CH 5

4.9K 204 2
                                    

[]

HARI ini Atha masuk dan berniat untuk mengikuti pelajaran dengan benar. Ia tidak ingin bertemu Devan lagi, atau dipedulikan olehnya lagi. Cukup sudah kemarin perhatian Devan diterima olehnya.

Yah, benar sih dia mau ikut pelajaran. Tetapi caranya salah. Atha selama pelajaran hanya meletakkan kepalanya diatas meja dan bahkan tertidur saat pelajaran sejarah. Karena ia duduk sendirian di bangku pojok kiri belakang kelas, tidak ada yang memperhatikannya.

Oh, kecuali guru sejarah.

"Itu... siapa itu dibelakang?" Tanya pak Budi yang sudah berumur sambil membetulkan letak kacamatanya.

"Atha, Pak." Jawab Farrel, ketua kelas yang kebetulan duduk di depan meja guru.

"Atha siapa ya? Bukannya yang disana itu cewek?" Pak Budi berjalan mendekati meja Atha. "Ooh... anak ini."

Seisi kelas memperhatikan apa yang akan terjadi selanjutnya, karena, walaupun sudah berumur, Pak Budi masih bisa marah dan sampai teriak-teriak sambil menggebrak meja. Kekuatan orang zaman dahulu memang luar biasa.

"Ehem." Pak Budi berdeham sekali, berharap ia tidak perlu marah-marah hari ini. Tapi, Atha tak kunjung bangun. Kalau ia sudah tertidur, akan susah sekali membangunkannya.

"Atha." Panggil pak Budi pelan. Tak ada respon dari gadis itu. "Atha Rafaditya."

Pak Budi mengeraskan suaranya, tapi Atha hanya menggeliat pelan dan malah makin terlelap. Beberapa murid dikelas itu berusaha menahan tawa, tidak ingin ikut kena marah oleh Pak Budi juga.

Guru sejarah itu terdiam. Beliau menarik nafas panjang untuk berteriak dan mengangkat tangannya.

BRAK!

"ATHA RAFADITYA!"

Bersamaan dengan gebrakan meja, Pak Budi akhirnya tak tahan lagi. Atha sudah sering sekali membolos di mata pelajaran yang ia ajar. Dan hari ini, saat gadis itu masuk, beliau sebenarnya senang sekali. Tapi siapa sangka kalau gadis itu ternyata malah enak-enak bermimpi.

Atha terbangun seketika. Ia menatap Pak Budi dengan mata yang masih mengantuk. Pak Budi membalasnya dengan tajam.

"Kamu mau belajar, apa mau tidur?" Tanya guru sejarah itu serius. Atha menguap, merenggangkan otot-ototnya.

"Saya nggak tahu mau yang mana, Pak." Jawab Atha santai. Sontak, beberapa tawa cekikikan tedengar di kelas itu.

"Saya sudah senang kamu masuk hari ini. Saya kira kamu nggak mau bolos lagi dan akhirnya sadar kalau belajar itu penting buat masa depan kamu. Tapi ternyata, saya salah." Pak Budi menatap Atha prihatin sekaligus kecewa.

"Makanya jangan berharap lebih sama saya, Pak. Saya tuh nggak bisa diharepin," Atha malah membuat keadaan kelas semakin riuh. Ia sudah bersiap-siap pergi dari kelas karena pasti akan diusir.

"ATHA RAFADITYA, KELUAR!" Atha mengendikkan kedua bahunya, sudah menduga hal itu akan terjadi. "DIAM KALIAN!"

Kelas Atha langsung terdiam begitu mendengar teriakan Pak Budi. Pelajaran pun dilanjutkan dengan normal, seakan-akan kejadian tadi tidak pernah terjadi dan tidak pernah ada murid bernama Atha Rafaditya dikelas itu.

Begitu Atha keluar kelas, diluar sedang ramai dengan murid-murid kelas 12. Atha berdecak pelan. Ah, sialan. Kenapa jam sejarah harus pas kelas dua belas istirahat sih? Gadis itu memasukkan tangannya ke saku hoodie biru yang ia pakai.

Atha mengedarkan pandangannya ke seluruh anak kelas 12 yang ada di lapangan, di kantin, dan di koridor. Berharap tidak ada Devan diantaranya. Setelah memastikan Ketua OSIS itu tidak ada disekitarnya, Atha menghembuskan nafas pelan dan duduk di kursi yang ada di sampingnya.

Tiba-tiba saja, seorang perempuan mendekati Atha. Tampaknya, ia ingin mengatakan sesuatu pada gadis itu, dapat Atha lihat dari matanya yang menyiratkan rasa penasaran dan ingin tahu.

"Ilsya!" gadis yang mendekati Atha itu menoleh kearah sumber suara.

"Apa?" Tanya Ilsya.

"Ngapain sih lo ke koridor kelas 11? Sini gih!" Atha bisa melihat teman gadis yang ada didepannya itu berusaha menjauhkan sahabatnya dari dirinya.

Ilsya menatap Atha sebentar, kemudian ia akhirnya berbalik dan berjalan dengan santai kearah teman-temannya. Merekapun pergi.

Itu siapa sih? Batin Atha penasaran. Baru kali itu ada yang mendekatinya, kecuali tentu saja Dhira dan Devan.

Mengingat Dhira, Atha meraih HP nya yang ada di saku rok dan langsung memanggil Dhira, menyuruhnya untuk menemani Atha disana. Toh, istirahat kelas 12 masih agak lama.

Tak perlu menunggu lama, Dhira akhirnya datang dengan membawa sebungkus es teh plastik dan menyodorkannya pada Atha. Setelah duduk disamping adik kelas yang sudah ia anggap sebagai adik sendiri itu, ia menangkap mata Atha sedang menatap sesuatu, lurus kedepan. Lebih tepatnya, menatap seseorang.

Dhira menyusuri pandangan Atha.

Oh, atau tepatnya dua orang yang sedang berbincang di koridor seberang.

Devan dan Ilsya.[]

Minggu, 25 Juni 2017
16.05 WIB

a/n : yoo halo gaes:3 gmn chapternya? hohohoho, pho dataanggg~ pasti la ada pho nya. masa ngga. btw, minal aidzin wal faidzin yee! maapkan segala kesalahan gw, yg apdetnya lama lah, yg chapternya gaje lah, dll. pokoknya maafin gw ya! luv yu gaes~! >.<

-fea

LANGIT dan BUMI ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang