Oliver duduk pada kursi tunggu di depan ruang UGD. Tampak ia yang berantakan. Rambut yang acak-acakan, jas yang sudah ia lepas serta kemeja yang sudah ia gulung hingga siku.
Oliver tak henti-hentinya memanjatkan doa agar Karen dan calon anaknya selamat. Ia tak bisa membayangkan jika ada apa-apa dengan keduanya.
Sejak kejadian itu, Oliver merasa bersalah. Ia merasa dirinya lalai menjaga istrinya yang hamil. Coba saja tadi ia menemani Karen.
Tak lama, Gerald, mama dan papa Karen beserta kakak iparnya, Reza pun datang. Reza tidak membawa serta Hesty datang ke rumah sakit, karena istrinya itu sudah hamil besar memasuki bulan ke sembilan.
"Oliver, bagaimana keadaan Karen, nak?" Ucap mama Karen menghampiri Oliver dan ikut duduk di sampingnya.
Sungguh ia sangat khawatir dengan putrinya saat menantunya itu menghubunginya memberi tahu bahwa putrinya dilarikan ke rumah sakit.
"Maaf.. Maafin Oliver ma, belum bisa menjadi menantu yang baik.." Oliver langsung memeluk ibu mertuanya itu. Ia menangis di dalam pelukan mama Karen.
"Sudah, sayang. Kamu gak boleh menyalahkan diri seperti itu.." Mama Karen mengelus lembut punggung Oliver.
Oliver melepas pelukannya pada mama Karen lalu langsung bersimpuh di kaki papa Karen yang berdiri di depannya. Papa Karen terkejut mendapati menantunya yang bersimpuh begitupun dengan Reza yang melihatnya.
"Maafin Oliver pa.. Maafin Oliver.. Oliver belum bisa jadi suami yang baik buat putri papa.. Maaf Oliver belum bisa menjadi menantu papa yang baik.." Ucap Oliver bersimpuh dengan tangisannya.
Papa, Mama, Reza serta Gerald yang melihatnya merasa prihatin dengan apa yang dilihatnya sekarang. Oliver tampak begitu kacau dan merasa sangat bersalah.
"Oliver, kamu gak perlu bersimpuh di kaki papa. Papa gak menyalahkan kamu.." Papa Karen menarik lengan Oliver agar terbangun. Oliver pun berdiri sejajar dengan papa Karen.
"Maafin Oliver pa.." Oliver terisak. Papa Karen dapat melihat wajah Oliver yang memerah menangis. Menantunya itu selalu menyalahkan dirinya sendiri.
"Bukan salah kamu Karen begini. Itu sudah rencana Tuhan. Tuhan tahu yang terbaik bagi hambanya. Kita sekarang hanya bisa berdoa agar Karen dan calon cucu papa selamat.." Ucap papa Karen dengan bijaknya.
"Tapi pa, Oliver merasa ini salah Oliver. Harusnya tadi Oliver menemani Karen ke kantin. Oliver menyesal. Sungguh menyesal.." Ucap Oliver terdengar putus asa.
"Sudah, Oliver. Kita berdoa aja supaya Tuhan memberikan mukjizatnya pada Karen dan calon anak kamu.." Mama Karen mengelus lembut bahu menantunya yang sedang merasa bersalah itu.
"Gue yakin kok, Karen dan calon keponakan gue pasti baik-baik aja.." Sahut Reza yang turut prihatin pada adik iparnya itu.
"Jangan khawatir, Karen dan calon anak lo pasti sehat, Ver" Gerald ikut menepuk bahu sahabatnya yang kacau itu.
"Oliver gak akan pernah memaafkan diri sendiri jika terjadi sesuatu pada Karen.." Ucap Oliver yang lagi-lagi menyalahkan dirinya.
"Sudah kamu gak boleh sembarangan ngomong. Mama yakin, Karen kuat. Dia pasti bertahan, sayang" ucap mama Karen memberi semangat pada menantunya.
"Oliver, setiap rumah tangga pasti tidak selalu mulus. Selalu ada cobaannya. Untuk itu kamu bersabar, dan tetap setia mempertahankan rumah tangga kamu dengan baik.." Ucap Papa Karen menasihati berusaha memberi Oliver kekuatan.
"Papa bangga punya menantu seperti kamu yang bisa bahagiain putri papa. Papa gak salah memilih menantu seperti kamu.." Ucap papa Karen lagi. Oliver menganggukkan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love CEO
Romance"Kalau kamu belum punya pacar, papa akan kenalin kamu ke anak sahabat papa siapa tahu aja dia suka sama kamu..." Ucap papa. "Papa main sembarangan jodohin anaknya aja!" Ucap Karen tidak terima. "Habisnya memang ini satu satunya cara supaya kamu cepa...