Vennelica membanting bukunya ke atas meja lalu meletakkan kepalanya di atas buku-buku tersebut. Vebby yang berada di sampingnya langsung terlonjak kaget karena ia terlalu serius menyelesaikan tugasnya yang belum selesai. Niatnya Vebby ingin memaki Vennelica, tetapi ketika ia melihat Vennelica yang tertidur dengan nafas begitu teratur membuat Vebby mengurungkan niatnya.
"Ini anak habis kerja rodi apa gimana? baru aja sampai kampus, langsung molor lagi."
Tak perduli seberapa ngantuknya Vennelica, Vebby menggoyangkan bahu sembari memanggil nama Vennelica dan menyuruhnya bangun. Vennlica sama sekali tidak bergeming. Matanya tertutup rapat dan ia sama sekali tidak mendegar Vebby yang sedari tadi berusaha membangunkannya.
"Ca bangun Ca, bentar lagi dosen datang nih." Ucapnya terus menggoyang bahu Vennelica. "VENNELICA CALISTA WAKE UP!"
Karena teriakan Vebby yang begitu nyaring, seisi kelaspun menoleh dan memberi tatapan tajam pada Vebby. Vebby pun langsung meminta maaf pada mereka semua dan memukul kepala Vennelica dengan kertas yang terlebih dahulu di gulungnya.
"Apaan sih!" racau Vennelica kesal karena tidurnya di ganggu.
Vennelica mengacak-acak rambutnya hingga persis seperti nenek lampir. Ia juga berusaha membuka matanya yang terasa begitu berat. Untuk pertama kalinya, seorang Vennelica Calista pergi ke kampus dengan wajah kucel seperti gembel yang biasa tidur di emperan toko.
"Ca lo pake softlens ya?" tanya Vebby memperhatikan mata Vennelica yang terlihat seperti iritasi.
"Memang kenapa kalau gue pake softlens?" Vennelica balik bertanya.
Vebby kembali memukul kepala Vennelica dengan gulungan kertas yang masih di pegangnya. "Itu mata merah banget. Jangan-jangan mata lo iritasi gara-gara keseringan pake softlens, terus lo bawa tidur tuh softlens. Lo mau mata lo buta?"
Tanpa menggubris omelan Vebby, Vennelica mengambil kaca yang selalu ia bawa di dalam tasnya. Ia pun melihat kondisi matanya yang memang iritasi. Belakangan ini ia sering ketiduran dan terkadang ia lupa melepas softlens yang setiap hari di pakainya. Padahal ia tahu, menggunakan softlens setiap hari apalagi di bawa tidur, bisa merusak mata.
Vennelica pun melepas kedua softlens yang di pakainya dan menyimpannya di tempat yang memang selalu ia bawa. Lalu ia meneteskan obat mata untuk mengurangi kemerahan yang nampak begitu jelas di matanya.
"Lagian lo ngapain sih Ca pake softlens segala? Mata lo bermasalah? Minus? Plus? Silinder?" cerocos Vebby.
"Gue gak suka aja sama warna mata gue," jawab Vennelica santai.
Vebby melotot tak percaya. "Cuma karena lo gak suka sama warna iris mata lo, jadi lo setiap hari pake softlens?" tanya-nya mengulang jawaban Vennelica dan Vennelica membalasnya dengan gumaman. "Gila, gak bersyukur banget lo Ca."
Vennelica menghela nafas dan memutar bola matanya. Ia pun menoleh kearah Vebby dan membiarkan Vebby melihat warna iris mata-nya yang asli.
"Vebby.." tegasnya. "Lo tahu kenapa gue gak suka sama iris mata?" tanyanya di balas gelengan oleh Vebby. "Karena setiap kali gue liat iris mata gue sendiri, gue ngerasa aneh sama diri gue sendiri. Seolah-olah ada orang lain di diri gue. maksud gue, setiap kali orang-orang ngeliat gue, mereka itu kayak ngeliat orang mati bangkit dari kubur dan gue adalah reinkarnasi mereka. Memangnya lo gak risih di liatin kayak gitu?"
Vebby menggaruk kepalanya. "Ya risih sih," jawabnya. "Tapikan lo harus mensyukuri apa yang udah Tuhan kasih ke lo. Lagian lo itu cantik, iris mata lo itu yang ngebuat orang-orang terpikat sama lo. Lo itu blasterannya kental banget, you know lah tipikal orang Indonesia gimana. Liat bule dikit eh langsung nengok sampai netesin air liur."
KAMU SEDANG MEMBACA
If You Know Who [TELAH DITERBITKAN]
Teen Fiction[Tersedia di toko buku seluruh Indonesia] Saquel of If You Know Why Deja vu Mungkin itu pilihan kata yang tepat jika aku bertemu dengan pria bermata hazel dengan wajahnya yang sedingin es. Bagaimana tidak? Setiap apa yang dilakukannya selalu membuat...