HLAM : 39

60.8K 8.8K 910
                                    


Kelemahan seorang laki-laki adalah mudah berjanji, sedangkan kelemahan perempuan adalah mudah percaya. Lalu siapa yang salah? -anonim

"Aku melepaskanmu hanya karena aku ingin."

Kata-kata Sehun bagai alunan kaset rusak yang terus berputar dalam otak Jayline. Beberapa kali ia memejamkan matanya agar bayangan Sehun yang tersenyum sembari mengucapkan kata-kata itu terhilang dari benaknya. Tapi sepertinya semua itu sia-sia. Karena setiap Jayline memejamkankan matanya, ia akan menggigil dan kembali mengingat bahwa ia dan Sehun sudah selesai.

Tapi apa benar mereka sudah selesai? Karena seingat Jayline Sehun hanya mengatakan, 'Aku melepaskanmu hanya karena aku ingin'.

Hanya karena ingin...

Dan ingin itu sendiri belum tentu mau.

Tapi mau sudah pasti ingin.

Lalu apa benar Sehun sudah melepaskannya?

Sepertinya tidak. Karena saat Sehun mengatakan kata 'ingin' berarti dia tidak memiliki dorongan yang besar, kesungguhan hati, dan minat untuk melepaskan Jayline. Karena kata 'ingin' hanya menggambarkan sebuah angan-angan tanpa tindakan yang nyata.

Ya, setidaknya pemikiran itu yang Jayline tanamkan dalam otaknya agar hatinya tidak terlalu berdarah. Karena jujur, saat ini Jayline masih belum percaya Sehun tega melakukan hal ini padanya. Dulu... pria itu bersikap seakan-akan mencintainya, membutuhkannya, dan memperlakukannya seperti layaknya ia adalah perempuan yang layak untuk dicintai terlepas dari segala kekurangannya. Tapi sekarang, Jayline merasa dirinya tak lebih dari seonggok tubuh tak berharga yang layak untuk ditinggalkan.

"Mommy..." Suara halus yang terdengar seperti bisikan membuyarkan lamunan Jayline. Dengan perlahan ia memiringkan tubuhnya, menatap pintu kayu yang baru saja diketuk sebanyak empat kali.

"Moms... apa kau sudah tidur?"

Itu suara Axel. Bibir Jayline bergetar. Sebisa mungkin ia menahan air matanya agar tidak meleleh. Karena rasanya sangat sakit ketika anak itu memanggilnya mommy, padahal realitanya bukan dialah yang akan menjadi ibu dari anak itu.

Karena minggu depan Sehun akan bertunangan.

"Mom..." di luar Axel semakin merengek.

"Sebentar Axel..." Jayline segera beranjak dari ranjang, lalu membasuh wajahnya dengan air hangat. Ia tidak mungkin menemui Axel dengan mata bengkak dan penampilan mengerikan seperti sekarang. Anak itu memiliki tingkat kepekaan yang tinggi. Jadi Jayline tidak mau menunjukkan kesedihannya pada Axel. Dia tidak mau Axel kwhatir.

"Ck! Kenapa lama sekali sih..." Axel menggerutu saat Jayline baru membukakan pintu untuknya. Dengan mulut yang masih maju beberapa senti, Axel melenggang masuk ke kamar Jayline lalu melemparkan tubuhnya di ranjang. "Hari ini, aku menginap ya Mom...aku tidak bisa tidur," imbuh Axel sembari menarik selimut bergambar snow white yang tadinya hanya melingkar di tubuh Jayline ke tubuhnya.

"Jangan bilang Axel tidak berani tidur gara-gara menonton film It?" Tebak Jayline sembari menyalakan lampu tidur agar ketakutan Axel sedikit berkurang.

Dan sepertinya dugaan Jayline benar saat melihat Axel mengangguk, "Paman Chanyeol memintaku menemaninya menonton film. Dia mengatakan film It sangat menyenangkan karena  ada badutnya... aku fikir film anak-anak, tapi ternyata.... arggghh! Moms...Wajah badut jelek itu terus saja berputar dalam otakku." geram Axel sembari menyembunyikan wajahnya dalam selimut.

Jayline terkekeh saat melihat wajah kesal Axel yang terlihat menggemaskan, dengan lembut Jayline mengusap pucuk kepala Axel lalu membenamkan wajah Axel ke pelukannya, "Sudah...sudah... Ayo tidur. Besok Axel harus sekolah."

Axel yang saat ini mendekam dalam pelukan Jayline tersenyum kecil, wajahnya memerah dan hatinya menghangat, "Ahhh senangnya dipeluk Mommy," gumam Axel lalu memejamkan matanya rapat-rapat.

Jayline semakin mengeratkan pelukannya, 'Jika aku pergi dari sini, bagaimana dengan Axel?

***

Hari ini mata kuliah hukum pidana, hari dimana seharusnya Mr. Sehun yang berdiri di depan kelas dengan kaca mata tebal dan kitab hukum yang selalu ia bawa kemana-mana. Biasanya mahasiwi memilih duduk paling depan, mengenakan make up terlebih dahulu sebelum kelas dimulai, atau sesekali menggoda dosen yang sedang mengajar. Tapi itu semua tidak berlaku untuk mata kuliah hukum pidana kali ini, karena dosen kesayangan mereka sedang berhalangan menghadiri kelas dan terpaksa digantikan oleh Mr. Sooman.

Keadaan kelas yang biasanya tertib kini berubah bising karena anak-anak asik mengobrol tanpa memperdulikan Mr. Sooman yang sedang menyampaikan materi di depan kelas. Ada yang bermain game, tidur, atau sekedar melamun, seperti Jayline contohnya. Ia tidak bisa menangkap materi yang disampaikan Mr. Sooman karena suara beliau terdengar samar. Mungkin karena umur beliau yang tergolong sudah tua sehingga performanya dalam mengajar semakin buruk tiap tahunnya.

Dengan hembusan napas lelah, Jayline membaringkan kepalanya dimeja dengan mejadikan lengan kirinya sebagai alas karena saat ini ia merasa bosan.

Tapi selang beberapa detik setelahnya, Jayline baru sadar jika ia tidak sendiri. Pria disampingnya juga melakukan hal yang sama. Bahkan kini tatapan Jayline terkunci pada manik hitam pria itu, "Hai."

Pria itu menyapanya,

"Apa kabar Jay?"

Jayline tersenyum kecil, "Tidak begitu baik...kalau kau?"

"Entahlah...mungkin baik," lalu pria itu tersenyum, "mau makan siang denganku Jay?"

Jayline menautkan alisnya seoah sedang berpikir keras, tapi beberapa detik kemudian Jayline mengangguk, "Baiklah..."

"Bagaimana kalau kita makan di luar kampus? Ada restauran Italia yang baru buka di kawasan rumahku."

"Mmmm baiklah, tapi aku masih ada bimbingan satu jam lagi. Kau mau menunggu?"

"Apapun untukmu Jay." Pria itu terkekeh.

"Thanks Jongin..."

Andai ia bisa mengendalikan perasaannya sendiri, pasti Jayline akan memilih untuk jatuh cinta ke seorang pria seperti Jongin. Setidaknya jika ia bersama dengan pria itu, ia pasti tidak akan merasakan perasaan sakit yang kelewat sesak seperti sekarang.

Jongin begitu berbeda dengan Sehun. Meskipun umur mereka berbeda jauh, tapi Jongin tidak kalah dewasa dengan Sehun. Bahkan Jayline merasa Jongin lebih manis dan gentle sebagai seorang pria. Seperti sikap Jongin yang dulu pernah memisahkan tepung ayam miliknya sendiri lalu memberikannya pada Jayline dengan alasan, 'Biasanya perempuan suka memisahkan ayam dan tepung untuk dimakan paling akhir' Dan saat itu Jayline terkesan dengan sikap Jongin yang seakan begitu mengerti tentang wanita.

"Hujannya tidak terlalu lebat...tapi tetap saja bisa membuat pakaianmu basah," ujar Jongin semari melihat gerimis air dari langit melalui kaca mobilnya. Ya, saat ini Jongin tidak membawa 'Melly' si motor sport kesayangannya, melainkan mobil lexus berwarna hitam mengkilap.

"Tidak apa-apa, paling hanya basah sedikit. Ayo... aku sudah lapar." Jayline hampir saja membuka handle pintu, tapi dengan cepat tangan Jongin mencengkram lengannya, "Tunggu di dalam."

Dengan tiba-tiba Jongin membuka jaket kulitnya, lalu berlari ke pintu samping, "Ayo cepat!" Ternyata pria itu membukakan pintu untuk Jayline. Ia bahkan tidak memperdulikan pundaknya yang basah karena tetesan air hujan yang semakin lebat,

"Jongin kaauu---"

Jongin langsung menarik Jayline ke pelukannya, lalu memayungi tubuh wanita itu dengan jaketnya yang hanya muat untuk satu orang.

Tbc

Hot Lecturer and MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang