangatlah besar. Betapa ia tidak pernah menyerah mendekati Atha meskipun gadis itu tak pernah mengacuhkannya.

Sedetik kemudian, ia teringat akan Ilsya. Gadis itu bisa tertawa dengan riang nya di sebelah Devan, bersama Devan, berbicara dengan Devan penuh candaan.

Eh, tunggu. Apa barusan ia merasa iri dengan Devan dan Ilsya?[]

Minggu, 9 Juli 2017
13.57 WIB

a/n : haii gays. eh, maksud gw, guys. Wk. gmn tuh? gaje bgt anjay sumpah *monolog*. Btw gw bikin cerita lg di draft:( jd bnyk bgt cerita w, fak:( tp yasudahlahya. see you in the next chapter~!

-fea

LANGIT dan BUMI ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang