PART 4

85 8 3
                                    


"Junhyung! Buka pintunya!! Yong Junhyung!" Hani terus berteriak dari dalam kamar karena dia begitu khawatir, dan Junhyung mendengarnya. Dia dengan jelas mendengar Hani memohon.

Junhyung hanya diam didepan pintu itu membiarkan Hani terus mengetuk-ngetuk pintu yang disandarinya. Junhyung sedang tak ingin melihat wajah manis Hani karena dia tau apa yang akan terjadi setelahnya. Kemarahannya belum usai benar, jadi dia begitu takut untuk membuka pintu itu dan kembali menatap Hani. Junhyung tak tau kapan dia harus membuka pintu itu, yang pasti, saat kemarahannya sedikit mereda. Namun semakin dia memikirkannya, kemarahan itu justru semakin besar dan menenggelamkan Junhyung.

Beberapa saat berbipikir dan ketukan dari dalam sudah mulai melambat, Junhyung tau kalau Hani lelah dan dia harus membuka pintu itu. Namun, perasaan dihatinya yang mengunci dirinya untuk tetap terduduk dan diam. Hingga dia memaksa dirinya sendiri untuk membuka pintu itu.

Mereka betatapan, namun tak ada suara diantara mereka, tak ada yang mau memulai duluan. Hani dengan jelas melihat sorot mata sendu Junhyung yang mengindikasikan bahwa dia terluka, sementara Junhyung menatap manik mata berbinar milik Hani yang mulai berkaca-kaca. Junhyung mengalihkan pandangannya dan meninggalkan Hani yang mematung, dia melangkahkan kakinya untuk kembali masuk kedalam kamar. Hani menatap Junhyung yang berlalu, tak bisa dipungkiri kalau kemarahan Junhyung yang baru saja usai kembali meluap karenanya. Hani sedikit menyesali perbuatan konyolnya tadi.

Hani melangkahkan kakinya untuk menyusul Junhyung yang duduk terdiam diatas kasur king size itu. Tak ada yang dilakukanya selain duduk menumpukan sikunya pada lutut dan menunduk.

"Junhyung," Hani mendekat kearah Junhyung, namun langkahnya terhenti saat Junhyung dengan tiba-tiba menatapnya tajam. Hani tidak bisa berkutik jika harus menghadapi tatapan itu.

"kau tau, bukan? Kalau aku sangat marah?" Junhyung kembali menatap manik mata Hani didepanya. Hani duduk disebelah Junhyung dan Junhyung langsung mendorongnya.

Kembali Junhyung menidih tubuh mungil itu dan menciumnya. Bukan sebuh ciuman lembut, melainkan ciuman kasar yang dilingkupi dengan amarah. Hani hanya mampu menutup rapat-rapat kedua matanya. Ada sedikit rasa sakit mendera bibirnya yang tengah dicium Junhyung.

"nggh...." Hani mencoba mendorong Junhyung karena dia mulai kehabisan nafas juga bibirnya yang terus digigit mulai terasa perih. Ini bahkan lebih menyiksa daripada tercekik kemarin.

Junhyung tak berniat melepaskan ciumannya dari Hani. Dia menggigit juga menghisap bibir mungil Hani dengan kasar, tanpa adanya rasa sayang disetiap lumatannya. Kedua tangan Hani mencengkeram dan menarik-narik kaos Junhyung yang masih belum bisa membuatnya melepas ciuman itu. Junhyung tau, Hani sudah kesulitan bernafas, namun dia tidak peduli.

Tangan Junhyung mulai menelusup ke dalam kaos kebesarah Hani dan meraba dadanya. Hani terus menghindari ciuman Junhyung dengan mengalihkan kepalanya kesana kemari, namun Junhyung tak membiarkannya lepas sekalipun. Kaki Hani pun tak bisa bergerak karena diapit oleh kaki Junhyung dan sesuatu hal yang mustahil untuk bisa lepas. Junhyung meremas dada Hani yang membuat Hani merintih kesakitan.

"eungh.. junhh..." Junhyung sama sekali tidak mempedulikan rintihan Hani dan terus melanjutkan kegiatannya.

Merasa sedikit bosan dengan bibir Hani, Junhyung menghentikan kegiatannya, ia menatap wajah Hani juga darah dibibrnya dari jarak yang begitu dekat. Hani masih berusaha mengatur nafasnya. Matanya perlahan terbuka dan mendapat tatapan mengerikan itu dari Junhyung. Junhyung tak peduli lagi, dia sudah dikuasai oleh amarah. Dia tak bisa lagi mengendalikan dirinya, dia ingin terus membuat bibir Hani mengeluarkan darah. Junhyung sangat menikmati pemandangan saat darah itu mengalir setelah dia melepaskan ciumannya. Junhyung sama sekali tak menghiraukan Hani yang begitu tersiksa juga rasa darah yang mendera indra pengecapnya.

MineWhere stories live. Discover now