Vennelica mengetukkan jarinya pada meja kantin. Sedari tadi ia memikirkan tentang kesepakatan yang dibuatnya dengan Vino. Ia tidak tahu apakah ini sebuah permainan semata atau benar apa yang di katakan Vino, ini bersangkutan dengan masa lalu dan ingatannya yang hilang. Jika mengikuti kata hati, maka ia percaya dengan perkataan Vino, tapi jika mengikuti logika, itu bisa aja hanya omong kosong belaka.
"Arrghh! What should i do?!" geramnya menjambak frustasi rambutnya setelah itu menempelkan kening diatas meja.
"Gila nih bocah," gumam seseorang di belakang Vennelica tak kunjung membuat keningnya terlepas dari atas meja. "Ca, lo kenapa?"
Vennelica mengenali suara itu, suara itu milik Vebby, teman barunya sejak pertama kali ia menginjakkan kaki di kampus ini.
Akhirnya Vennelica mengangkat kepalanya dan melepaskan keningnya yang menempel pada meja. Raut wajahnya terlihat sangat tidak bersemangat, seperi poppaye yang belum makan bayam bertahun-tahun lamanya.
"Lo ribut lagi sama sepupu lo yang rada gesrek itu?" tebak Vebby sembari memperhatikan raut wajah Vennelica.
Vennelica menggeleng dan Vebby kembali bertanya, "terus kenapa?" "Eh iya, gue pinjem catatan tadi dong.."
Vennelica menghela nafas dan mengambil bukunya dari dalam tas lalu memberikannya kepada Vebby.
"Kenapa tadi lo gak masuk kelas?" tanya Vennelica melipat tangannya ditas meja dan menumpukan dagunya diatas sana sembari memperhatikan Vebby yang sedang menyalin catatannya.
"Gue tadi lagi males aja masuk kelas, makanya gue milih ke perpus buat baca novel," jawab Vebby. "By the way, tumbenan lo gak sama Ziko. Biasanya kan dimana ada dia, disitu ada lo."
"Gue lagi berantem sama dia," jawab Vennelica lesu.
"Ooo jadi ini alasan lo gak semangat? Gara-gara berantem sama sepupu lo yang otaknya setengah itu?" potong Vebby.
Vennelica berdecak, "bukan itu. Tapi ada hal lain yang ngebuat otak gue gak bisa jalan."
"Memangnya otak punya kaki, jadi dia bisa jalan? Kalau otak bisa jalan, berarti sekarang di kepala gue otaknya hilang dong?"
Mendengar ucapan konyol Vebby membuat Vennelica memutar bola matanya kesal, "stupid Vebby!"
Vebby nyengir kuda dan menggaruk kepalanya bingung. Ia sendiri tidak mengerti dengan apa yang tadi di ucapankannya. Mungkin karena otaknya masih di penuhi bayang bayang novel yang ia baca, atau...
"Please deh lo gak usah kebanyakan berimajinasi," ucap Vennelica tiba-tiba membuat apa yang ada di fikirannya lenyap begitu saja.
TAK!
Sebuah benda mendarat mulus di belakang kepala Vennelica hingga membuat Vennelica meringis sembari mengusapnya, lalu ia menoleh kebelakang untuk melihat siapa orang yang berani menimpuknya.
Dari radius 3 meter terlihat Ziko yang dengan bangganya berdiri setelah ia berhasil melempar pulpen miliknya hingga mengenai kepala Vennelica.
Vennelica hilang kesabaran, ia memungut pulpen yang dijadikan Ziko benda untuk menimpuknya dan langsung mematahkannya menjadi dua.
"Oh tidak, pulpen gue..." teriak Ziko setelah melihat pulpen satu-satunya yang ia punya terbagi menjadi dua dan tergeletak mengenaskan. "Kok lo membinasakan pulpen gue? Diakan polos dan gak tau apa-apa," tanya Ziko penuh drama membuat Vennelica muak.
"Kalau lo kesini cuma ngebuat mood gue makin ancur, mendingan lo balik ke planet asal lo di pluto!" ucap Vennelica galak.
Ziko mentap Vebby "temen lo kenapa?" tanyanya di balas endikan bahu oleh Vebby. "Oh gue tau nih! Lo pasti masih ngambek sama gue gara-gara kemarin kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
If You Know Who [TELAH DITERBITKAN]
Teen Fiction[Tersedia di toko buku seluruh Indonesia] Saquel of If You Know Why Deja vu Mungkin itu pilihan kata yang tepat jika aku bertemu dengan pria bermata hazel dengan wajahnya yang sedingin es. Bagaimana tidak? Setiap apa yang dilakukannya selalu membuat...