Elang berjalan menyusuri trotoar dengan menjinjing sebuah kantong plastik berisikan makanan dan minuman yang dipesan oleh Vino dan Reza. Ia mendapat kabar bahwa hari ini mereka berempat akan berkumpul di gazebo taman di dekat rumah Elang, karena itu Elang memutuskan untuk berjalanan kaki saja. Hitung-hitung menghemat bensin mobilnya.
Sembari bersenandung kecil, ia terus melangkahkan kakinya hingga matanya melihat ketiga temannya sedang asik duduk di pinggir jalan dengan semangkuk bakso yang sedang mereka makan. Tanpa fikir panjang lagi, Elang langsung menyebrang dan menghampiri teman-temannya.
"Abang tukang bakso mari-mari sini, Elang mau beli. Satu mangkok saja lima ribu perak, yang banyak baksonya. Tidak pakai mangkok, tidak pakai sambel, juga tidak pakai kol." Ucapnya menyanyikan salah satu lagu yang sering didengarkannya ketika kecil.
"Eh bolot!" seru Vino mengalihkan pandangan Elang.
"Apaan sih? Situ naksir sama suara eiyke?"
"Kalau lo makan gak pake mangkok, baksonya lo mau taruh dimana? Lo tadahin pake tangan?!"
Sedetik kemudian Elang nyengir sembari menggaruk kepalanya, "oh iya, terus yang bego siapa?" tanyanya sok polos.
"LO YANG BEGO!" sahut Vino, Reza, dan Dava secara bersamaan.
"Buset dah, kompak bener kayak ibu-ibu pengajian lagi main rebana."
Vino memutar bola matanya dan melanjutkan makannya yang tertunda, begitu pun dengan yang lainnya. Sedangkan Elang menuggu abang tukang bakso membuatkan pesanannya, lalu ia menarik kursi dan meletakkannya persis di samping Vino.
Tak butuh waktu lama untuk mereka menghabiskan semangkuk bakso, bahkan Elang sempat menambah untuk yang kedua kalinya. Setelah merasa kenyang, mereka memutuskan untuk membayar bakso yang mereka makan dan bergegas menuju gazebo yang berada di taman belakang mereka.
Disana mereka langsung bersantai ria, membiarkan angin sejuk menerpa mereka. Bahkan Elang menyesal karena tidak membawa bantal tidurnya, karena kini rasa kantuk mulai menyerangnya, apalagi perutnya sudah terisi penuh. Benar-benar waktu yang pas untuk tidur siang.
"Lang, lo kapan mau kuliah?" tanya Vino membuka pembicaraan.
Mata Elang memang terpejam, tapi telinganya mendengar jelas pertanyaan Vino. "Tunggu ladang gandum di hujani meteor coklat dan jadilah coco crunch," jawabnya.
"Yakali kita udah mau semester lima, lo masih aja nganggur. Kerja juga kagak, yang ada lo mah wara wiri gak jelas kayak orang gila depan komplek," timpal Reza.
"Gue gak mau punya adik ipar yang gak jelas masa depannya kayak lo." Dava ikut menimpali, membuat mata Elang yang awalnya terpejam kini terbuka kembali.
"Siapa bilang gue gak punya masa depan?" tanyanya santai. "Masa depan gue itu, bisa menangin pertandingan dota dan dapat duit banyak, terus itu gue kawinin deh adik lo."
TAK!
Dava langsung memukul kepala Elang, "itu bukan masa depan bego!"
Elang bersungut sembari mengusap usap kepalanya dan kembali berbaring lalu memejamkan mata. "Gue mau bomut, bobo imut. Jangan ada yang ganggu! Sekali senggol, pala lo bertiga lepas dari tempatnya!"
"Sebelum pala gue lo lepas, gue yang bacok lo duluan!" sembur Vino melempar Elang dengan kulit kacang.
Tak beberapa lama kemudian, Elang telah terlelap masuk kealam mimpinya. Vino sibuk mengupas kacang dan memakannya, sementara Reza asik dengan ponselnya dan Dava hanya diam memandang sekeliling taman.
KAMU SEDANG MEMBACA
If You Know Who [TELAH DITERBITKAN]
Teen Fiction[Tersedia di toko buku seluruh Indonesia] Saquel of If You Know Why Deja vu Mungkin itu pilihan kata yang tepat jika aku bertemu dengan pria bermata hazel dengan wajahnya yang sedingin es. Bagaimana tidak? Setiap apa yang dilakukannya selalu membuat...