CH 18

3.2K 159 15
                                    

[]

MALAM harinya adalah acara penyalaan api unggun, karena besok mereka akan masuk ke acara inti, yaitu jalan-jalan di kawasan Dieng dan kemudian langsung kembali ke sekolah pukul 5 sore. Anggota OSIS sudah mempersiapkan semuanya dengan baik--kecuali Ilsya yang hanya membantu sedikit karena belum boleh bergerak terlalu banyak.

Apinya besar, ditengah-tengah lingkaran seluruh siswa SMA Venus. Tapi bukannya menikmati pemandangan api unggun dan kehangatannya, Atha malah duduk diam dengan pandangan kosong di dalam tenda.

Ilsya yang sedang ingin mengambil minum langsung duduk di sebelah Atha ketika melihatnya sedang menatap kosong kearah kakinya.

"Oi, ngelamun aja." Ilsya menepuk pundak Atha pelan, kemudian meneguk air dari botol minumnya. "Mikirin apa sih? Didepan lagi pada seru-seruan ngangetin diri ke api unggun, lo malah menyendiri dengan tatapan kosong gitu. Awas, kesurupan, loh."

"Gue pantes dibenci?"

Pertanyaan Atha yang barusan terlontar membuat Ilsya terdiam. Selain karena nada suaranya yang benar-benar serius dan menyimpan banyak beban, pertanyaan itu... seperti memiliki makna lain.

"Maksudnya?" tanya Ilsya.

"Gue bad. Gue juga mungkin sok jutek lah, sok cool lah, sok apa lah. Gue sering dibilang cari perhatian. Gue bodoh dalam semua pelajaran. Dapet nilai 30 aja nggak pernah. Nilai gue selalu 10, 10, 10 dan 10. Kalau dinilai pake huruf, ibaratnya gue selalu dapet D. Gue suka keluyuran malem-malem, gue nge-drunk, gue nge-swear tiap hari, gue minum obat-obatan biar gue bisa tidur pas gue insomnia, dan gue..." Atha menggantung ucapannya.

Ilsya hanya diam, masih agak bingung kenapa Atha tiba-tiba berbicara sebanyak itu tentang dirinya, tapi masih juga mendengarkan dengan sungguh-sungguh.

Atha tiba-tiba mengeluarkan sebuah silet kecil yang entah sejak berapa lama sudah bersarang di saku hoodie-nya, dan sebelum Ilsya sempat bertanya apa yang hendak Atha lakukan, gadis itu sudah mengiris telapak tangan kirinya sendiri dengan kasar. Darah seketika mengucur begitu banyak, dan bukannya menghentikan darah itu mengalir, Atha justru menekan telapak tangannya hingga darahnya keluar lebih banyak lagi.

Ilsya hendak mengeluarkan suara, tapi Atha langsung menatapnya tajam, dengan artian jangan-bilang-siapa-siapa.

"Gue self injury. Self harming. Suka nyakitin diri sendiri," Atha melanjutkan ucapannya. "Gue tau lebih dari siapapun, kalo gue butuh pertolongan. Tapi orang-orang terdekat gue, orang-orang yang gue sayang, malah nggak pernah peduli. Terus kenapa gue harus peduli dengan diri gue sendiri kalo orang lain aja nggak ada yang peduli?"

Ilsya yang tidak tahan menatap darah yang semakin banyak mengucur dari telapak tangan Atha langsung menjauhkan tangan kanan Atha agar berhenti mengeluarkan darahnya.

"Tha. Plis. Gue mohon. Cukup." ujar Ilsya tegas.

Atha tiba-tiba tersadar. Untuk apa ia menceritakan rahasia terbesar keduanya--bahwa dia self harming--kepada seseorang yang mungkin mulai menjadi rivalnya?

Tunggu. Rival apa?

No, Atha. Lo nggak naksir Devan dan nggak akan pernah.

Ilsya meraih tasnya yang agak jauh, kemudian mengeluarkan dua buah tisu dari dalamnya yang ternyata selalu dia bawa, membasahinya sedikit dengan air minumnya, kemudian membersihkan luka Atha.

Dhira pergi.

Pikiran itu kembali melintasi otaknya, membuat Atha kemudian menarik tangannya dari tangan Ilsya.

Mama nggak peduli.

Atha mengerjapkan matanya. Ia mulai diselimuti rasa takut. Rasa takut kehilangan sesuatu yang bahkan sudah hilang.

Papa juga nggak peduli.

Atha menelan ludahnya. Jangan sampai ia menggila disaat seperti ini, ditempat seperti ini, di hadapan Ilsya. Jangan sampai.

Tapi, tubuh Atha malah mulai gemetar. Keringat dingin mengucur dari pelipisnya.

Eh, bukannya orangtua dia udah meninggal?

Ah, enggak. Setau gue sih orangtuanya tuh kayak berantem terus gitu. Ayahnya selingkuh, ibunya berubah jadi kejam gitu, suka mukulin. Liat kan, bekas memarnya?

Waaah, kasian banget, ya. Tapi kok tasnya bagus gitu, sih? Sepatunya juga. Mahal, tuh. Jangan-jangan dia kayak gitu, ya? Jadi simpenan om-om gitu.

Hus, ngawur, ah! Badannya bagus, sih, tapi dengan memar-memar yang ada, emang ada yang mau sama dia?

"ARGHHH!!" Atha berteriak tertahan secara spontan. Ilsya terlonjak kaget, menatap Atha yang menunduk sambil menjambak-jambak rambutnya.

Memori kelam saat dia duduk di bangku SMP dan di bully teman-teman sekelasnya itu kembali lagi.  Atha memang sengaja mencari SMA yang jauh dari SMP-nya dengan harapan bisa melupakan seluruh kenangan pahit itu.

Dengan sisa-sisa tenaganya, Atha meraih tasnya yang memang berada di sebelahnya, kemudian memasukkan tangannya dan mencari-cari sebuah botol kecil berisi obat penenang. Dihadapan Ilsya, Atha mengeluarkan 7 sekaligus tablet obat, dan menenggaknya dengan air minum miliknya secara bersamaan.

"Silakan sangka gue nggak waras, tapi gue masih cukup waras untuk ngerti, kalo gue butuh bantuan."

Atha kemudian tergeletak tidur dengan botol kecil berisi obat penenang di genggaman tangan kirinya, dan Ilsya yang memandang Atha benar-benar prihatin.[]

Sabtu, 9 September 2017
19.35 WIB

a/n : authornya narik ulur nih wkwk. bodoamat. hmm.... dark side keduanya atha. agak ngeri ngga si? '-'

-fea

LANGIT dan BUMI ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang