[]
SEMENTARA itu, Devan membawa Ilsya ke tenda PMR. Anak-anak PMR yang sedang berada di sana untuk menjaga tenda kalau-kalau ada kejadian, kaget saat Devan tiba-tiba masuk. Tadi malam dia sudah masuk ke tenda dengan tiba-tiba untuk mencari kotak P3K, dan sekarang dia masuk lagi, bersama Ilsya di gendongannya.
Devan mendudukkan Ilsya, kemudian kembali mencari kotak P3K seperti tadi malam.
"Kenapa sih selalu ada darah di sekitar gue?" gerutu Devan kesal sambil pelan-pelan mengobati luka Ilsya. Ilsya meringis kesakitan, sambil menatap sendu kearah Devan yang berada sangat dekat dengannya.
"Lo aja kan hidup karena darah, Van." kekeh Ilsya menanggapi gerutuan Devan. "Lagian lo apaan, sih, bawa-bawa gue pake digendong segala? Nyelonong masuk, lagi. Nggak nyadar, seisi tenda ngeliatin lo?"
Devan menggeleng. "Nggak peduli."
Ilsya terkekeh lagi, berusaha menutupi perasaan senang dan sedihnya. Senang, Devan memperhatikannya. Sedih, Devan hanya memperhatikannya jika ia terluka.
Tak berapa lama, Devan selesai membalut luka Ilsya. Cowok itu mengembalikan kotak P3K ke tempatnya, kemudian memanggil salah satu anak PMR cewek di sekitarnya.
"Itu, kakinya dia kekilir, di benerin ya." Pesan Devan. Cowok itu sudah mau bangkit ketika Ilsya menatapnya dengan pandangan bertanya. "Gue mau balik. Kasian yang lain ngerjain sendirian. Lo disini aja,"
"Bukan itu, Van." ujar Ilsya. Kini gantian Devan yang menatapnya bingung. "Lo bilang, gue kekilir terus suruh dibenerin. Dikira gue barang, apa?"
"Barang berharga,"
Jantung Ilsya mendadak berdegup lebih kencang. Jauh di dalam lubuk hatinya, ia senang bisa dianggap oleh--
"Berharga buat keluarga."
Dan Devan pergi, meninggalkan Ilsya yang hatinya berdenyut sakit.
*
Atha sudah merasa baikan ketika tiba-tiba pundaknya ditepuk seseorang dari belakang. Dan ketika cewek itu berbalik, rasa nyeri yang sempat dirasakannya kembali lagi.
Devan tersenyum riang.
Atha memalingkan muka, memilih melanjutkan jalannya mengekori Rafa dan Gilang. Ia tidak peduli dan tidak ingin peduli dengan kehadiran Devan di belakangnya yang mulai heran dengan sikap Atha.
"Kenapa lo? Badmood?" tanya Devan menyejajari langkah Atha.
"Bukan urusan lo." jawab Atha dingin, tanpa menatap Devan sama sekali. Bahkan melirik saja tidak.
"Eh, serius, Tha. Lo kenapa, sih?"
"Penting?" Atha menatap Devan tajam dan menusuk, kemudian melebarkan langkahnya menyejajari Gilang.
Devan terdiam di tempatnya. Seingatnya, Atha tidak sedingin itu saat terakhir kali ia bersamanya. Oke, Atha memang mendadak menjauhinya setelah bus mereka sampai, tapi rasanya ada sesuatu yang salah disini.
Ini... apaan, sih?
*
Sore harinya, agenda semua siswa bebas. Ada yang menggunakannya untuk istirahat setelah lelah tracking seharian, posting foto di instagram, atau sekedar mengobrol dengan teman-temannya. Atha termasuk golongan ketiga, dimana dia berniat menghampiri Dhira. Kalau mau bertingkah lebay, rasanya sudah seabad mereka tidak bertemu.
Tadinya Atha memang berniat begitu, sampai dia melihat Dhira sedang asik bersama Nayya dan Aura, kedua sahabatnya sedang berbincang serius. Atha benar-benar tidak ada niatan menguping sama sekali. Tapi setelah ia mendengar sepenggal kata yang merupakan namanya disebut, rasa penasarannya menuntun Atha untuk duduk asal dengan posisi tidak terlalu jauh di belakang ketiga kakak kelasnya itu.
"Ra, lo masih deket sama Atha?" tanya Aura.
Dhira mengangguk santai sambil memainkan tanah di dekat sepatunya. "Kenapa?"
"Bukannya gimana-gimana, nih, ya. Tapi gue saranin, lo mending jauh-jauh deh dari Atha," ujar Nayya. Dhira menghentikan aktivitasnya, kemudian menatap salah satu sahabatnya bingung.
"Kenapa? Atas dasar alasan apa gue harus jauhin Atha? Kalian tau gue sama dia udah deket banget, sama kayak kita bertiga. Kalian harus ngasih alesan yang bagus untuk gue pertimbangin." sahut Dhira terdengar tidak terima.
Atha yang diam di tempatnya kembali merasakan nyeri di hatinya. Mella sudah meninggalkannya, Afran sudah tidak peduli padanya, dan hanya Dhira yang ia punya.
Gue mohon jangan kepengaruh, kak...
Nayya dan Aura berpandangan. Dhira masih menatap kedua sahabatnya, meminta penjelasan.
"Kita emang nggak punya alesan yang tepat buat bikin lo jauh dari Atha, tapi..." Aura menggantung ucapannya. "Gue sama Nayya bakal jauhin lo kalo lo masih nggak jauhin Atha."
Hati Atha rasanya seperti ditusuk ribuan jarum beracun. Sakit. Perih.
Atha tahu betapa berartinya Nayya dan Aura untuk Dhira, seperti Dhira sangat berarti untuknya. Dan dihadapkan pada pilihan seperti yang ia dengar tadi, jelas membuat Atha yakin kalau Dhira akan menjauhinya. Atha berdiri, memutuskan menghampiri Dhira.
"Kak."
Ketiga kakak kelasnya menoleh. Nayya dan Aura kemudian tiba-tiba pamit pergi sebentar, ada keperluan katanya, meninggalkan Atha dan Dhira berdua di depan tenda Dhira. Dhira berdiri menatap Atha dengan gelisah.
"Ke--kenapa, Tha?"
"Boleh temenin gue ngobrol?" tanya Atha, basa-basi. Sebenarnya ia tidak suka kalau harus basa-basi begitu. Ia lebih suka berbicara to-the-point. Tapi ia hanya ingin memastikan, apakah Dhira akan hilang.
"A--aduh, sori banget, Tha. Gue--"
"Yaudah."
Atha berbalik dan langsung berjalan pergi. Ia tidak perlu tahu lanjutan kalimat Dhira setelah kata-kata yang cukup mengindikasikan bahwa Dhira terhanyut. Atha berjalan menjauhi area tenda teman-temannya, menyendiri di tengah hutan dengan latar pemandangan langit senja yang menambah kesenduan suasana saat itu.
Atha mendendang kasar batang pohon yang ada di belakangnya, kemudian bersandar pada pohon itu.
"Fuck you, fake friend."[]
Sabtu, 9 September 2017
16.54 WIBa/n : sorry for the dirty word. hwehehehhe. gue lagi baek nih, lagi mood apdet terus. *gasadar draft makin nipis* yaudah. ntar malem insyaallah gue apdet lagi. hehehe. jgn bosen ya. babay~
-fea
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT dan BUMI ✓
Teen Fiction[COMPLETED] [TELAH DITERBITKAN] . . Kisah tentang 2 orang korban broken home yang menjalani hidup dengan cara berbeda, menyebabkan sebuah gejolak tolak belakang dan perbedaan sifat yang sangat berbeda. Layaknya Langit dan Bumi. . . 1 in #bumi - Marc...