Part 1

161 8 1
                                    

"Junh.. Junhyungh...kkh" gadis itu terus berusaha menghirup oksigen. Tangannya mencakar lengan kekar yang mencekiknya dengan kuat. Matanya perlahan meneteskan air mata saat mata sayu itu terpejam. Dia merasa detik kematian sudah semakin dekat, pria yang mengambangi tubuhnya terlalu kuat untuk dilawannya. Tangannya yang sedari tadi mencakar, juga kaki yang sedari tadi meronta mulai berhenti.

"kenapa kau pergi dengan pria itu?" tangan kekar yang sedari tadi mencekik leher gadis dibawahnya itu mulai melemas. Si pria menunduk dalam sementara si gadis menatapnya setengah sadar.

"aku sangat tidak suka kau dekat dengan orang lain," perlahan pria itu meletakkan kepalanya didada si gadis yang masih bersusah payah mengatur nafasnya. Tangannya perlahan mengelus rambut hitam pria yang sangat disayanginya itu.

0o0

"makan," mereka berdua sedang duduk dimeja makan sekarang. Junhyung dan Hani. Hani masih saja melamun dan tak menyentuh makanannya sama sekali.

"makanlah," perintah Junhyung sekali lagi. namun Hani tak juga menggubrisnya.

"makan!!!" bentak Junhyung dengan keras yang seketika membuyarkan lamunan Hani. Hani mulai memakan makanan yang dimasak Junhyung perlahan. Tatapanya masih kosong, menatap makanan yang ada dihadapannya.

"Junhyung," panggil Hani pelan.

"bisakah aku tidur sekarang? Bisakah aku tidur dipaviliun?" tanyanya dengan tatapan memohon pada Junhyung. Tak ada jawaban.

"jaljayo," Hani pergi meninggalkan Junhyung. Mungkin pergi ke paviliun belakang akan sedikit memperbaiki suasana hatinya.

Dengan langkahnya yang bahkan masih belum benar, dia berjalan tertatih ke sebuah paviliun. Dia memeluk dirinya sendiri sekedar untuk melindungi tubuhnya dari hembusan angin malam. Rambut panjangnya melambai tersapu angin yang berhembus ke tanah lapang penuh dengan bunga itu. Sesampainya di tempat tujuanya, Hani segera masuk dan mengunci pintu. Dinyalakannya lampu ruangan itu, dan segera dia melihat pantulan dirinya di cermin besar ditembok seberang pintu.

Dengan tatapan nanar dihampirinya cermin itu. dia melihat beberapa bekas luka yang masih belum sembuh. Lebam dan memar di sana sini, juga luka gores di lengannya. Semua luka itu membawanya kembali pada kenangan pahit hidupnya bersama Junhyung. Dia begitu mencintai pria itu, namun dia juga ingin melarikan diri darinya.

Kehidupanlah yang mempertemukanya dengan neraka bernama Junhyung. Keluarganya yang memiliki hutang dengan keluarga Junhyung justru memilih jalan pintas dengan memberikan Hani kepada keluarga Junhyung. Entah apa status Hani saat ini. keluarga? Anak angkat? Pembantu? Ataukah, budak? Hani tidak tahu. Yang pasti, inilah yang bisa dilakukannya agar keluarganya tidak hidup menggelandang.

Jauh dalam lubuk hatinya, dia begitu mencintai Junhyung. Jauh dalam lubuk hatinya, dia tau, ini bukanlah sosok Junhyung sebenarnya. Bukan Junhyung yang tega menyakitinya hingga seperti ini. Dia yakin, Junhyung akan berubah seiring berjalannya waktu.

Kembali Hani mematikan lampu. Dia ingin segera tidur dan menenangkan diri.

0o0

"eungh," Hani perlahan membuka matanya dan mendapati Junhyung yang topless sedang mencumbu leher jenjangnya. Tangannya bergerak mendorong tubuh yang lebih besar darinya itu, namun tangannya kalah cepat. Tangan Junhyung justru membelenggunya. Tubuh hani yang terbaring miring membuat junhyung dengan mudah meraih tubuh mungil itu kedalam pelukannya.

Hani merasa setiap inchi lehernya tak luput dari cumbuan Junhyung yang begitu lembut. Hani berusaha menghindari itu semua, bukannya berhenti, Junhyung malah mengganti posisi mereka. Kali ini, Hani berada dibawah tubuh Junhyung dan Junhyung mencium bibir mungilnya. Jika sudah seperti ini, melakukan perlawanan apapun hanya akan berarti membuang energi bagi Hani.

MineWhere stories live. Discover now