HLAM : 10

86.4K 14.6K 655
                                    

Percaya sama dekdi, memencet bintang tidak akan membuat jempol kamu kesemutan, kram keseleo, apalagi patah. Dicoba deh!





Jayline seperti orang linglung. Sungguh, ia tidak mengerti dengan kata-kata ngelantur yang Sehun ucapkan padanya tadi pagi.

Apa mungkin Sehun hanya bercanda?

Tapi  ekspresinya sangat serius, bahkan tatapan mata Sehun terlihat sendu, penuh pengharapan. Andai saja ponsel pria itu tidak berdering, mungkin pembicaraan mereka bisa di lanjutkan, dan Jayline juga tidak perlu menebak-nebak arti ucapan Sehun tadi.

Jayline membuka botol air mineral yang ada di nakas, lalu meneguknya hingga setengah. Badannya gerah, memikirkan apa yang harus ia lakukan jika bertemu dengan Sehun nanti.

Saat ini Sehun sedang ada di kampus, karena ada hal mendesak yang harus ia urus. Mungkin, masalah bazzar yang akan di adakan minggu depan, karena setau Jayline Sehun menjadi salah satu panitia dari acara tersebut.

Dengan kasar, Jayline merebahkan badannya di sebuah sofa besar yang ada di sana. Sehun sengaja menempatkan Axel di ruangan VIP agar lebih nyaman untuk menginap. Ngomong-ngomong soal Axel, pria kecil itu masih terlelap, karena dokter memberinya obat pereda panas dengan dosis yang lumayan tinggi. Maka dari itu, Axel tidur dengan sangat lelap.

Jayline menatap Axel sendu, terbesit di dalam hatinya untuk selalu berada di dekat anak itu. Bukannya apa-apa, tapi Jayline sangat menyayangi Axel. Dia anak yang baik, penurut dan mudah di atur.

Biasanya, anak yang tidak memiliki keluarga yang lengkap, cenderung akan memberontak untuk mencari perhatian. Tapi tidak dengan Axel, anak itu selalu  mengerti dengan keadaan Sehun yang sibuk, dan jarang ada waktu untuknya.

"Tante Jay."

Jayline mendekat, lalu pindah duduk ke kursi tunggu. Dengan senyum lembut ia mengusap pucuk kepala Axel.

"Sudah bangun?" tanyanya.

"Hem, Daddy mana tante?"

"Sahun baru saja pergi ke kampus, katanya ada urusan penting. Tidak apa-apakan?"

Axel tersenyum hingga matanya menyipit, "Tentu saja tidak apa-apa. Kan ada tante Jay"

Jayline mengecup tangan Axel yang masih di aliri selang infus. Ia ingin mendekap tubuh Axel untuk mengurangi rasa kecewa yang anak itu rasakan. Terlihat jelas di manik hitam Axel yang meredup saat tahu Daddy nya tidak ada.

Seberapa pun dewasanya pemikiran anak kecil, mereka tetap anak-anak yang membutuhkan sebuah perhatian. Mereka tidak membutuhkan uang saku yang berlimpah, cukup orang yang ia sayang berada di sampingnya, menggenggam tangannya dan selalu mendengar ceritanya.

"Kepala Axel masih pusing?"

Axel menggeleng, "Tidak, sudah mendingan. Aku hanya demam, bukan terkena kanker. Jadi tante Jay jangan khwatir," kekeh Axel

"Sssttt... jangan seperti itu, tante tidak suka mendengarnya." Jayline mengabil segelas air yang sudah ia siapkan, lalu membantu Axel meminumnya. "Haus?"

Axel mengangguk, "Iya, hehe."

Jayline tersenyum simpul, "Tante hanya seorang asisten rumah tangga, bahasa kasarnya pelayan. Kasta tante Jay berbeda dengan Axel, tante orang miskin, tidak punya apa-apa selain sebuah kehormatan dan harga diri. Ini mungkin terdengar gila, tapi tante ingin sekali menjadi sahabat Axel, apa bisa?"

"Apa Axel mau punya sahabat seperti tante?"

Axel mengangguk, matanya tampak berkaca-kaca "Tentu, mulai sekarang kita sahabat."

Hot Lecturer and MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang