Vennelica duduk dengan pandangan mata kebawah menatap sepasang sneaker yang dikenakannya. Sedangkan dihadapannya Ziko berdiri sembari menatap garang kearah Vennelica. Vennelica menggembungkan pipinya, sedari tadi ia mencoba ngomong dengan sepupunya itu, tapi respon Ziko hanyalah melotot tajam.
"Udah sih gausah melotot juga kali. Ntar ada setan lewat terus bola mata lo keluar gimana? kan serem," ujarnya dengan nada yang lebih pelan dari biasanya.
Sedetik dua detik masih tidak ada respon dari Ziko. Hingga satu menit kemudian barulah Ziko meneriakan amarahnya hingga membuat Vennelica terkejut dan sontak menutup kedua telinganya sembari meringis ngeri.
"Lo tau gak sih? Kalau lo tadi ketiban tuh pohon, tamat riwayat gue Vennelica! Bisa-bisa gue di kulitin hidup-hidup sama Viktor, terus gue di mutilasi sama nyokap bokap lo, terus sebagian daging gue di jadiin daging giling, sebagian lagi di rebus di jadiin soup, abis itu di bagiin ketetangga, lo ngebayangin gak sih gimana terancamnya hidup gue tadi?!" cerocos Ziko mengeluarkan semua kekesalannya terhadap Vennelica.
Vennelica terdiam karena ia membayangkan ucapan Ziko. Ia melihat Ziko di kuliti hidup hidup oleh viktor lalu di mutilasi dan di jadikan soup serta daging giling. Membayangkan hal itu membuat Vennelica langsung bergidik ngeri dan menepis fikiran liarnya.
"Lagian lo kenapa pergi gak ngomong-ngomong ke gue? gue nelponin lo puluhan kali, nyariin lo kayak orang gila, astagaa Ica.. bener-bener lo ya!" Ziko melempar tubuhnya keatas sofa dan memijat keningnya dengan jempol dan jari tengahnya.
Vennelica cemberut "ya itu kan salah lo juga, kenapa lo tinggalin gue coba? Terus di kampus lo cuekin gue. Gak sepenuhnya salah gue dong," ucapnya membela diri.
Ziko mendengus dan kembali menatap Vennelica "Sekarang gue tanya, lo tadi abis dari mana?"
"Dari mall nyari ini," Vennelica mengeluarkan beberapa kaset ps yang dibelinya bersama Vebby tadi. "Abisnya lo ngambek sih sama gue, jadi gue pergi beliin ini deh supaya lo gak ngambek lagi sama gue."
Melihat kaset kaset ps yang berhamburan di atas meja membuat Ziko sedikit tersentuh dengan aksi sepupunya itu. Jika saja ia tidak sedang dalam marah mode on, mungkin sekarang ia akan berteriak girang dan memamerkan kaset kaset tersebut kepada teman-temannya.
"Yakin lo gak mau?" tanya Vennelica pelan setelah melihat ekspresi bimbang Ziko.
"Gak!"
"Yaudah kalo gitu kasetnya gue kasih ke Dava aja. Gue denger-denger sih Dava punya teman yang tergila-gila banget sama game, dari pada gue buang, kan sayang." Vennelica berdiri, membuat gimmick seolah ia akan pergi dari hadapan Ziko. Namun persis ketika Vennelica hendak melangkahkan kakinya, Ziko menginterupsi.
"Wait!!" teriaknya membuat Vennelica menoleh. ZIko berdiri, merampas benda tersebut dari tangan Vennelica. "Enak aja lo kasih orang! Kan lo niatnya beliin buat gue," gerutunya melihat kaset-kaset tersebut.
"Yeee giliran game aja lo cepet. Untung gue baik punya inisiatif buat nyogok lo supaya gak marah lagi sama gue, meski itu ide datangnya dari Vebby sih."
Tanpa permisi Ziko langsung berlari menuju kamarnya karena ia tak sabar ingin memainkan game game yang ada di kaset tersebut. Melihat tingkah Ziko membuat Vennelica menghela nafas dan menggelengkan kepala, lalu ia memutuskan untuk ikut pergi ke kamarnya.
Tubuhnya terasa pegal tapi otaknya kembali memutar kejadian di mana Dava menariknya dari bawah sebuah pohon yang hampir saja menimpanya. Untuk pertama kalinya ia mendengar cowok bertampang dingin itu berbicara panjang lebar, dan entah mengapa itu membuatnya tersenyum sendiri.
Rasanya ia ingin membagikan ceritanya kepada Vebby. Segera Ia pun mengambil ponselnya dan mendial nomer Vebby. Tak menunggu lama, Vebby langsung mengangkat telponnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
If You Know Who [TELAH DITERBITKAN]
Teen Fiction[Tersedia di toko buku seluruh Indonesia] Saquel of If You Know Why Deja vu Mungkin itu pilihan kata yang tepat jika aku bertemu dengan pria bermata hazel dengan wajahnya yang sedingin es. Bagaimana tidak? Setiap apa yang dilakukannya selalu membuat...