ENAND
Gue mengintip dari jendela dan mendapati Range Rover milik Arsen terparkir di jalanan depan kos. Sedikit aneh ngelihat mobil sebagus itu parkir di depan bangunan mirip kandang. Saat menyadari hal ini, Arsen udah nggak ada di sana. Mungkin udah naik tangga -otw kamar gue yang ada di lantai dua. Dari jendela, gue bisa menangkap bayangan seorang cewek menunggu di dalam mobil. Mia.
Fakta bahwa Arsen dan Irene menduplikat kunci kamar kos gue memang agak menyebalkan. Tapi bisa berguna juga kalo gue lagi buat mager bukain pintu. Seperti sekarang, gue udah PW sambil menyantap pop mie rasa bakso di kasur, sambil membaca grup kelas yang isinya kalau nggak tugas, ya nyampah.
Arsen melangkah masuk sambil kakinya menyingkirkan kaos kaki gue yang tergeletak di lantai. Arsen adalah sosok yang jarang-jarang mengenakan kaos saat keluar rumah. Jadi saat gue melihat setelan kaos dan jeans yang dikenakannya sekarang, gue bisa menebak kalau dia bakal menghabiskan waktu atau bermalam di tempat ceweknya.
"Kalo lo nggak mau cewek lo makin diintimidasi sama bokap lo, harusnya lo nggak tenteng dia ke mana-mana." Gue menyesap sedikit kuah pop mie kemudian meletakkannya di meja.
"Lo nggak suka sama dia, kan? Kenapa repot-repot ngurusin dia? Ngurus hidup lo sendiri aja belum bisa," katanya sembari duduk di kursi plastik merah, nggak jauh dari tempat tidur gue. Satu-satunya kursi yang tersedia di tempat ini. Tangannya terlipat di dada.
"Seenggaknya cewek yang gue pacarin nggak kencan sama cowok lain pas gue nggak ada."
"Jadi lo lebih bener dari gue kalo soal pacaran?" Arsen menoleh, kemudian tertawa sinis. "Ya bagus deh kalo ada satu hal yang bener di hidup lo. Meski gue nggak ngerti itu pantes dibanggain atau enggak. Asal lo tahu, Nand. Lo sering bilang kalau gue mirip bokap. Tapi lo sadar nggak sih kalau lo juga mirip dia? Kalian selalu satu suara soal Mia."
Mendengarnya mulai mengaitkan gue dengan pria itu, gue enggan melanjutkan. "Langsung aja deh. Mau apa lo ke sini? Kasihan cewek lo nunggu lama di luar"
"Harus ya, lo selalu pake Mia buat ngalihin topik?"
Arsen benar. Gue selalu memakai pacarnya sebagai peralihan topik. Ya emang cuma itu yang gue bisa. Cari tameng orang lain, terus lari dari masalah.
Bahkan gue nggak yakin alasan gue nggak suka sama Mia adalah karena gue risih mendengar selentingan cowok-cowok di klub soal : betapa beruntungnya cowok yang bisa tidur sama Mia, kira-kira berapa duit yang harus mereka gelontorin supaya bisa gantiin posisi Arsen, dan obrolan-obrolan serupa- atau karena gue iri sama abang gue yang mulai menemukan alasannya untuk hidup dan berjuang, juga alasannya untuk menentang bokap yang selama ini dia hormati.
****
Arsen bersandar ke lemari, rautnya masih seperti berpikir. "Gue nggak percaya komitee bilang masalahnya cuma itu," tukasnya. "Awalnya lo diskors, sekarang mereka minta maaf dan skors lo dicabut."
Sekarang kalian tahu, alasan abang gue ngerelain malam terakhir dia sama pacarnya sebelum ia ke luar kota harus terpotong gara-gara nyamperin gue. Yeah, awalnya dia mendapat tembusan surat teguran dari gue. Lalu sehari setelahnya mendapat kabar kalau skors gue dicabut dan pihak sekolah justru memohon maaf atas kekerasan fisik yang dilakukan Faruz dengan menampar gue.
Tentu saja karena Faruz mungkin beneran percaya dan takut sama ancaman gue, lalu mengakui perbuatannya dan sekolah memilih menutupi kasus itu demi nama baik sekolah.
"Sen, lo udah nggak percaya sama gue. Sekarang lo juga nggak percaya sama pihak sekolah. Terus lo mau percaya sama siapa? Bukannya lo harusnya seneng ya, gue terbukti nggak salah? Lama-lama gue nggak ngerti sama yang lo mau."
KAMU SEDANG MEMBACA
GENANDRA (END)
Teen FictionBagi Khayana, remaja perempuan yang kehilangan minat hidupnya karena dihantui trauma masa lalu, Enand adalah pahlawan. Bagi Enand, si bocah serampangan yang haus pengakuan hingga kabur dari rumah, Khayana adalah satu-satunya orang yang menganggapny...