BAGIAN 22 : Berbagi

12.5K 2.3K 151
                                    

ENAND

Bulan-bulan menjelang ujian nasional. Berbagai persiapan dimulai. Materi dan soal-soal dijejalkan kepada siswa sampai overdosis. Tekanan sedemikian tinggi datang dari berbagai sudut. Mulai dari orang-orang terdekat yang nggak ingin dikecewakan, gengsi, sampai harapan tentang masa depan cerah dengan masuk kampus dan jurusan impian.

Stress bukan lagi ancaman, tapi udah menjadi bagian.

Karenanya Jumat ini, kami menempuh perjalanan menggunakan bus menuju area outbound di sudut kota. Sorak sorai dan nyanyian-nyanyian mewarnai perjalanan. Dalam satu bus, terdapat dua kelas yang bergabung.

Beberapa anak yang lagi pdkt atau pacaran dengan kelas sebelah, mengambil kesempatan untuk duduk berdampingan. Sayangnya, gue bukan salah satunya.

Kelas gue dan Khayana nggak berdekatan, sehingga kami nggak berada dalam satu bus.

"Aku tukeran sama Ceria aja kali ya? Biar aku bisa gabung ke kelas kamu, terus Ceria bisa gabung sama bis kelas aku supaya bisa berdua sama Sakta," kata gue tadu.

Khayana tertawa. "Kan perjalanannya bentar, Nand. Momen ini diadain juga buat bikin pertemanan makin solid. Bukan buat pacaran."

Gue mengangkat alis ketika Khayana menyebut-nyebut kata yang mencerminkan status kami sekarang. "Iya, pacar..."

Wajah Khayana bersemu merah. Cantik banget.

"Nanti kalo challenge lumpur-lumpur, kamu jangan ikutan deh."

"Kenapa?"

"Keenakan lumpurnya dimasukin bidadari," kata gue, yang membuat gue mendapat hadiah cubitan darinya. Hadiah? Iya dong! 'Kan cubitan sayang.

Kami tiba di arena outbound sekitar pukul sembilan pagi. Masih pagi, tapi matahari udah ambis banget buat menyinari bumi. Di tengah barisan, gue menyimak penjelasan Pak Wahid, bagian kesiswaan, yang menjelaskan maksud dan tujuan diselenggarakannya acara ini.

Diam-diam gue merenungi kata "solidaritas dan kerja sama" yang disebutkan Pak Wahid. Solidaritas dan kerja sama saat ujian nasional? Disuruh contek-contekan maksudnya?

Baru saja gagasan itu tercetus, tiba-tiba Pak Wahid bicara lagi.

"Maksud solidaritas dan kerja sama ini adalah saling bahu-membahu dan menyemangati waktu belajar. Misal temannya nggak bisa salah satu soal, diajarin... temannya capek, dikasih semangat. Temannya sakit, dijenguk supaya bisa cepat sembuh. Bukan kerjasama waktu ujian."

Well, ok...

Usai pembukaan dari Pak Wahid, kami pun berkumpul dengan regu yang sudah dibagi sejak kemarin. Penyelenggara menjelaskan tantangan apa saja yang harus kami lewati. Ada games bakiak, estafet tepung, melewati lumpur, nyebur ke sungai, high rope, bahkan berayun di ketinggian ala tarzan dengan flying fox.

Gila! Murid sebanyak ini mau dinaikin flying fox satu-satu di tempat outbound murahan kayak gini? Emangnya aman?

"Pritt!!!"

Suara peluit menandakan kegiatan dimulai. Yel-yel masing-masing regu mulai terdengar bersahutan. Kami bertepuk-tepuk, sebagian bahkan berteriak sampe urat lehernya terlihat demi memenangkan lomba yel-yel. Sumpah ya, biaya operasi pita suara putus lebih mahal lho dari harga dorprize outbound. Bisa-bisanya teman-teman gue sesemangat itu.

Gue merasakan pukulan di punggung gue, ketika ketua tim menyadari bahwa gue hanya bergumam dan menari-nari seadanya. Sialan! Akhirnya, gue pun ikut menyanyikan yel-yel seperti anak SD yang lagi pramuka.

****

Siang makin terik. Perut semakin lapar. Badan udah serupa baju di iklan Rinso. Gimana enggak? Habis kotor-kotoran di lapangan dan di lumpur, terus nyebur ke sungai hingga basah kuyup, lanjut panjat-panjatan saat terik matahari sedang panas-panasnya. Kalau dijemur lebih lama lagi, mungkin gue udah jadi ikan asin.

GENANDRA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang