Chapter sebelumnya :
Untuk ke dua kalinya Nifa pingsan dengan penyebab yang serupa. Vano segera menjelaskan apa yang sedang terjadi dan bagamana hal tersebut bisa terjadi. Nifa juga memberi tahu apa yang terjadi kemarin di taman belakang sekolah. Disana ia menemukan sebuah gelang dengan hiasan huruf F terkubur dibawah pohon rindang.
Vano yakin bahwa gelang itu adalah gelang kakaknya. Karena situasi semakin gawat, mereka bertekat akan menyelesaikan masalah ini secepatnya. Lalu hal buruk terjadi di rumah Vano.Chapter sebelumnya end
👻👻👻👻
Dengan raut wajah muram, mereka hanya bisa saling mengalihkan pandangan. Kebingungan pun melanda. Sekarang mereka malah membawa ibu Vano dalam masalah. Apa keputusan mereka datang kesini salah? Bisa saja karna tempat ini sesuatu yang paling dekat dengan Fiola, Nifa jadi...? Tapi kenapa Nifa?
"Tio, Wawan makasih yah udah ngasih tau gue" Vano memulai pembicaraan.
"Gak papa, tadi kita gak sengaja denger suara teriakan dari dalem rumah lu" jawab salah satu dari teman Vano. Cowok itu masih mengenakan seragam dan membawa tas selempang ala anak cowok.
Memyadari tatapan kedua temannya itu Vano mulai memperkenalkan anak-anak SMA Nusantara Bakti. Kemudian tentu mereka juga memperkenalkan diri. Cowok yang mengenakan tas selempang itu bernama Wawan, lalu cowok yang mengenakan seragam tak dikancingi itu Tio. Dilihat dari seragam, mereka sudah dipastikan bmsatu sekolah. Bahkan tanpa disangka ke tiganya berada di kelas yang sama.
"Kalian bisa bantu gue?" Tanya Vano.
Tahu yang dituju adalah Tio dan Wawan, kedua cowok itu hanya menatap Vano heran. Yang ditatap mulai menjelaskan.
"Jadi gini mereka bersepuluh ini lagi kena masalah berbahaya, sekarang sudah sangat berbahaya. Inget tahun lalu? Waktu itu gue cuman jadi orang luar. Gue mau bantu mereka, toh ini juga masalah kakak gue. Tapi, gue gak bisa sendirian jadi, kalian berdua mau kan bantu gue sama mereka?" jelas Vano panjang lebar.
Tio menghela nafas, "Kalau soal begitu sih kita gak akan ngerti" Wawan melanjutkan "Tapi kalau Vano udah seserius itu, oke deh"
Semuanya bersorak senang. Walau mungkin mereka memang tidak mampu membantu banyak dan masalah selanjutnya sudah menunggu mereka nanti, mereka akan tetap tegar. Mereka selalu yakin pasti ada jalan.
"Jadi, apa yang harus kita lakuin?" Tanya Angga.
"Tidak tahu" jawab Vano santai.
"APA?!" Serbu semuanya termaksud Wawan dan juga Tio.
"Haha, bercanda. Menurut pengamatan gue. Kita harus menguburkan mayat kak Fio dengan layak" ucap Vano.
"Apa itu engga terlalu seram?" Ucap Naya.
Memang mengubur mayat dengan layak itu adalah hal yang sangat sulit. Takut menjadi alasan utama, tapi ada juga alasan lain. Orang-orang yang mengurus pemakaman itu hebat, mereka melihat mayat dan menguburnya, lalu masih harus menjaga wilayah pemakaman, mereka sih sudah terbiasa. Sedangkan mereka, sama sekali tidak ada pengalaman. Ke pemakaman saja hanya sekedar lewat. Ditambah mereka harus melakukannya diam-diam.
"Gue cuman tau cara itu. Kalau gak kita lakuin, seseorang akan mati" ucap Vano lirih.
Nifa terlihat sudah berkaca-kaca. Siapapun pasti akan takut jika kematian menghantuinya. Nifa sudah menyadari jika mereka gagal, Nifa lah yang akan berkorban. Tapi, memakamkan jenazah tidak lah mudah. Kemungkinan diganggu saat melakukannya pun sangat besar.
"Ayo lakukan" Naya berseru semangat.
"Naya?" Nyaris saja matanya meneteskan air mata.
"Iya, kuy lah kita gak ada pilihan lain" Ucap Nita menyetujui.
"AYO" Teriak Rizki heboh. Anak-anak lain sudah memprotes karna Rizki membuat keributan. Bahkan Dafit yang berada di sampinya itu terlonjak kaget. Untung saja teman-temannya hanya berfokus pada Rizki, jadi tidak ada yang sadar jika dia terkejut.
"Nanti biar anak cowok saja yang memakamkan" usul Nita yang langsung disetujui oleh anak-anak cewek.
"Apa? Anak cewek juga harus ikut dong" protes Dafit.
"Yeu, kan anak cowok lebih kuat" balas Hani.
"Tidak ada hubungannya" ucap Nathan dengan gaya sok kerennya.
Nathan selalu dikenal sebagai si serius. Cowok pandai itu selalu tampak serius, tidak ada yang berani mengajaknya bercanda kecuali 9 temannya itu.
"Apaan gaya lu itu, padahal sudah sok keren tapi tetap saja menolak" usil Naya.
"OI"
"Bwahahaha, Nathan pun takut" ledek Lisa.
Nifa hanya bisa diam memperhatikan. Air matanya menetes, ia tidak menyangka teman-temannya akan berjuang untuk dirinya. Sedangkan Vano dan kedua tamannya hanya tersenyum lega. Walau di landa masalah berbahaya, mereka masih bisa tertawa.
"Apa nih? Nifa nangis?" ucap Angga yang melirik ke arah Nifa.
"Lu tenang aja" Lisa menyemangati Nifa, yang terus menangis.
"Kita mungkin gak akan jamin pasti berhasil" walau bagaimana pun mereka masih punya keraguan untuk melamukannya.
"Oi, kenapa malah ragu gitu. Lu meremehkan kekuatan laki-laki?" Sahut Nathan.
"Laki-laki kan payah" seru Hani. Sekarang Hani sudah mendapat tatapan kesal dari banyaknya anak cowok yang berada disana.
"Makasih... hiks" ucap Nifa disela-sela tangisnya.
"Udah dong, nanti Beni juga ikut nangis gimana?" Kata Dafit
"Apa? Kenapa jadi gue?" kata Beni emosi. Dafit hanya terkekeh, Nifa melirik Beni kemudian menyeka air matanya. Sedangkan Beni hanya bisa tersipu malu.
"Uwu ada yang sedang merona" ledek Lisa.
"Aduduh, senangnya yang lagi kasmaran" tambah Nita.
"Berisik" kezal Beni masih sanbil malu-malu.
"Bwahahaha, padahal gue udah khawatir bakal ada pertengkaran." Kekeh Vano.
Mereka hanya tersenyum jahil. Walau terlihat seperti ini, Vano tetap merasa khawatir. Dengan begini mereka akan memprioritaskan menjaga Nifa. Kematian memang menakutkan, tapi akan ada penyesalan jika mereka tidak berbuat apa-apa.
"Sepertinya gak akan kenapa-kenapa ya" seru Wawan.
"Kita bakal bantu dengan senang hati" lanjut Tio.
Wawan dan Tio memang sudah seperti anak kembar. Mereka selalu bersama-sama, Vano selau memanggil mereka si kembar. Bukan karna wajahnya mirip, bahkan sebenarnya tidak mirip sama sekali. Tapi bukan juga karna sifatnya, karena keduanya sangat berlawanan. Mereka sering sekali bertengkar karena beda pendapat. Tapi, justru karna itu lah Vano memanggil mereka si kembar. Alasan lain adalah karena mereka selalu melanjutkan kata-kata satu sama lain. Sudah seperti saling mengerti kayak anak kembar yang sudah terhubung.
"Si kembar memang bisa diandalkan" seru Vano senang.
"Makasih Vano, Tio, dan Wawan" ucap nifa yang sudah berhenti menangis.
Kemudian, karena malam sudah mau tiba. Mereka pun pamit pulang. Sebelumnya mereka memeriksa ke adaan ibunya Vano, beliau belum juga sadarkan diri. Mereka semoat khawatir dan menyuruh Vano membawa beliau ke rumah sakit. Tapi, Vano hanya bilang "Serahkan saja sama gue". Dengan ragu mereka akan percaya dan pulang.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Misteri Ruang Club (REVISI)
Mystery / ThrillerSebuah ruang club yang menyimpan sebuah mistery menyeramkan,terus menelan korban mencari tumbal yang cocok. Bagaimana anggota club itu menyelesaikan masalah ini???? Apa salah satu dari mereka akan menjadi tumbal???? Bagaimanakah rasanya terus ditero...