CH 20

3.3K 157 7
                                    

[]

SEMUA siswa SMA Venus kini harus kembali ke bis untuk melakukan perjalanan pulang. Atha yang masih gengsi kalau harus bersama Devan sudah masuk dan duduk di kursi bus nya sejak tadi, bersandar pada jendela sambil memejamkan mata. Earphone putih terpasang di telinganya dengan ujung kabel menancap di HP nya, tetapi bukannya mengeraskan volume musik, Atha malah mengecilkannya.

Tak lama, Atha merasa seseorang duduk di sebelahnya. Sudah pasti itu Devan. Tapi gadis itu diam saja, tidak bergerak sama sekali. Ia mengakui bahwa dirinya kelelahan. Jelas saja. Lelah fisik, dan lelah hati dengan kebimbangan perasaannya sendiri.

Sementara itu, Devan memandang Atha di tempatnya dengan penuh arti. Cowok itu mencoba menghubungkan segala hal yang terjadi selama darmawisata ini. Walaupun singkat, tapi rasanya lama sekali baginya. Devan kemudian teringat dengan perkataan Ilsya, yang katanya Atha suka padanya.

Benarkah?

Apakah itu artinya... ia akhirnya bisa berhenti mengejar Atha yang tak pernah memandangnya?

Devan menggeleng. Tidak. Rasanya semua terlalu cepat. Masih terlalu cepat untuknya. Tidak mungkin, kan, dalam waktu singkat, perasaan Atha bisa berubah sedemikian rupa? Tapi kalau bukan karena hal itu, kenapa Atha menjauhinya? Kenapa Atha selalu memalingkan wajahnya? Kenapa Atha selalu menghindarinya? Dan kenapa Ilsya mengatakan Atha suka padanya?

Terlalu banyak kenapa di kepala Devan yang membuat otaknya seperti ingin meledak. Devan menggeleng, menatap wajah Atha yang sedang tertidur.

Bus mulai berjalan, meninggalkan kawasan Dieng dan mulai menuju kembali ke sekolah. Perkiraan waktu sampai adalah saat maghrib, atau sekitar pukul tujuh malam. Devan masih setia memandang Atha sambil menyandarkan tubuhnya di kursi bus.

Devan memejamkan matanya sebentar. Ia lelah. Lelah dengan kelakuan cewek di sebelahnya ini. Cowok itu kemudian membuka matanya lagi, dan kemudian menangkap tubuh Atha sedikit bergetar, kemudian tenang lagi. Devan bingung. Ia menoleh keatas langit-langit bus tepat di atas Atha, kemudian melihat AC bulat berada persis di sana. Devan mengulurkan tangannya untuk merasakan hembusan AC, dan ternyata memang dingin.

Melihat Atha tidak mendadak terbangun untuk mengambil hoodie atau jaket dan dia tidak memakainya sejak tadi, Devan melepaskan jaketnya dan kemudian menyelimuti tubuh depan Atha dengan jaketnya. Pandangannya masih tertuju pada wajah gadis itu, takut kalau-kalau Atha tiba-tiba terbangun.

Devan kembali bersandar setelah memastikan jaketnya terpasang dengan benar, dengan posisi masih menatap Atha. Tangannya tiba-tiba terulur untuk menggenggam tangan kiri Atha di bawah jaketnya. Dingin.

*

Atha menegang di tempatnya ketika merasakan tangan hangat seseorang menyentuhnya. Pasti Devan. Jelas Devan. Apalagi, jaket yang menyelimutinya ini beraroma parfum milik Devan.

Jantungnya sudah berdegup sangat kencang sekarang. Ingin sekali rasanya ia menepis tangan Devan dan kemudian menyembunyikan mukanya yang pasti terlihat gugup, tapi ia tidak bisa berbohong pada dirinya sendiri juga bahwa ia nyaman berada dalam posisi seperti ini.

Tangan Devan memberi kehangatan untuknya, dan untungnya tadi tubuhnya refleks gemetar karena kedinginan dan Devan melihatnya. Kalau tidak, sampai sekolah nanti ia sudah beku, mungkin. Ia juga sama sekali tidak menduga bahwa akan jadi sedingin ini.

Sebuah helaan nafas lelah terdengar samar di telinganya.

"Tha,"

Suara Devan. Tangan kanan Atha diam-diam masuk ke saku celana panjangnya untuk mengecilkan lagi volume musik yang ia dengarkan agar bisa mendengar apa yang akan diucapkan Devan.

"Sayang banget, ya, lo akhir-akhir ini ngehindarin gue. Gue pengen banget, nanya lo tuh kenapa? Gue salah apa? Lo kan udah cair ke gue, walaupun emang nggak cair-cair banget, sih. Emang lo air? Hahaha," Devan tertawa miris. "Coba aja lo nggak jauhin gue, gue pengen banget ngomong sesuatu sama lo. Walaupun kayaknya lo udah tau, sih."

Atha makin menegang. Degup jantungnya juga makin terpacu. Mungkin akan copot sebentar lagi. Atha sudah menduga kemana obrolan ini akan mengarah. Dan ia berharap dugaannya tidak benar, karena respon dirinya atas pernyataan Devan nanti akan menjelaskan perasaannya. Atha benci mengakui perasaannya.

"Gue..." Devan menghela nafas.

Plis, jangan bilang itu, Van. Gue mohon.

"Gue sayang sama lo, Tha."

Shit. Shit. Shit.

Atha sibuk memaki dalam hati. Seharusnya tadi ia benar-benar tidur saja, agar tidak mendengar ucapan Devan.

Sial. Sial. Arghhh shit!

Atha membuka matanya tiba-tiba dan langsung menatap Devan. Dia tidak tahan dengan ketegangan dan kegugupannya sendiri.

"Gue tau kok."[]

Kamis, 21 September 2017
00.26 WIB

a/n : ini sori gue apdet malem malem gini. eh dini hari ya? yha kuota nipis sih... ah, sori kalo gaje juga. lagi nggak terlalu mood nulis, tapi demi reader deh u.u

-fea

LANGIT dan BUMI ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang