PART 2

85 10 1
                                    


Junhyung tersadar. Dia segera bangkit dan melihat sekelilingnya. Ada perasaan bertanya-tanya melingkupi hatinya. Junhyung memakai kaos hitamnya yang tergeletak di kasur besar itu dan berjalan mencari Hani. Dia berjalan menuruni tangga, mencoba mencarinya kedapur. Namun, dia tidak menemukan apa yang dicarinya disana, hanya ada sebuah mangkuk berisi sereal. Tak sengaja, Junhyung mencium aroma sabun Hani, seketika Junhyung yakin Hani ada dikamar mandi. Benar, dia mendengar suara Hani sedang bercakap cakap. Junhyung mematung seketika. Siapakah yang berbicara dengan Hani?

Kemarahan itu datang lagi. Tangan Junhyung mengepal menahan emosi dalam dirinya. Dengan amarah dia membuka pintu kamar mandi itu dan mendapati hani yang sedang menelfon seseorang. Hani hanya terdiam di dalam bathub dan kelabakan menjauhkan ponsel itu darinya, junhyung hanya menatapnya sesaat dan kemudian kembali menutup pintu.

Melihat hani yang begitu ketakutan saat melihatnya membuat junhyung menyadari sesuatu, mungkin dia adalah monster bagi hani. sebuah mimpi buruk. Junhyung menghela nafasnya kasar dan beberapa kali mengacak rambutnya. Mungkin jika dia sarapan, semua akan menjadi sedikit lebih baik.

Junhyung hanya duduk diam dengan nafasnya yang tidak beraturan karena otaknya sedang mengingat memori kelam kemarin saat pria itu mencumbu hani. hani terlihat diam saja saat itu, seakan dia benar benar menikmati cumbuan pria itu. Keringat bercucuran didahinya, dia sedang menghadapi rasa pusing yang begitu menyiksanya. Dia mencoba menahan dirinya sendiri, mencoba mengatur perasaan emosi itu.

"kau sudah bangun? Aku buatkan sereal tadi." Hani yang baru keluar dari kamar mandi berjalan menghampiri Junhyung yang duduk dimeja makan. Tubuh Junhyung sedikit bergetar sekarang.

"Junhyung?" Hani memanggil Junhyung sekedar memastikan apakah dia baik-baik saja. Junhyung justru menarik nafasnya dalam dan menghembuskannya kasar. Dia masih tidak menatap Hani.

"hmmh?" junhyung masih berusaha menahan semua itu. tangannya terus mencengkeram kepalanya yang juga terus mengucurkan keringat. Telinganya meah padam saking besarnya emosi yang dia tahan.

"kau baik baik saja?" hani menepuk pundak junhyung dan dia hanya mengangguk kasar. Hani merasa ada yang tidak beres dengan junhyung.

"siapa yang menelfonmu?" tanya junhyung dengan susah payah. Hani hanya terdiam karena bingung dengan junhyung yang tidak pernah seperti ini.

"haruskan aku ambilkan obatmu?"

"aku bertanya, siapa?" Junhyung mengulangi pertanyaanya lagi. kali ini dia menatap hani dengan sorot mata yang begitu mengerikan.

"hanya kawan lama," jawab hani, dia mengalihkan tatapanya dari junhyung.

"pria itu?" Junhyung kembali bertanya. Hani terdiam. Dia sudah tidak mampu mengelak.

"siapa?!" bentak junhyung yang juga membuat hani sedikit kesal.

"bukankah aku sudah menjawabnya!" mereka berdua berdiam dengan gejolak emosi masing masing. Hani begitu membenci sikap junhyung yang kelewat protektif padanya dan junhyung membenci sikap hani yang terkadang menyembunyikan sesuatu darinya.

"sudahlah," Hani berlalu meninggalkan Junhyung.

Mendapat jawaban yang seperti itu Junhyung malah semakin berapi-api. Dia semakin marah dan kesal pada Hani.

Junhyung berjalan ke sofa yang ada didepan televisi dan duduk disana. Junhyung menyalakan televisi itu dan melihat beberapa acara untuk melupakan emosinya. Beberapa menit kemudian, Hani duduk disebelahnya dengan rambutnya yang masih sedikit basah. Hani memakai baju Junhyung yang membuatnya semakin terlihat mungil juga hotpants hitam. Junhyung sama sekali tak menghiraukan keberadaan Hani, yang mencoba mencari perhatiannya.

"bahan makanan sudah habis," ucap Hani sambil menekuk kakinya dan memeluknya. Hani meringkuk diatas sofa itu, namun Junhyung tak mempertahikannya. Junhyung seakan tidak menganggap Hani ada.

Junhyung diam tidak menanggapi Hani, dia hanya diam dengan wajah dinginnya menatap televisi. Hani mulai merasa jengkel dengan sikap Junhyung yang ingin memonopolinya. Dia paham kalau Junhyung sedang marah, namun Junhyung sendiri juga tak memikirkan perasaan Hani yang sangat benci saat Junhyung memonopolinya.

"tidak usah makan kalau begitu," balas Hani. Hani kemudian meninggalkan Junhyung yang sedang fokus menatap televisi.

Hani berjalan kearah pintu dan memakai sepatunya, hal itu menarik perhatian Junhyung. Ada perasaan kesal dalam hati Junhyung dengan sikap Hani yang kadang semaunya sendiri. Junhyung sedang begitu malas untuk pergi keluar rumah, apalagi suhu diluar yang begitu panas. Junhyung tidak terlalu menyukai keadaan diluar rumahnya yang benar-benar membuatnya tidak nyaman. Riuh ramai manusia yang bercakap-cakap, suara mesin mesin pengangkut manusia yang menderu, semua itu menganggunya.

Dengan langkah malas, Junhyung mengambil dompetnya dikamar. Dia sedang begitu malas untuk keluar rumah tapi dia tidak mungkin membiarkan Hani pergi sendirian, dia hanya takut Hani tidak kembali. Junhyung segera menyusul Hani, berharap gadis itu belum terlalu jauh. Dia berjalan kearah pintu dan membukanya.

"lama sekali." ternyata Hani masih menunggu didepan pintu. Melihat wajah mengejek Hani, Junhyung yang sedang kesal kembali menutup pintu rumah itu.

"Junhyung!!" Hani menggedor pintu itu dan berusaha membukanya, Hani selalu berhasil memaksanya. Junhyung merasa senang melihat Hani yang merengek seperti itu. Bisa didengarnya, Hani sedang menghentakan kakinya beberapa kali karena kesal, beberapa kalimat cacian dan umpatan didengar Junhyung. Junhyung memutuskan untuk membuka pintu itu lagi.

"aish," desis Hani begitu melihat senyum kecil Junhyung saat pintu itu terbuka. Dia berjalan dengan kesal kearah pagar.

Junhyung mengimbangi langkah Hani, dia sama sekali tak mengeluarkan suara. Dia sedang memperhatikan Hani yang sedang mengikat rambut panjangnya. Ada sedikit perasaan bersalah atas perlakuannya selama ini pada gadis semanis Hani, tapi semua berada diluar kendalinya. Junhyung bahkan masih bisa melihat bekas cekikannya kemarin. Senyuman diwajahya perlahan memudar, dia harusnya dihukum sudah melukai gadis ini.

Tangan Hani meraih tangan Junhyung dan mengaitkan jarinya disana, Hani menggenggam tangan itu erat. Perasaan bersalah justru semakin bertambah besar pada Junhyung, tak seharusnya gadis ini berada didekatnya. Dia adalah monster yang bisa kapan saja membunuh gadis ini. Dia paham betul kalau dirinya sedang 'sakit'.

Hani membuka pagar besar itu dan menutupnya kembali setelah Junhyung keluar. Hani kembali menautkan tangan mereka seakan Junhyung akan hilang jika Hani tidak melakukan ini. Mereka harus bejalan sampai keujung jalan dan naik taksi. Sekalipun Junhyung punya mobil yang nyaman, Hani tidak mau mempertaruhkan nyawanya.

"maafkan aku," ucap Junhyung. Hani menatap mata sayu Junhyung dengan sebuah senyuman ringan. Hani justru semakin menghapus jarak diantara mereka dan bergelayut dilengan Junhyung.

"hmm,"

Guk guk guk

Hani dan Junhyung terkejut mendengar gonggongan anjing yang begitu keras didekat mereka. Anjing itu kemudian mengelilingi Hani kegirangan. Hani berjongkok dan mengelus anjing itu, dia tersenyum begitu ceria. Junhyung yang sedari tadi mematung dengan tatapan aneh-pun bertindak. Dia menarik ekor anjing itu dan menjauhkannya dari Hani. diraihnya kembali tangan Hani dan mereka kembali berjalan.

"kenapa?" tanya Hani penasaran dengan sikap Junhyung. Hani menatap wajah kesal Junhyung sementara Junhyung langsung saja merangkul pundak Hani.

"apa sebaiknya kita punya anjing? Rumah mungkin akan sedikit ramai," Junhyung menatap Hani dengan tatapannya yang sedikit kesal.

"aish. taksi," Junhyung memanggil taksi dan mereka berdua menaiki taksi itu.

MineWhere stories live. Discover now