Junhyung berjalan cepat dan akhirnya berhenti didepan kamarnya. Dia masih diam disana selama beberapa menit sembari mengatur nafasnya.
"Junhyung," Junhyung mengibaskan tangannya begitu merasa tangan mungil Hani menyentuh tangannya.
"aku bersumpah, aku sama sekali tidak memiliki perasaan apapun padanya. Maafkan aku Junhyung," Hani mencoba untuk tidak menangis karena dia tau Junhyung akan semakin marah jika dia menangis.
"aku tidak tau kenapa dia terus mengejarku, aku juga tidak menginginkannya. Kumohon, mengertilah."
"apa aku harus memperdulikannya?" jawab Junhyung dingin. Hani terkejut, dia sanga tterkejut karena perubahan drastis Junhyung.
"apa maksudmu?" tanya Hani perlahan.
"bukankah sekalipun aku memaafkanmu, kau juga akan mengulanginya? Bukankah sekalipun itu bukan pria itu, kau juga akan tetap mengulanginya?" Junhyung masih membelakangi Hani, dia dilingkupi rasa marah yang begitu besar saat ini.
"kau bicara apa?"
"bukankah kau seperti itu pada semua pria? Keluargamu menjualmu padaku seperti seorang pelacur. Kau begitu ingin meninggalkan aku?" Junhyung kemudian berbalik dan menatap Hani dengan tatapan sombong.
"jaga ucapanmu." Hani mempertegas suaranya karena Junhyung sudah keterlaluan.
"kenapa aku harus menjaga ucapanku jika kau saja tidak bisa menjaga sikapmu didepanku?" Hani menatap Junhyung tajam. Mungkin ini adalah batasnya, mugnkin dia tidak harus melanjutkan ini semua lagi.
Hani kemudian menggigit ujung bibirnya dan menunduk. Ada sedikit rasa penyesalan pada dirinya. Dia sangat menyesal sudah berteu dengan seseorang seperti Junhyung, terlebih lagi, Hani mencintainya.
"baiklah, jika dimatamu aku ini seorang pelacur. kemudian, kau sudah menikahi dan meniduri seorang pelacur." Hani tersenyum kecut pada Junhyung, air matanya sudah tidak mampu keluar karena rasa sakit hati yang begitu dalam.
"ini bukan dirimu," Hani mengarahkan tangannya untuk mengelus pipi Junhyung, namun Junhyung justru menepisnya dengan wajah marah.
"apa kau masih merasa pantas menyentuhku?" Hani melotot karena ucapan Junhyung. Hani kemudian tersenyum mencoba menguatkan dirinya.
"aku begitu menyesal. Aku menyesal selalu menuruti maumu. aku sudah muak mengatasi semua ego mu yang seperti tidak ada akhirnya! Aku sudah muak! Aku lelah! Kau tidak pernah mendengarkan aku! Yang kau lakukan hanyalah memaksaku, mengaturku, meniduriku! Apakah hanya itu yang kau tau?! Apakah hanya sebatas seks partner itukah hubungan kita?"
"kau pikir lebih?" Junhyung tertawa mengejek Hani.
"aku sudah mengatakan padamu berulang kali kalau kau adalah milikku. Kau tahu artinya? Hanya aku yang boleh menyentuhmu!"
"aku juga sudah mengatakan padamu berulang kali kalau aku sangat benci dengan sifat memonopolimu! Kau begitu membatasi hidupku! Aku tidak menyukainya!" Hani sudah tidak mampu lagi menahan air matanya.
Junhyung kemudian terdiam melihat air mata itu. Dengan jelas Junhyung melihat Hani jatuh terududuk dan menangis, namun tak ada niatan darinya untuk memeluk gadisnya. Mereka berdua mungkin sudah mencapai batas.
"apa maumu sekarang?" tanya Junhyung.
Hani hanya diam dan masih terisak. Beberapa menit kemudian, Hani berdiri dan berjalan meninggalkan Junhyung. Mungkin ini sebuah pilihan yang baik untuk keluar dari hubungan gila ini, ini adalah saatnya. Hani juga sudah mencapai batasnya, hanya saja hatinya masih terus melawan. Hatinya ingin kembali pada Junhyung.

YOU ARE READING
Mine
Fiksi PenggemarAku mencintaimu yang bahkan lebih buruk daripada iblis. Bukan dengan kelembutan dan kenyamanan, namun dengan sejuta rasa pedih juga amarah.