Dear author, nggak usahlah dikasih penanda "Enand" yang lagi ngomong. Semua udah pada tahu. Kalau begini modelnya, berarti gue.
Enand udah taubat? Mungkin.
Enand udah lebih rajin? Bisa jadi.
Tapi, setaubat-taubatnya gue... serajin-rajinnya gue, gue tetap jadi tim yang menunggu-nunggu bel pulang sekolah berbunyi. Seperti sekarang, gue bahkan udah beres-beres dan siap cabut.
Di depan kelas, Mum Fani selaku guru Bahasa Inggris kami, masih asyik bercerita tentang masa mudanya. Sementara teman- teman sekelas kompak menyimak dengan khusyuk. Bahkan aktif bertanya demi jalannya cerita yang makin panjang, hingga lalai dengan mata pelajaran yang mustinya diajarkan. Kalau perlu, tanya terus sampai bel pulang bunyi.
Dan benar. Mum Fani berhasil digiring untuk mengabaikan materi pelajaran sampai bel pulang sekolah berdering.
Siswa-siswi berhamburan keluar kelas. Nggak terkecuali gue, yang langsung menghampiri Khayana di depan kelasnya. Dia tersenyum manis banget begitu melihat kedatangan gue.
"Pulang, yuk? Aku anter. Aku pengen tau tempat tinggal kamu yang baru," ajak gue penuh semangat.
"Yah... aku mau mampir dulu ke kedai Doremi, Nand. Gina traktiran ulang tahunnya."
Oh, Khayana sekarang main sama Gina and the gang? Cewek gue ini ternyata punya agenda nongkrong bareng teman-temannya juga.
Gue melempar senyum lembut. "Oke. Mau aku jemput pulangnya?"
Belum sempat Khayana menjawab, Gina dan Sabrina menunggu di belakangnya. Tangan Khayana meraih tangan gue, senyumnya mengembang. "Nanti aku kabari ya, Nand."
Gue balas tersenyum disertai anggukan. Lalu menatap Khayana yang pergi bersama teman-temannya. Ada sesuatu yang menghangat dalam dada gue. Melihatnya dirangkul oleh teman-temannya yang lain, diberi ruang untuk masuk dalam lingkar pertemanan mereka. Nggak nyangka. Melihat Khayana tertawa dan bercanda seperti itu, rasanya seperti lulus ujian dengan nilai sempurna.
*****
Tes? Ini Khayana.
Enand : Kalo udah selesai kabarin ya... aku di warung belakang sekolah sama anak2.
Khayana : Oke :)
-------------
Khayana : Nand, aku udah mau kelar.
Enand : Oke cantik.. bentar lagi meluncur :D
Aku tersenyum saat membaca chat balasan dari Enand.
"Ciyeee, yang mau dijemput pangeran." Sabrina menyikutku. Matanya sempat mengintip ke arah layar ponselku.
Aku buru-buru menyembunyikan ponselku, tersenyum malu.
"Punya pacar emang beda." Yessi bergumam, lalu menghabiskan sisa cone es krimnya. "Lo kapan, Gin?"
Lagi-lagi, Gina jadi sasaran.
"Belom aja gue beraksi," sahut Gina. Ia memeriksa ponselnya. "Gue lagi dm-an sama anak Kalesta. Katanya dia bakal ikut sparing futsal besok."
Kalimat itu kontan membuat mata kami bertiga melebar. "Kok tiba-tiba bisa dm-an gitu?" tanyaku.
Gina menyibak rambutnya. "Gue abis follow akun ig tim futsal Kalesta. Yah, sekali-kali centil dikit nggak pa-pa lah ya... Soalnya nggak semua cowok kayak Enand, Na. Yang bisa ngelihat aura cewek kalem kayak lo."
"Terus... terus? Kok bisa tiba-tiba dm-an? Mana lihat anaknya!" Yessi merapat ke arah Gina. Lalu kami sama-sama melihat foto yang ditunjukkannya.
"Nih anak kayaknya adminnya deh. Makanya dia follow gue balik. Terus... yah, dia ngajak kenalan." Gina mengedikkan bahu seraya terseyum penuh percaya diri. "Eh iya. Waktu HUT sekolah kemarin, lo didandanin Ceria 'kan, Na?"
"Iya. Kenapa? Lo mau dandan juga pas lihat futsal besok?" Aku bertanya. Sedikit terpana dengan usaha Gina, kalau dugaanku benar.
Gina menggeleng. "Cuma nyatok aja. Gue mau pinjem catokan ke Ceria. Abis cici gue nggak asyik deh! Masa catokan ditinggal di kantor," gerutunya. "Ceria tadi udah masuk 'kan ya? Gue nggak sempet jenguk dia kemaren."
"Iya udah masuk. Tapi kayaknya belum sepenuhnya sembuh. Dia masih minum obat tadi pas abis makan siang," balasku, yang kemudian teringat kejadian tadi pagi. Meski belum fit, tapi tenaganya sudah mampu membuat Enand kewalahan dipukuli olehnya.
"Tar malem deh, gue coba bilang." Gina bicara lagi.
Sabrina tergelak. "Niat banget, ya?"
"Oh jelas. Apapun harus totalitas." Gina berseru mantap. Tangannya mengepal tanda siap beraksi, yang disambut tawaku, Sabrina, dan Yessi.
****
Aku melambaikan tangan ke arah Sabrina yang menunggu jemputan mamanya, lalu menghampiri Enand yang duduk di atas motornya. Gina dan Yessi baru saja meluncur pulang dengan berboncengan motor.
"Seru?" tanya Enand seraya memberikan helm kepadaku.
Aku mengangguk riang, sembari mengaitkan helm. Melihatku, Enand tersenyum.
"Sabrina pulang sama siapa?"
"Nunggu nyokapnya. Katanya udah deket," jawabku.
Enand menoleh ke arah Sabrina. "Sab! Nyokap nyampe mana? Gue tungguin kalo masih lama!" Enand berteriak.
"Udah deket kok! Tinggal aja nggak pa-pa!" balas Sabrina.
Enand menatap ke arahku. "Nunggu Sabrina bentar deh," katanya, yang kusambut dengan anggukan.
Melihat sikap Enand yang seperti ini, membuatku bangga sekaligus aman berada di sisinya. Enand adalah sosok yang peduli dan bertanggung jawab terhadap teman-temannya. Kami pun duduk sebentar di atas motor. Hingga kurang lebih lima menit kemudian, jemputan Sabrina datang. Ia pun melambaikan tangan tanda perpisahan.
"Yuk!" Enand memberikan instruksi supaya aku bersiap.
Aku memposisikan diri di boncengan, juga berpegangan padanya. Lalu dengan hati-hati, Enand menghidupkan motornya dan membawa kami ke jalanan.
Sore itu, adalah penutup hari yang penuh kehangatan. Melebur bersama rasa lega akan kembalinya sosok yang aku sayangi.
Aku sayang Enand. Bersamanya, segalanya terasa berarti.
END
Terima kasih buat yang setia menanti update cerita ini.
SAMPAI JUMPA DI CERITA LAINNYA....
Psssttt... *bocoran dikit (bakal ada cerita tentang Ceria)
KAMU SEDANG MEMBACA
GENANDRA (END)
Teen FictionBagi Khayana, remaja perempuan yang kehilangan minat hidupnya karena dihantui trauma masa lalu, Enand adalah pahlawan. Bagi Enand, si bocah serampangan yang haus pengakuan hingga kabur dari rumah, Khayana adalah satu-satunya orang yang menganggapny...