11. Jangan Tinggalin Ifa!

13.6K 597 8
                                    

"Umi..." lirih Ifa sambil menatap umi yang terbaring dengan tubuh kaku, wajah pucat dan kulitnya yang dingin.

"Jangan tinggalin Ifa..." lirihnya dengan isak tangis yang membuat siapa saja pasti merasa terharu. Masih teringat jelas memori dimana Ifa kehilangan abinya dan umi (?) Umi selalu ada untuk Ifa. Umi adalah tempat bersandarnya Ifa ketika lemah, umi juga selalu membuat tangisan Ifa terganti oleh tawa bahagia. Rasanya sangat sakit! Hati perih seperti tersayat pisau, dada Ifa sesak menahan tangisannya. Umi sudah tiada-- umi malaikat tanpa sayapnya Ifa sudah menghadap Illahi, menyusul abinya.

Ifa tau bahwa tiap-tiap yang bernyawa pasti akan meninggal. Tapi, ikhlas belum hadir di dalam hatinya. Ikhlas merelakan kepergian uminya? Ifa tidak sanggup! Ifa tidak ikhlas.

"UMI!!" Teriaknya. Semua orang yang sedang membaca Al-qur'an di dekat jenazah umi terkejut dan menatap Ifa sendu.

Fahri sebagai suami juga merasakan sedih seperti yang di rasakan Ifa. Fahri berjanji di dalam hatinya untuk menjadi sandaran Ifa setelah kepergian uminya. "Sayang! Kamu yang sabar ya, ikhlaskan kepergiannya." Fahri mendekap Ifa di dalam pelukannya, Ifa mencoba menahan air matanya. Namun, tetap saja air matanya deras mengalir membasahi pipinya.

Di hari ulang tahunnya, pantaskah ini terjadi? Kehilangan sandaran hidup di usianya yang ke sembilan belas tahun. Kado apa yang ingin di berikan oleh uminya? Apa ini kado itu? Pertanyaan itu berputar-putar di otak Ifa.

"Allah jahat! Allah ngambil umi ketika aku lagi ulang tahun! Ketika dimana semua orang mengharapkan kebahagiaan di hari spesialnya. Allah ambil umi! Orang yang selalu menyayangi aku, satu-satunya orang tua yang aku punya! Tidak puaskah Dia mengambil abi? Kenapa umi juga di ambilNya??" Ifa sesenggukan, Fahri hanya diam. Dia bingung harus apa, dia tau ini sangat menyakitkan bagi Ifa. Mungkin butuh waktu untuk bisa mengikhlaskan semuanya. Ini hanya masalah waktu--kapan hadirnya ikhlas di hati Ifa (?).

Fahri mengelus puncak kepala Ifa lembut sambil berkali-kali menciuminya. Mata Ifa sendu menatap uminya tak bergairah. Suaranya parau, tubuhnya bergetar menahan sesak di dada yang kian sakit.

Zahra, ibunya, suaminya dan anaknya baru tiba di rumah duka begitu juga dengan Adam, uminya dan Tyas. Tangis kian pecah ketika Zahra menatap tantenya yang sudah terbujur kaku dengan wajah pucat pasi. Aqsal cucu yang selalu membuat onar kini tertohok hatinya melihat jenazah neneknya itu. Farhan juga mengalirkan air mata, mengingat bahwa umi adalah sosok yang sangat ke-ibuan. dan Mira adik Umi Ifa, terisak ketika melihat kakaknya sudah tak bernyawa.

Andai waktu bisa di putar Ifa ingin sekali mendengar nasehat-nasehat uminya lagi. Ifa ingin makan masakan spesial dari uminya. Ifa ingin tidur di samping uminya di saat hujan deras dan ada kilat di malam hari di tambah lagi lampu padam, suasana mencekam seperti itulah yang membuat Ifa takut dan tidur di samping uminya.

"Adam.. Kak Zahra.. Ifa gak sanggup." Ucapnya parau.

Adam menatap Ifa iba, Zahra duduk di samping Ifa yang bersender di pundak Fahri. Zahra mengelus pundak Ifa. "Sabar dek.. kakak juga sedih." Zahra menggenggam tangan Ifa.

Aqsal nangis sejadi-jadinya. "Aunty Ifa yang sabar ya.. Aqsal janji bakal selalu baik sama aunty." Ifa membalas dengan tersenyum simpul. Ifa melirik Mira, tantenya.

"Tante.. kenapa umi ninggalin Ifa?" Tanya Ifa yang berhasil membuat dada Mira mendadak sesak, hatinya sangat sakit melihat keponakannya seperti ini. Tidak memiliki semangat lagi.

"Allah punya rencana baik di balik musibah ini Fa. Percaya sama Allah, jangan karena kejadian ini kamu jadi membenci Allah." Kata Mira. Dia tau dulu ketika Ifa di tinggal abinya, Ifa sempat membenci Allah. Ifa sempat tidak mau melaksanakan perintah Allah. Karena, Ifa masih marah dan kesal dengan apa yang menimpanya saat itu. Mira tidak mau kejadian itu terulang lagi. Kali ini, Ifa tidak boleh marah lagi kepada Allah. Ifa harus ikhlas, serta sabar.

Fahri dan IfanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang