Hari ini Jayline berusaha mati-matian untuk tetap mengayuh sepedanya dalam keadaan mengantuk. Hari masih pagi, sang mentari belum muncul dari sangkarnya. Desiran angin terasa menyengat permukaan kulit Jayline, meskipun ia sudah memakai jaket tebal.
Suara hening, dan jalanan kompleks perumahan elite yang ia lewati masih lenggang seperti tidak ada kehidupan.
Jayline tersenyum miris pada nasibnya. Disaat semua orang masih bergelung di bawah selimut, ia malah mengayuh sepeda untuk mengantar sekotak susu dan koran. Pekerjaan ini sudah ia tekuni selama 1 minggu penuh, demi mencari uang tambahan untuk membayar SKS yang akan ia ulang lagi di semester depan.
Masih ada 2 minggu waktu Jayline membujuk Mr. Sehun untuk meluluskannya, tapi ia sudah menyerah. Lebih baik ia bekerja keras daripada mendengar caci maki dosen tampannya itu.
Jika boleh jujur, tubuh Jayline terasa remuk karena kekurangan istirahat. Jam 8 pagi Jayline sudah sampai kampus, mengikuti beberapa mata kuliah sampai jam 3 sore. Setelah itu, ia pulang ke apartemen untuk mengistirahatkan tubuhnya karena nanti jam 7 malam Jayline harus bekerja di kelab. Tak hanya itu, jam 4 pagi Jayline harus mengantarkan susu dan koran. Jadi bisa dikatakan, setiap harinya Jayline hanya bisa mengistirahatkan tubuhnya 3-4 jam sehari. Sungguh malang bukan?
Jayline sangat iri melihat orang-orang yang hanya fokus pada pendidikan mereka, tanpa perlu dipusingkan oleh masalah keuangan.
Mendesah pelan, Jayline memarkirkan sepedanya untuk mengambil sebuah koran dan dua kotak susu.
"Kau siapa?"
Jayline menoleh ke asal suara yang cukup mengagetkannya. Ternyata suara itu milik pria penghuni rumah yang bertulisan nomor 112. Dari pakaian yang ia gunakan, sepertinya pria itu akan berolahraga.
"Aku pengantar susu tuan," jawab Jayline sekenanya, lalu menaruh koran dan susu di tempat seharusnya.
"Permisi," ucap Jayline, setelah selesai melakukan tugasnya.
"Tunggu!"
Jayline yang akan menaiki sepedanya memilih untuk menoleh ke pria pemilik rumah. "Kenapa tuan?"
"Yoo Jayline?"
Kening Jayline mengkerut, "Ya, saya sendiri. Anda siapa?"
Pria itu mendekat ke arah sinar lampu yang berada 1 menter dari jarak pandangnya. Jayline mengerjapkan matanya, menatap sosok tinggi yang kini tepat berada di depan matanya.
"Mr. Sehun?" gumam Jayline nyaris tidak terdengar.
"Hemm, kau juga bekerja sebagai pengantar susu?" tanya pria itu.
Jayline tersenyum tipis, "Mmm iya. Anda bilang, anda tidak akan meluluskan saya di semester kali ini. Jadi untuk berjaga-jaga, saya mencari uang tambahan."
Sehun menyimak, lalu menghembuskan napasnya kasar. "Oh yasudah... lanjutkan pekerjaanmu."
Sekeras batu. Ya, Jayline tidak menyangka dosennya itu mempunya pendirian yang teguh dan hati sekeras batu. Jayline tahu dirinya rendahan. Jika orang lain kebanyakan benci dikasihani, tapi ia kebalikannya. Dia sangat ingin Sehun manaruh simpati dan merasa kasihan padanya.
"Kalau bagitu, saya permisi Sir," ucap Jayline sambil mengayuh sepedanya kembali.
***
Axel memakan roti lapisnya dengan wajah di tekuk, sedangkan Sehun dengan cuek menaiki kakinya sembari membaca koran.
"Dad! Aku bosan memakan roti lapis setiap hari selama satu minggu full! Buatkan aku mie instan. Ayolah Dad..." ucap Axel dengan wajah memelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot Lecturer and Me
FanfictionTERSEDIA DI TOKO BUKU Jayline? Wanita yang tidak menarik sama sekali. Tapi kenapa Oh Sehun Hot Lecturer kampus yang paling disegani bisa tertarik padanya? Semua itu berawal dari Jayline yang menolong anaknya dari kasus pembullyan. Hidup Jayline beru...